BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, media massa pun tak
ketinggalan ikut mengalami perkembangan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
media massa digolongkan menjadi media massa cetak (suratkabar, majalah,
tabloid, dan sebagainya) dan media massa elektronik (radio dan televisi). Kini,
muncul sebuah media massa baru yang disebut media massa on-line atau Internet.
Internet merupakan kependekan dari Interconnected Network. Internet
menghubungkan berbagai jaringan yang tidak saling bergantung pada satu sama
lain, sehingga masing-masing dapat berkomunikasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa
internet merupakan hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia
yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya. Salah satunya adalah social
media, yaitu media yang digunakan sebagai alat interaksi sosial. Social media
adalah penggunaan web-based dan teknologi mobile untuk mengubah komunikasi
menjadi dialog interaktif. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefiniskan
social media sebagai “sebuah kelompok aplikasi internet yang dibangun dengan
fondasi ideologi dan teknologi dari Web 2.0, yang memungkinkan penciptaan dan
pertukaran konten berdasarkan user internet. Dari segi bisnis, social media
merujuk kepada consumer-generated media (CGM).
Dengan
mengaplikasikan beberapa teori riset media di lapangan (social presence, media
richness) dan proses sosial (self presentation, self disclosure) Kaplan dan
Haenlein menciptakan beberapa klasifikasi dari social media, menurut mereka ada
enam tipe berbeda dari social media; collaborative projects, blogs dan
microblogs, content communities, social networking sites, virtual game worlds,
virtual social worlds. Virtual game worlds sebagai salah satu tipe media sosial
saat sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari
penyebarannya yang cepat. Penggunanya pun tersebar di berbagai belahan dunia.
Saat ini Korea merupakan negara produsen online game terbesar. Indonesia
mempunyai jumlah pemain games yang cukup besar. Namun sayangnya karena
keterbatasan data hasil penelitian mengenai hal ini jumlah pemain games di
Indonesia ini belum diketahui secara tepat. Di antara berbagai jenis games, ada
suatu jenis games baru yang dapat dimainkan beramai-ramai sekaligus. Jenis ini,
yang disebut sebagai Point Blank
Online Games (PB), memanfaatkan
teknologi komunikasi jaringan internet dan mempunyai sifat yang berbeda dengan
jenis game sebelumnya. Jenis game ini melibatkan banyak pemain dan memberi
mereka kesempatan untuk sama-sama bermain, berinteraksi dan berpetualang serta
membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya. Melalui keberadaan Point Blank ini muncullah
dinamika-dinamika baru pada para pemainnya. Ada interaksi yang terjadi antara
para pemain, yang dapat mengarah ke terbentuknya persahabatan di antara mereka
atau terbentuknya suatu komunitas pemain games meskipun mereka belum pernah
mengalami tatap muka secara langsung. Banyak pemain yang menghabiskan waktu dan
uang yang terhitung banyak untuk bermain dalam dunia-dunia Point Blank ini.
Game
Online, sejak kemunculannya sangat digemari oleh para gamer tanah air. Jenisnya
pun makin beragam, dengan berbagai tantangan yang ditawarkan. Dari waktu ke
waktu sejak pertama kali masuk Indonesia dan diperkenalkan pada masyarakat,
perkembangan game online menunjukkkan pertumbuhan yang amat cepat seiring
dengan perkembangan teknologi. Banyak perusahaan swasta Indonesia yang kemudian
membeli lisensi game untuk dipasarkan di Indonesia. Tren tersebut secara
langsung ataupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap pertumbuhan game
center di Indonesia. Game Online Indonesia telah memasuki masa sekitar 11 tahun
dengan diluncurkannya game online pertama bernama Nexia oleh Bolehgame pada
awal tahun 2001. Sudah banyak hal yang terjadi setelah itu dengan masuknya
beberapa provider game baru seperti Lyto yang mengusung game Ragnarok Online
(RO) pada tahun 2003 yang akhirnya berhasil membuat game online booming ke
titik tertinggi hingga sempat membuat koneksi internet Indonesia kacau karena
bandwidth yang tersedia pada saat itu belum memadai. Jika bertolak pada awal
game online masuk ke Indonesia, dapat dikatakan bahwa sampai saat ini usianya
telah kurang lebih sepuluh tahun. Usia yang masih sangat muda untuk kategori
adopsi teknologi baru pada sistem dan komunitas pecinta game di Indonesia.
Namun demikian, di usia yang sangat muda tersebut game online berhasil menyita
perhatian dan pelanggan yang jumlahnya fantastis. Tidak hanya dari segi
kuantitas pelanggannya, namun kualitas komunitasnya juga semakin matang
terbentuk. Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa game online mengalami
perkembangan yang pesat. Ragnarok Online (RO) misalnya, melalui pengelolanya,
Lyto, game ini telah menarik jutaan orang untuk bergabung menjadi anggota
komunitasnya, dan memiliki agenda kegiatan rutin penghujung tahun, Lyto Game
Festival. Acara tersebut dinantikan banyak gamer karena melalui even ini mereka
dapat mengetahui produk-produk yang pernah dimiliki Lyto dan juga produk
terbarunya. Hal ini disebabkan karena semenjak menginjakkan kakinya di dunia
game online Indonesia, Lyto memang terkenal dengan inovasi terbaru dalam
mengembangkan dunia game online di Indonesia2. Penggemar game online sangat
banyak, dari berbagai kalangan, usia, dan tanpa terkecuali jenis kelamin. Hal
ini karena game online dianggap sangat murah, visualisasi gambar menarik,
memperluas koneksi melalui link online nya, variatif, dan selalu ada
inovasi-inovasi baru. Komunikasi antar budaya dalam online game, terutama dalam
game yang berbasis internasional terjadi dengan sangat intens. Para pengguna
dari
berbagai
negara melakukan komunikasi secara real-time. Dan dalam prosesnya mereka
membawa identitas budaya masing-masing. Salah satu Game online yang cukup
menarik untuk diangkat adalah Point Blank,
atau seringkali disingkat dengan PB. Sebuah game yang berbasis internasional.
Game PB sendiri baru berumur sekitar
2 tahun namun sudah memiliki cukup banyak penggemar, hal ini karena game 2.5D
ini memiliki tampilan visual yang mengagumkan, gameplay yang menarik serta
berbagai inovasi baru di dalamnya. Penggunanya berasal dari berbagai negara di
dunia, termasuk Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan
berbagai permasalahan yang muncul akibat adanya berbagai stereotipe mengenai
pemain Indonesia peneliti merumuskan pokok permasalahan yang akan dibicarakan
dalam penelitian ini :
a. Stereotipe apa saja yang muncul
mengenai pemain yang berasal dari Serang Banten?
b. Bagaimana
para pemain Poin Blank (PB) dari mengakomodasi komunikasi yang terhalang oleh
adanya stereotipe-stereotipe terhadap pemain Indonesia yang muncul?
1.3 Identifikasi
masalah
Perkembangan tekonologi komunikasi telah
membawa babak baru dalam kehidupan manusia, hal ini terlihat dari terciptanya
sebuah konteks sosial yang baru dan secara budaya tidak terbatas dan bahkan
mungkin berskala global dan bersifat transnasional. Salah satu hasil
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mempunyai pengaruh
signifikan dalam interaksi antar manusia adalah game online, dalam hal ini
adalah Point Blank (PB). Dimana PB
memfasilitasi manusia untuk saling berinteraksi satu dengan yang lain melalui
sebuah dunia virtual. PB adalah video game dua dimensi (2-D ataupun tiga
dimensi (3-D) yang dimainkan secara online, dan membantu individu untuk
berinteraksi tidak hanya dengan software tetapi juga dengan pemain lain melalui
karakter yang diciptakan secara digital yang dapat disebut dengan avatar. Pada
awalanya, PB merupakan bagian dari sejarah panjang dunia alternatif yang
ditemukan dalam literatur fiksi ilmiah seperti The Hobbit, yang ditulis oleh
Tolkien pada tahun 1938. Secara teknis, mereka adalah langkah terbaru dari
perkembangan permainan sosial yang awalnya hanya dimainkan dengan menggunakan
pensil dan kertas (Dungeons and Dragons, Gygax & Arneson, 1973) yang
kemudian bermigrasi ke komputer, yang pertama muncul adalah game berdasarkan
teks atau disebut juga Multi User Dungeon ( MUD) yang kemudian berkembang lagi
hingga mencapai keadaan seperti sekarang dimana hampir semua PB menggunakan
grafik 3-D yang sangat canggih. Dunia virtual yang secara rutin dimasuki oleh
para pemain PB merupakan dunia sosial yang persisten dan material, dimana para
pemain dapat melakukan apa yang mereka inginkan, membantai Klain lainnya,
menyerbu sebuah kastil, dan lainnya. dunia virtual ini juga dikenal dengan
kombinasi antara “escapist fantasy” dan “social realism” (Kolbert, 2001).
Melalui berbagai jenis karakter seperti Leopard, Acid Pool (Paul), Keen Eyes
(Ayse), Hide, Judy Chou, Red Bulls, Tarantula, D-Fox Viper Red, Lopes Rice para pemain bebas untuk menyelesaikan misi,
menciptakan sebuah pasar perdagangan, membangun sebuah status, solidaritas, dan
lainnya. industri online game terus berkembang hingga mencapai sekitar sembilan
juta pengguna aktif sampai dengan tahun 2006. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Yee Pada tahun 2009, dimainkan
dalam waktu yang cukup lama, hingga mencapai 20 jam setiap harinya, dan
seringkali bersama dengan keluarga dan teman. Pemaknaan pesan dalam komunikasi
antar budaya akan sulit dilakukan, baik secara langsung melalui tatap muka,
maupu komunikasi antar budaya yang dilakukan melalui media, dalam hal ini
melalui media game online karena (Anugrah, 2008) :
a. Perbedaan
budaya diantara para peserta komunikasi antarbudaya jelas hambatan yang
terbesar. Sebab dengan berbeda budaya tersebut akan menentukan cara
berkomunikasi yang berbeda serta simbol (bahasa) yang mungkin berbeda pikiran.
b.
dalam komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang berbeda budaya akan
muncul sikap etnosentrisme, yaitu memandang segala sesuatu dalam kelompok
sendiri sebagai pusat segala sesuatu dan hal lain-lainnya diukur dan dinilai
berdasarkan rujukan kelompoknya.
c. kelanjutan
dari sikap etnosentris ini memunculkan stereotip, yaitu sikap generalisasi atas
kelompok orang, objek atau peristiwa yang secara luas dianut suatu budaya.
Oleh
karena itu identitas berfungsi sebagai jembatan antara kebudayaan dan
komunikasi. Identitas penting karena seseorang mengkomunikasikan identitas
mereka kepada orang lain, dan mempelajari diri mereka sendiri melalui
komunikasi. Melalui komunikasi dengan keluarga, teman dan yang lainnya, manusia
akan paham mengneai dirinya sendiri dan membentuk identitas masing-masing
sesuai pemahaman tersebut. Sebagai suatu komunitas dunia maya dimana banyak
orang dengan berbagai macam budaya dari berbagai belahan dunia bertemu, seorang
gamer akan senantiasa membawa identitasnya dalam melakukan komunikasi antar
gamer dalam dunia virtual
Peneliti
tertarik untuk meneliti hal ini karena peneliti sendiri, sebagai gamer
seringkali merasakan efek yang cukup mengganggu dari stereotip yang muncul.
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk mendeskripsikan berbagai
stereotip terhadap player dari Indonesia dalam dunia online game dan bagaimana
para pemain PB mengakomodasi proses komunikasi yang terhambat karena adanya
stereotipe. Game yang dipilih oleh peneliti adalah PB (Point Blank) karena menurut penulis sendiri game ini cukup
menarik dan memiliki banyak pengguna, baik pemain dari luar negeri maupun dari
Indonesia, sehingga interaksi yang terjadi di dalam game tersebut cukup menarik
untuk diteliti, terutama adanya berbagai stereotip terhadap player Indonesia.
1.4 Tujuan penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan seputar online game
dan komunikasi antar budaya yang terjadi di dalamnya. Yakni mendeskripsikan
bagaimana stereotipe-stereotipe mengenai pemain dari daerah tertentu muncul
dalam dunia virtual tersebut, dalam hal ini stereotip pemain yang berasal dari
Banten dalam game Point Blank. Dan
juga bagaimana para pemain tersebut mengakomodasi hambatan dalam berinteraksi
dengan sesama pemain karena adanya stereotipe.
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk
menunjukkan bagaimana stereotip muncul dan berkembang dalam komunikasi antar
budaya yang terjadi dalam online game sebagai sebuah media baru dalam
berkomunikasi serta bagaimana para pemain mengakomodasi komunikasi berdasarkan
stereotipe yang berkembang Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pijakan bagi penelitian-penelitian serupa di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Sejarah
Teori
Teori Akomodasi
Komunikasi dikembangkan pada tahun 1971 oleh Howard Giles, profesor komunikasi,
di Universitas California, Santa Barbara . Teori Akomodasi Komunikasi
menjelaskan beberapa alasan kognitif untuk kode-switching dan perubahan lain
dalam sambutannya sebagai individu berusaha untuk ketika penutur menekankan
atau meminimalkan perbedaan sosial antara diri mereka dan lawan bicara mereka..
Giles berpendapat bahwa meminta persetujuan dalam situasi sosial yang mereka
cenderung untuk berkumpul ucapan mereka dengan yang mereka lawan. Hal ini dapat
termasuk, namun tidak terbatas pada pilihan bahasa, aksen , dialek dan
paralinguistik fitur yang digunakan dalam interaksi. Berbeda dengan
konvergensi, speaker juga dapat terlibat dalam pidato berbeda. Dalam pidato berbeda,
individu menekankan jarak sosial antara diri mereka dan lawan bicara mereka
dengan menggunakan fitur linguistik karakteristik kelompok mereka sendiri. Akomodasi
didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan, memodifikasi atau mengatur
perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya
dilakukan secara tidak sadar. Kita cenderung memiliki naskah kognitif internal
yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain. (West dan Lynn
Turner, 2007: 217)
2.2 Asumsi Teori
Akomodasi Komunikasi
Mengingat
bahwa akomodasi dipengaruhi oleh beberapa keadan personal, situasional dan
budaya maka dapat diidentifikasikan empat asumsi berikut ini:
·
Persamaan dan perbedaan
berbicara dan perilaku terdapat didalam semua percakapan. Pengalaman-pengalaman
dan latar belakang yang bervariasi akan menentukan sejauh mana orang akan
mengakomodasi orang lain. semakin mirip sikapdan keyakinan kita dengan orang
lain, makin kita tertarik kepada dan mengakomodasi orang lain tersebut.
·
Cara dimana kita
mempersepsikan tuturan dan perilaku orang lainakan menentukan bagaiman kita
mengevaluasi sebuah percakapan. Akomodassi komunikasi adalah teori yang
mementingkan bagaimana orang mempersepsikan dan mengevaluasi apa yang terjadi
dalam sebuah percakapan. Persepsi adalah proses memerhatikan dan
menginterpretasikan pesan, dan evaluasi merupakan proses menilai percakapan.
Orang pertamakali mempersepsikan apa yang terjadi dalam percakapan sebelum
mereka memutuskan bagaiman mereka akan berperilaku dalam percakapan.
·
Bahasa dan perilaku
memberikan informasi mengenai status sosial dan keanggotaan kelompok.
Asumsi ketiga ini
berkaitan dengan dampak yang dimiliki bahasa terhadap orang lain.secara
khusus,bahasa memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan status dan keanggotaan
kelompok diantara para komunikator dalam sebuah percakapan.
· Akomodasi bervariasi dalam hal tingkat
kesesuaian dan norma mengarahkan proses akomodasi.
Norma
telah terbukti memainkan peranan dalam teori giles, norma adalah harapan
mengenai perilaku yang dirasa seseorang harus atau tidak harus terjadi didalam
percakapan. Norma pada umumnya orang yang lebih muda harus meurut pada orang
yang lebih muda mengidindikasikan bahwa orang yang lebih bawah akan lebih mengakomodasi percakapan.
2.2.1 Cara
Beradaptasi
Teori akomodasi menyatakan bahwa dalam
percakapan orang memiliki pilihan. Mereka mungkin menciptakan komunitas
percakapan yang melibatkan penggunaan bahasa atau sistem nonverbal yang sama,
mereka mungkin akan membedakan diri mereka dari orang lain, dan mereka akan
berusaha terlalu keras untuk beradaptasi. Pilihan-pilihan ini akan diberi label
konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan.
Proses pertama yang dihubungkan
dengan teori akomodasi adalah konvergensi. Jesse Delia, Nikolas Coupland, dan
Justin Coupland dalam West dan Lynn Turner (2007:222) mendefinisikan
konvergensi sebagai ”strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku
komunikatif satu sama lain”. Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara,
jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainnya. Ketika
orang melakukan konvergensi, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai
tuturan atau perilaku orang lainnya. Selain persepsi mengenai komunikasi orang
lain, konvergensi juga didasarkan pada ketertarikan. Biasanya, ketika para
komunikator saling tertarik, mereka akan melakukan konvergensi dalam
percakapan.
Proses kedua yang dihubungkan
dengan teori akomodasi adalah divergensi yaitu strategi yang digunakan untuk
menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal di antara para komunikator.
Divergensi terjadi ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan
antara para pembicara. Terdapat beberapa alasan mengapa orang melakukan
divergensi, pertama untuk mempertahankan identitas sosial. Contoh, individu
mungkin tidak ingin melakukan konvergensi dalam rangka mempertahankan warisan
budaya mereka. Contoh, ketika kita sedang bepergian ke Paris, kita tidak
mungkin mengharapkan orang Prancis agar melakukan konvergensi terhadap bahasa
kita. Alasan kedua mengapa orang lain melakukan divergensi adalah berkaitan
dengan kekuasaan dan perbedaan peranan dalam percakapan. Divergensi seringkali
terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam
percakapan (dokter-pasien, orangtua-anak, pewawancara-terwawancara, dan
seterusnya. Terakhir, divergensi cenderung terjadi karena lawan bicara dalam
percakapan dipandang sebagai anggota dari kelompok yang tidak diinginkan,
dianggap memiliki sikap-sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan
penampilan yang jelek.
Proses ketiga yang dapat
dihubungkan dengan teori akomodasi adalah Akomodasi Berlebihan : Miskomunikasi
dengan tujuan. Jane Zuengler (1991) dan West dan Lynn Turner (2007: 227)
mengamati bahwa akomodasi berlebihan adalah ”label yang diberikan kepada pembicara
yang dianggap pendengar terlalu berlebihan.” istilah ini diberikan kepada orang
yang walaupun bertindak berdasarkan pada niat baik, malah dianggap merendahkan.
Akomodasi bervariasi dalam hal
tingkat kesesuaian, dan norma mengarahkan proses akomodasi. Asumsi ini fokus
pada norma dan isu kepantasan sosial. Kita dapat melihat bahwa akomodasi dapat bervariasi
dalam hal kepantasan sosial. Tentu saja terdapat saat-saat ketika mengakomodasi
tidaklah pantas. Misalnya, Melanie Booth- Butterfield dan Felicia Jordan (1989)
menemukan bahwa orang dari budaya yang termarginalisasi biasanya mengharapkan untuk
mengadaptasi (mengakomodasi) orang lain. Norma telah terbukti memainkan peranan
dalam teori Giles (Gallois &Callan, 1991). Norma adalah harapan mengenai
perilaku yang dirasa seseorang harus atau tidak harus terjadi di dalam sebuah
percakapan. Hubungan antara norma dan akomodasi diperjelas oleh Cynthia Gallois
dan Victor Callan (1991): “norma-norma memberikan batasan dalam tingkatan yang bervariasi...terhadap
perilaku akomodatif yang dipandang sebagai hal yang diinginkan dalam sebuah
interaksi.
2.3.1 Communication
Accomodation Theory
ketika
dua orang saling berbicara, mereka seringkali meniru pembicaraan dan perilaku satu sama lain. Seringkali, kita akan berbicara kepada orang lain dengan bahasa yang
sama dengan kita, bertindak-tanduk mirip,
dan bahkan berbicara dengan kecepatan yang sama. Kita, sebagai gantinya, juga akan merespons dalam
cara yang sama kepada lawan bicara kita.
Di sisi lain, ketika kita berbicara dengan orang yang berbeda berdasarkan kelompok atau budaya, kita akan
berusaha untuk menghindari menggunakan bahasa-bahasa
dan jargon yang unik. Untuk menghadapi perbedaan tersebut kita akan menyesuaikan gaya komunikasi kita. Adaptasi ini adalah inti
dari teori Communication
Accomodation Theory yang
diformulasikan oleh Howard Giles.
Tujuan inti dari Communication Accomodation Theory adalah untuk menjelaskan cara-cara dimana orang-orang yang berinteraksi
dapat mempengaruhi satu sama lain
selama interaksi. Communication Accomodation Theory berfokus pada premis bahwa ketika pembicara berinteraksi,
mereka menyesuaikan pembicaraan,
pola vokal, dan/atau tindak tanduk mereka untuk mengakomodasi orang lain. Komunikasi
merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Identitas seseorang dibentuk saat berinteraksi
sosial dengan orang lain. Orang
tersebut mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa
identitas dengan cara orang lain
mengekspresikan diri dan merespons orang lain (Littlejohn dan Foss, 2009). Pada awalnya kita membawa
identitasnya masing masing dalam
berkomunikasi, namun seiring dengan adanya berbagai reaksi dari individu atau kelompok luar maka, kita akan berusaha untuk mengakomodasi baik secara sadar maupun
tidak. Communication accomodation
theory berawal pada tahun 1973, ketika Giles
pertama kali memperkenalkan pemikiran mengenai model “mobilitas aksen”, yang didasarkan pada berbagai
aksen yang dapat didengar dalam situasi
wawancara. Banyak dari teori dan penelitian yang yang mengikuti tetap
2.3.1 Cara
beradaptasi menurut communication accomodation theory Communication
accomodation theory
menyatakan
bahwa dalam percakapan atau interaksi setiap orang memiliki pilihan. Mereka
mungkin menciptakan komunitas percakapan yang melibatkan penggunaan bahasa atau
sistem noverbal yang sama, mereka mungkin akan membedakan diri mereka dari
orang lain, atau mereka akan berusaha terlalu keras untuk beradaptasi. Pilihan-pilihan
ini diberi nama covergence, divergence, dan overaccomodation.
2.3.2 Convergence
Giles,
Nikolas Coupland, dan Justine Coupland (1991) mendefinisikan convergence sebagai ”strategi dimana
individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif
satu sama lain”. Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan
bicara,
jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainnya. Ketika
orang melakukan convergence, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai
tuturan atau perilaku orang lainnya. Selain persepsi mengenai komunikasi orang
lain, convergence juga didasarkan pada ketertarikan. Ketertarikan merupakan
istilah yang luas dan mecakup beberapa karakteristik lainnya seperti kesukaan,
karisma dan kredibilitas. Giles dan Smith (1979) percaya bahwa beberapa faktor
mempengaruhi ketertarikan kita terhadap orang lain – misalnya, kemungkinan akan
interaksi berikutnya, kemampuan untuk berkomunikasi, dan perbedaan status antar
komunikator. Memiliki keyakinan yang sama, kepribadian yang sama, atau berperilaku
dalam cara yang sama menyebabkan orang tertarik satu sama lain dan sangat
mungkin untuk mendorong terjadinya convergence. Sejarah hubungan antara
komunikator juga merupakan isu yang penting dalam convergence. Misalnya
penelitian Richard Street (1991) mengindikasikan bahwa para dokter berbeda
dalam pola convergence mereka dengan pasien yang baru muncul pertama kali
dengan pasien yang telah datang berulang kali. Ia mengingatkan bahwa perbedaan
dalam convergence dapat dijelaskan dengan melihat pada peran tradisional dari
dokter dan pasien dan juga adanya jarak waktu antara kunjungan berikutnya.
Biasanya, ketika para komunikator saling tertarik, mereka akan melakukan
convergence dalam percakapan.
2.3.3 Divergence
Akomodasi
adalah proses yang opsional dimana kedua komunikator memutuskan untuk mengakomodasi, salah satu atau tidak keduanya.
Giles (1980) percaya bahwa pembicara
terkadang menonjolkan perbedaan verbal dan
non verbal di antara diri mereka sendiri dan orang lain. Proses kedua yang dihubungkan dengan teori akomodasi ini
adalah divergence. Divergence ini sangat
berbeda dengan convergence dalam hal bahwa ini merupakan proses disosiasi. Alih-alih menunjukkan
bagaimana dua komunikator mirip dalam hal
kecepatan bicara, tindak tanduk atau postur, divergence adalah ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan
persamaan antara para pembicara. Dengan kata lain, dua orang berbicara dengan
satu sama lain tanpa adanya kekhawatiran mengenai mengakomodasi satu sama lain.
Divergence belum menerima banyak perhatian dalam hal penelitian seperti
convergence. Dan karenanya pengetahuan kita mengenai proses ini terbatas pada
beberapa klaim mengenai fungsinya dalam communication accomodation theory. Pertama,
divergence tidak boleh disalah artikan sebagai suatu cara untuk tidak sepakat
atau tidak memberikan respons pada komunikator yang lain. Divergence tidak sama
dengan ketidakpedulian. Ketika orang melakukan divergence, mereka memutuskan
untuk mendisosiasikan diri mereka dari komunikator dan percakapan tersebut.
Alasan-alasan untuk melakukan divergence dapat bervariasi. Divergence merupakan
salah satu cara bagi para anggota komunitas budaya yang berbeda untuk
mempertahankan identitas sosial. Giles dan koleganya (1987) mengamati bahwa ada
peristiwa dimana orang, yaitu kelompok ras dan etnis secara sengaja menggunakan
bahasa mereka atau gaya bicara sebagai taktik simbolis untuk untuk
mempertahankan identitas, kebanggan budaya dan keunikan mereka. Alasan kedua
mengapa orang melakukan divergence berkaitan dengan kekuasaan dan perbedaan
peranan dalam proses komunikasi.
Divergence
seringkali terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan kekuasaan diantara
para komunikator dan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam proses
komunikasi tersebut (dokter-pasien, orangtua-anak, dan lain lain). Terakhir,
walaupun tidak sesering alasan-alasan yang telah disebutkan sebelumnya,
divergence cenderung terjadi karena lawan bicara dalam percakapan dipandang
sebagai “anggota dari kelompok yang tidak diinginkan, dianggap memiliki
sikap-sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan penampilan yang jelek”
(Street & Giles, 1982). Giles dan koleganya (1987) menyatakan bahwa
divergence digunakan untuk mengontraskan citra diri dalam suatu percakapan.
2.3.4 Overaccomodation
Cara
terakhir untuk beradaptasi adalah overaccomodation. Jane Zuengler (1991)
mengamati bahwa overaccomodation adalah “label yang diberikan kepada pembicara
yang dianggap pendengar terlalu berlebihan. Istilah ini diberikan kepada orang
yang, walaupun bertindak berdasarkan niat yang baik malah dianggap merendahkan.
Contohnya adalah ketika kita berbicara kepada manula yang pendengarannya kurang
baik, kita akan berusaha untuk berbicara dengan suara yang keras dan mengulang
kata-kata yang kita bicarakan, hal ini belum tentu diterima dengan baik oleh
orang yang bersangkutan. Overaccomodation dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu
:
1.
Sensory overaccomodation terjadi ketika seorang pembicara beradaptasi secara
berlebihan pada lawan bicaranya yang dianggap terbatas dalam hal tertentu.
Batasan dalam hal ini merujuk pada keterbatasan linguistik atau fisik.
2.
Dependency overaccomodation terjadi ketika seorang pembicara secara sadar atau
tidak sadar menempatkan pendengar dalam peranan status yang lebih rendah, dan
pendengar dibuat tampak tergantung pada pembicara. Dalam tipe ini, pendengar
juga percaya bahwa pembicara mengendalikan percakapan untuk menunjukkan status yang
lebih tinggi.
3.
Intergroup overaccomodation yang terjadi ketika pembicara melibatkan pendengar
ke dalam kelompok tertentu, dan gagal untuk memperlakukan tiap orang sebagai
seorang individu. Inti dari akomodasi berlebihan jenis ini adalah stereotip,
dan dapt muncul dampak yang sangat parah. Walaupun mempertahankan identitas ras
dan etnis adalah hal yang penting, identitas individual juga sama pentingnya.
Overaccomodation
biasanya menyebabkan pendengar untuk mempersepsikan diri mereka tidak setara. Terdapat
dampak yang serius dari hal ini, termasuk kehilangan motivasi untuk mempelajari
bahasa lebih jauh,
2.4.1 Kritik
Terhadap Communication Accomodation Theory
Menurut
West & Turner (2008) kekuatan teori ini mungkin dapat menjadi cukup signifikan karena teori ini telah sedikit
memunculkan kritik ilmiah. Namun
beberapa kekurangan berhubungan dengan kemungkinan pengujian dari konsep-konsep yang ada telah ditemukan. Singkatnya
beberapa ilmuwan menyatakan bahwa
beberapa fitur utama dari teori ini mengharuskan adanya penelitian lebih jauh. Jude Burgoon, Leesa Dillman, dan
Lesa Stern (1993), misalnya,
mempertanyakan bingkai convergence-divergence yang dikemukakan oleh Giles. Mereka percaya bahwa percakapan terlalu
kompleks untuk direduksi ke dalam
proses-proses ini. Mereka juga menantang pemikiran bahwa akomodasi orang dapat dijelaskan dengan hanya dua praktik.
Misalnya, apakah yang terjadi
apabila orang melakukan baik convergence maupun divergence dalam sebuah percakapan? Apakah terdapat konsekuensi
bagi pembicara? Atau para pendengar?
Pengaruh apa, jika ada, yang dimainkan oleh
ras dan etnis seseorang dalam proses yang berkesinambungan ini? Seseorang juga mungkin menanyakan
apakah teori ini mengakui kjonflik antara
komunikator, teori ini juga berpijak pada standar konflik yang rasional. Dalam tulisan-tulisan awalnya,
mengenai teori ini, Giles menantang para
peneliti untuk menerapkan communication accomodation theory melintasi waktu hidup dan dalam latar budaya
yang berbeda. Sejauh ini, sarannya telah
diperhatikan. Penelitiannya telah memperluas pemahaman kita mengapa percakapan begitu rumit. Melalui
convergence, Giles memberikan penerangan
pada mengapa orang beradaptasi dengan orang lain dalam interaksi mereka. Melalui divergence, kita dapat memahami
mengapa orang cenderung untuk mengabaikan strategi mengadaptasi. Ia (Giles)
telah mempelopori teori yang telah membantu kita untuk memahami dengan lebih
baik budaya dan keberagaman yang ada di sekitar kita
2.5.1 Computer
Mediated Communication (CMC)
Media
dalam berkomunikasi terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi, alat untuk
berkomunikasi juga terus berubah. Muncullah Computer Mediated Communication
(CMC) sejak komputer digital elektronik pertama ditemukan (Perang Dunia
II). Meski awalnya komputer tidak digunakan sebanyak dan sesering sekarang.
Sekitar tahun 1990, komputer mulai menjamur di masyarakat dan
muncullah istilah Computer Mediated Communication karena orang-orang
mulai mengenal website, email, dan internet pada saat itu. Computer
Mediated Communication (CMC) adalah segala bentuk komunikasi manusia
yang didapatkan atau dibantu oleh teknologi komputer
(Thurlow,Crispin. 2000 : 15). John December (1997) dalam buku Computer
Mediated Communication : Social Interaction and The Internet, mendefinisikan
CMC sebagai proses komunikasi manusia yang menggunakan komputer melibatkan
orang, disituasikan dalam berbagai konteks, serta melibatkan
proses-proses untuk membentuk media dengan tujuan yang beraneka ragam. Selain
itu, komunikasi dengan media komputer (CMC) dapat didefinisikan juga
sebagai transaksi komunikasi yang terjadi lewat dua buah atau lebih komputer
yang berhubungan. Contohnya seperti chatting, instant messaging, SMS (Short
Message Service), dan email. Meski bentuk komunikasi dengan
media komputer hampir mirip dengan komunikasi menggunakan media, ada
beberapa hal yang membedakan bentuk komunikasi tersebut. Mediated
Communication adalah bentuk komunikasi yang menggunakan medium apapun
untuk menyampaikan pesan. Baik lewat kertas atau surat pun sudah
tergolong Mediated Communication. Sedangkan bila kita menyampaikan pesan lewat
suatu medium berupa komputer (alat digital elektronik), seperti
komputer, handphone, pager, faksimili, komunikasi yang kita lakukan tergolong Computer
Mediated Communication. Perbedaannya hanya terdapat pada bentuk dan
karakteristik mediumnya. Contohnya untuk Mediated Communication, kita bisa
mengungkapkan perasaan kita lewat surat. Tetapi si komunikan tidak dapat
melihat bahasa tubuh maupun komunikasi non verbal lain dari komunikator. Jika
kita berkomunikasi lewat media komputer, contohnya Skype. Skype merupakan suatu
aplikasi yang memiliki fasilitas video call. Komunikator dan komunikan dapat
saling berkomunikasi sambil melihat ekspresi wajah serta bahasa tubuh lainnya
secara langsung. Beberapa fasilitas untuk berkomunikasi lewat media komputer
telah ditawarkan pada masyarakat. Semakin berkembang teknologinya, semakin banyak
pula jumlah yang ditawarkan. Layanan seperti email (Yahoo! Groups, MSN Groups),
chatting (Yahoo Messanger, MSN), forum hobi di website (Flickr, deviantART,
Gather.com, Tumblr), jejaring sosial (Facebook, Twitter, MySpace, Multiply),
situs video hosting seperti YouTube, Vimeo, Metacafe, Hulu, dan lain-lain.
Lewat berbagai fasilitas yang ditawarkan, para pengguna dapat berkomunikasi
satu sama lain lewat situs-situs tersebut. Situs video hosting seperti YouTube
memberikan fasilitas untuk memberikan komen pada video tersebut dan
mengakibatkan adanya interaksi antar pengunjung situs YouTube. Situs seperti
Flickr menyediakan grup-grup aktif dimana para pengguna dapat berinteraksi dan
membagikan banyak hal lewat foto. Selain fasilitas diatas, dunia game virtual
termasuk salah satu fasilitas untuk berkomunikasi lewat media komputer. Jumlah
online game yang saat ini mencapai ratusan memiliki potensi besar untuk menjadi
media dalam berkomunikasi.
Computer
Mediated Communication (CMC) menjadi menarik karena di era digital seperti
sekarang ini (tahun 2011), manusia seperti sudah terbiasa hidup berdampingan
dengan teknologi. Seakan-akan teknologi sudah menjadi kebiasaan hidup
sehari-hari. Teknologi yang dapat memudahkan segala aktivitas manusia lama kelamaan
menjadi budaya dan kebiasaan. Apalagi, teknologi bersifat dinamis dan terus
berkembang dalam jangka waktu tertentu. Tentu saja teori Computer Mediated
Communication(CMC) dapat bergerak secara dinamis pula. Merupakan hal yang
menarik untuk menyusuri perkembangan teori Computer Mediated Communication
(CMC). Teori Computer Mediated Communication (CMC) terus berkembang baik dalam
bidang akademis maupun penggunaan secara nyata. Pada awalnya, saat komputer
personal (PC) menjamur di tahun 1990an, para akademisi tertarik untuk meneliti
interaksi manusia-komputer. Salah satu indikator bahwa Computer Mediated
Communication (CMC) berkembang dan banyak didiskusikan oleh para ahli, yaitu
dapat dilihat dari journal of Computer- Mediated-Communication yang temanya perdagangan
elektronik, hukum dalam perbatasan elektronik, organisasi virtual, jurnalisme
online, kesehatan dan media terkini, dan lain sebagainya. Pada prakteknya,
Computer Mediated Communication (CMC) menjadi bagian dari Komunikasi
Interpersonal, dapat mempengaruhi kebiasaan, tingkah laku, dan keadaan
psikologi manusia. Tidak hanya teori saja, tetapi bahkan praktek dan kegiatan
nyata juga dibahas para ahli. Sementara itu dalam keseharian kita juga terus
menggunakan teknologi tersebut. Mulai dari mengirim pesan lewat SMS, email,
hingga melakukan teleconference dan video call. Manusia bisa menjadi bagian
dari Computer Mediated Communication (CMC) dan terus berinteraksi tanpa
dibatasi ruang ataupun waktu. Dengan perkembangan CMC inilah, komunikasi antar
budaya terjadi dengan intens. Seperti dalam dunia game virtual, sebagai salah
satu bagian dari CMC, komunikasi antar player yang berasal dari negara berbeda terjadi
secara realtime. selain itu dalam dunia game virtual para pemain tidak hanya
dapat melakukan komunikasi secara verbal, melainkan juga non verbal melalui
tindakan atau perilaku mereka dalam dunia virtual tersebut. Dalam melakukan
interaksi, para player tersebut membawa serta identitasnya masing-masing, baik
itu nasional, etnis, gender, ras dan lain-lain.
2.5.2 Multiplayer
Game Online Sebagai Bagian dari CMC
Seiring
berjalannya waktu game komputer turut berkembang, banyak fitur-fitur dan aspek
baru yang diperkenalkan. Tiap genre game memiliki beberapa fitur, gaya dan
tujuan bagi pemainnya. Genre petualangan, role- playing dan first-person action
kebanyakan menitikberatkan kepada jalan cerita atau plot dalam bentuk - bentuk
singleplayer, dalam bentuk multiplayer sisi cerita ini sedikit dikurangi.
Dalam
game multiplayer, elemen komunikasi antar pemain diperkenalkan. Bentuk
komunikasi lain tetap ada, seperti pemain – NPC tetap sama seperti pada game
singleplayer. Dalam beberapa game multiplayer, interaksi antar pemain dapat
menjadi konten utama dalam gameplay. Sehingga mengurangi beban dari para
produser game untuk menciptakan plot yang ebagus mungkin, dan lebih mengarahkan
bagaimana para pemain dapat berkomunikasi satu sama lain untuk meningkatkan
pengalaman bermain dalam game tersebut. Komunikasi antar pemain dapat terjadi
in-game maupun out-game (Wiklund, 2005). Komunikasi out-game dapat terjadi
dalam web-based forum game itu sendiri. Dalam komunikasi out-game berbagai
informasi terkait game online tersebar, termasuk topik seperti tips, strategi,
dan kode-kode yang memunculkan fitur tersembunyi dalam game (cheat). Terkadang
komunikasi antar pemain membutuhkan kombinasi antara komunikasi in-game dan
out- game. Komunikasi in-game dapat terjadi tidak hanya ketika para pemain menggunakan
kepribadian karakter dalam game, tetapi dapat juga menggunakan kepribadian
pemain itu sendiri. Komunikasi in-game sendiri dapat dibagi menjadi komunikasi
in-character dan out-character. Komunikasi in-character terjadi apabila mengikuti
gameplay dari suatu game, dimediasikan melalui karakter pemain, dan biasanya
menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan dalam game yang sedang
dilakukan (hunting, quest, farming, dan lain-lain). Komunikasi
out-character juga dapat terjadi dalam game, dimana para pemain tidak membahas
hal-hal yang tidak berhubungan dengan game yang dimainkan. Dalam genre game
yang bergantung kepada suasana dan kepribadian karakter dalam game, seperti
game Point Blank komunikasi out-character ini cenderung
dihindari karena memiliki efek negatif terhadap suasana dan alur permainan.
Dalam game bergenre action dimana jumlah pemain lebih sedikit dan alur yang
lebih cepat, komunikasi antar pemain dapat menjadi kunci permainan. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Wright (2008) “The meaning of playing Counter-Strike is not
merely embodied in the graphics or even the violent game play, but in the
social mediations that go on between players through their talk with each
other”. Dengan adanya komunikasi antar pemain secara real-time, game multiplayer
memenuhi kriteria sebagai Networked Virtual Envronments, atau Net-ves
sebagaimana didefinisikan oleh Singhal dan Zyda (2009) : “1) A shared sense of
space, 2) A shared sense of presence, 3) A shared sense of time, 4) A way to
communicate, and 5) A way to share”. Memainkan game online dimana komunikasi
terjadi secara intensif dapat menjadi pekerjaan yang menyita waktu, dengan
dilakukan beberapa jam dalam seminggu. Sebuah survei yang dilakukan oleh
Egenfelt – Nielsen menunjukkan bahwa 70.91% memainkan game online sebanyak
kurang lebih 6 dalam seminggu, 46.94% bermain kurang lebih 12 jam dalam
seminggu. Dan sekitar 17.24% bermain kurang lebih 24 jam dalam seminggu. Game
online dan multiplayer memungkinkan pemainnya untuk berkomunikasi dan
berkolaborasi dalam sesi game yang berjalan non-stop. Baik itu mengenai saling
tembak satu sama lain dengan rocket launcher dan berbagai senjata lainnya,
ataupun mengadakan pernikahan virtual, tema utama dalam game multiplayer adalah
kebersamaan. Pemainnya mungkin memiliki berbagai alasan yang berbeda untuk
bermain game-game tersebut, tetapi pada intinya mereka ingin bermain dengan
atau melawan pemain lainnya. Tingkat dukungan komunikasi dalam game sangatlah
bervariasi. Banyak diantaranya mendukung textual chatting, beberapa diantaranya
menghadirkan communicative gesture, sebagian lainnya hanya fokus pada bentuk
interaksi yang fokus pada action dan goal-oriented. Tetapi beberapa pemain
mencoba untuk mengatasi batasan-batasan tersebut dengan menggunakan dukungan komunikasi
eksternal (piranti lunak VoIP, yang memungkinkan para pemain untuk melakukan
percakapan secara oral) atau bahkan mengatur permainan dalam mode LAN (semua
pemain berada dalam satu ruangan). Dari pemaparan diatas maka game multiplayer
baik online maupun LAN dapat menjadi sebuah media komunikasi, terutama bagi
para pemain dari game itu sendiri. Termasuk di dalamnya game Point Blank, dimana game tersebut
menjadi salah satu media komunikasi bagi gamer yang berasal dari seluruh dunia
maupun di Indonesia. Meskipun pengguna dari game ini tidak sebanyak world of warcraft
yang sempat mencapai kurang lebih 1 juta pengguna2, game ini diharapkan dapat
memberikan gambaran bahwa game online merupakan salah satu bagian dari media
baru dalam komunikasi.
2.6.1 Kerangka
Berfikir
Dalam
komunikasi antar budaya yang terjadi, identitas dalam realita yang dibawa oleh para pemain game
online terbawa dalam dunia virtual PB. Begitu pula sisi-sisi gelapnya, yakni
stereotip. Berbagai macam stereotip mengenai
pemain dari berbagai daerah yang bertemu pada satu tempat tidak dapat dihindari. Hal ini berhubungan dengan ketidaktahuan
kita akan orang yang berasal dari
tempat lain, untuk mendapatkan pemahaman atas orang-orang tersebut kita seringkali bergantung stereotip, yang
sayangnya terlalu disederhanakan.
Yang menjadi masalah adalah ketika stereotipe tersebut menghasilkan perilaku negatif yang seringkali merugikan
pemain lain Dalam dunia PB dimana
pemain-pemain yang berasal dari berbagai belahan dunia bertemu dalam satu waktu
yang sama, hal ini menjadi lebih jelas terlihat. Pemikiran utama dari communication accomodation theory
berpijak pada premis bahwa seorang individu baik secara sadar maupun tidak akan
berusaha untuk beradaptasi terhadap sebuah proses komunikasi yang berlangsung.
Begitu pula para pemain game online, mereka akan berusaha beradaptasi terhadap
proses komunikasi yang berlangsung dalam PB,
baik itu dalam sisi interaksi maupun dalam konteks permainan yang berlangsung. Meskipun
teori ini pada dasarnya dipergunakan pada komunikasi interpersonal yang
dilakukan tanpa media tertentu, penulis akan berusaha mencoba untuk menganalisis
komunikasi verbal dan non verbal yang berlangsung antar pemain. Asumsi teoritis
yang disebutkan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar proses interaksi dalam online game
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1 Metode penelitian
Penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan
mengeksplorasi hasil-hasil temuan di dalam penelitian. Baxter dan Babbi (2004) menjelaskan
tujuan untuk mengeksplorasi ini dipilih untuk memberikan sebuah gambaran awal
dari topik penelitian yang dilakukan dimana eksplorasi ini umumnya dilakukan
dengan tiga tujuan yaitu:
(1)
Untuk memenuhi rasa keingintahuan peneliti dan keinginan untuk memahami lebih
jauh; (2) Untuk menguji secara lebih jauh akan adanya kemungkinan dilakukannya
suatu studi ekstensif;
(3)
Untuk mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan dalam studi lanjutan. Studi
eksploratori ini cukup penting dilakukan dalam penelitian komunikasi ketika
topik yang akan diteliti merupakan sebuah topik yang baru sehingga hasil dari
penelitian ini dapat memberikan suatu ‘insight’ atas topik tersebut. Selain
eksploratori, penelitian ini akan menggunakan pula deskripsi dimana peneliti mengobservasi
dan kemudian mendeskripsikan temuan-temuan dari hasil observasinya. Penelitian
deskriptif memberikan gambaran detail yang spesifik dari sebuah situasi,
setting sosial, atau suatu hubungan (Neuman 2006). Penelitian deskriptif
terfokus pada pertanyaan “how” dan “who” sementara penelitian eksploratif pada
“what” (Neuman 2006).
Metode
penelitian dalam penelitian ini akan menggunakan studi kasus. Penggunaan studi kasus merupakan salah
satu cara yang umum digunakan dalam
penelitian kualitatif. Dengan menggunakan
studi kasus, kita dapat mempelajari
sesuatu secara analitik atau secara holistic, secara keseluruhan dengan menggunakan pengukuran berulang
atau secara hermeneutic, secara organik
atau secara kultural (Denzin dan Lincoln 2009). Sebuah kasus dapat bersifat
simple maupun kompleks. Kasus ini dapat berbentuk sebuah fungsi yang spesifik (Denzin dan Lincoln
2000) sebagaimana yang dilaporkan oleh Flood
dalam Fals Borda (1998) bahwa sebuah kasus adalah “bounded system”. Dalam ilmu sosial dan kehidupan
manusia, sebuah kasus mempunyai bagian- bagiannya
sendiri; beserta alasan- alasannya; dan
terkadang kasus ini mempunyai
bentuknya sendiri dan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi (Denzin dan Lincoln 2009). Studi kasus ini dapat digunakan
apabila suatu pertanyaan “bagaimana (how)”
dan “mengapa (why)” diajukan mengenai seperangkat peristiwa yang tidak dapat atau hampir tidak dapat
dijangkau oleh pengendalian peneliti (Yin,
1981). Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau mengintepretasi suatu kasus
(case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim, A 2001). Penelitian ini
merupakan jenis studi kasus mendalam (intrinsic case study) yang merupakan penelitian studi kasus yang dilakukan dengan
maksud untuk pertama kali dan
terakhir kali meneliti tentang suatu kasus khusus. Hal ini dilakukan tidak dengan maksud untuk menempatkan kasus tersebut mewakili dari kasus lain, tetapi lebih
kepada kekhususan dan keunikannya. Fokus
penelitian ini adalah pada kasus itu sendiri, baik sebagai lokasi, program, kejadian atau kegiatan.
Penelitian studi kasus mendalam ini memiliki prosedur kajian yang lebih terperinci kepada kasus dan kaitannya
dengan lingkungan disekitarnya
secara terintegrasi dan apa adanya. Lebih khusus lagi, penelitian studi kasus mendalam merupakan penelitian yang sangat
terikat pada konteksnya (Cresswell,
2009).
3.1.2 Metode pengumpulan data
Pengumpulan
data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dengan pemain dari game Point Blank, kriteria informan yang dipilih adalah pengguna yang menghabiskan waktu banyak untuk online di
dalam dunia game tersebut dengan
pertimbangan bahwa pemain tersebut memiliki level/Pangat yang tinggi serta
memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam
dunia game online PB. Namun tidak
tertutup kemungkinan peneliti juga akan memilih
informan yang masih terhitung awam dalam game PB. Sementara untuk mendapatkan data sekunder, akan dilakukan
observasi fitur-fitur serta
interaksi yang ada dalam game online Point
Blank (PB). Observasi yang dilakukan berbentuk participant observation,
dimana peneliti akan masuk ke dalam
dunia virtual Point Blank dengan membuat
Akun sendiri dan ikut bermain dengan
para informan yang dipilih. Observasi
akan dilakukan selama peneliti mengerjakan tesis ini karena peneliti sendiri sebagai salah satu pemain game
PB telah memiliki akun/Username dalam
game tersebut. Berbagai interaksi yang terjadi baik dalam bentuk tindakan maupun percakapan merupakan
hal yang penting dalam penelitian ini,
karena berbagai interaksi tersebut diharapkan mampu untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana
dan seperti apa saja stereotip yang terbentuk
dalam proses interaksi antar pemain. Selain itu peneliti akan melakukan studi dokumen publik/resmi
serta menggunakan Chat History dalam
game, apabila penulis menemukan komunikasi/percakapan yang dapat dikategorikan sebagai data penelitian.
3.1.3 Metode Analisis data
Dalam
menganalisa data, coding merupakan cara yang umum digunakan di dalam
menganalisa data penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan oleh Kathy
Charmaz (1983) “coding, the initial phase of the analytic method, is simply
process of categorizing and sorting data. Codes then serve as shorthand device
to label, separate, compile, and organize data”. Proses coding ini terdiri dari
7 langkah umum (Baxter & Babbie 2004:366-370) yaitu menentukan pertanyaan
yang akan dicari di dalam penelitian, menyatukan data tekstual, membangun
sebuah kategorisasi, menambal lubang dari data, mengecek kembali, menemukan
contoh untuk mengilustrasikan data, dan mengintegrasi kategori. Pada penelitian
ini peneliti akan melakukan narasi terhadap hasil dari observasi serta
melakukan koding data terhadap temuan-temuan yang di dapat dari online game PB.
Koding data akan dilakukan melalui empat langkah dasar (Baxter & Babbie
2004) yaitu open coding, axial coding, process analysis, dan selective coding. Open
coding adalah sebuah proses dari memecah data, memeriksa membandingkan,
mengkonseptualisasi, dan mengkategorisasikan data (Straus & Corbin
1990:61). Tahap selanjutnya adalah axial coding yaitu proses yang melibatkan
usaha untuk lebih memahami fenomena dengan melihat pada kondisi yang
melatarbelakangi, konteks yang mengikuti, kondisi-kondisi yang menghambat yang
dapat mempengaruhi respon pada fenomena yang diteliti sehingga pada tahap ini
terjadi proses pengidentifikasian properti-properti dan dimensi. Setelah axial
coding, peneliti melanjutkan pada tahap proses analisa yang didefinisikan
sebagai menghubungkan bagian-bagian dari aksi/interaksi sebagaimana hal-hal
tersebut relevan terhadap fenomena yang diteliti. Tahap terakhir adalah
selective coding dimana data yang sudah memiliki sistem elaborasi dari
kategori-kategori data dan sudah mengorganisasikan kategori-kategori tersebut
menjadi sebuah kerangka fenomena yang sebab- akibat, konteks, kondisi,
penghambat aksi/interaksi, konsekuensi tersebut dianalisa secara menyeluruh
sehingga menghasilkan narasi deskriptif tentang fenomena utama dari studi yang
dilakukan.
3.1.4 Keabsahan data penelitian
Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bersifat alamiah, karena itu di dalam penelitian ini keabsahan data
harus juga diperhatikan. Yvonna Licoln dan
Egon Guba (1985) memberikan daftar klasik dari kriteria dimana trustworthiness dari penelitian
kualitatif dikembangkan. Kriteria dari trustworthiness
ini adalah credibility, dependability, confirmability, dan transferability. Kredibilitas
penelitian dapat dilihat dari pertanyaan apakah kesimpulan dari studi yang dilakukan membunyikan sebuah kebenaran pada obyek
yang diteliti. Peneliti kualitatif berharap bahwa hasil dari penelitiannya akan
membawa reaksi “ya, itu betul, tapi tidak pernah terpikirkan oleh saya” kepada pembacanya.
Untuk itu peneliti menyajikan metodologi
penelitian yang digunakan, hasil analisa dari peneliti, referensi yang
digunakan oleh peneliti serta lampiran data-data yang di dapat oleh peneliti
selama penelitian ini berlangsung seperti hasil interaksi yang terdapat pada
berbagai channel chat, ruang guild, serta berbagai tempat dalam dunia game
online PB. Dan selain itu, peneliti juga ikut melampirkan hasil wawancara
dengan pemain game PB sebagai pemenuhan kredibilitas penelitian. Dalam
penelitian kualitatif peneliti percaya bahwa realitas selalu dikonstruksi oleh
aktor-aktor sosial dan karena itu dapat diberubah. Untuk membuat penelitiannya
dependable seorang peneliti kualitatif harus membuat penelitiannya dimungkinkan
untuk dilakukan external check untuk memeriksa proses dari studi yang
dilakukan. External check harus membuat proses-proses yang dilakukan oleh
peneliti menjadi dapat diikuti, dalam arti ketika seseorang yang membaca suatu
penelitian dapat mengetahui bagaimana peneliti berpijak dari poin A ke poin B
lalu ke poin C dalam proses intepretasinya. Ketika seorang peneliti semakin
lama semakin dalam mempelajari suatu fenomena maka pemahamannya akan fenomena
tersebut pun akan semakin dalam dan hal ini yang membuat analisa yang
dihasilkannya pun akan selalu mengalami perubahan atau semakin berkembang Kriteria
yang ketiga adalah confirmability atau kemampuan untuk dikonfirmasi. Bila
penelitian kuantitatif membicarakan tentang validitas, maka peneliti kualitatif
berbicara mengenai confirmability. Tidak seperti peneliti kuantitatif yang
melihat bahwa realitas adalah objektif sehingga dapat dilakukan pengukuran
secara universal, peneliti kualitatif mempercayai akan adanya multiple
subjective realities. Karena itu yang penting bagi peneliti kualitatif adalah
melihat apakah kesimpulan penelitian adalah hasil dari fenomena yang diteliti
dan bukannya menitik beratkan pada bias dari sang peneliti. Perbedaan antara dependability
dan confirmability adalah dependability menelusuri alur pemahaman peneliti
untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu masuk
akal. Sedangkan confirmability melihat pada apakah kesimpulan dari data yang
dimiliki oleh peneliti sudah masuk akal. Kesimpulan yang didapatkan dari
penelitian ini dihasilkan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
oleh peneliti. Kriteria yang terakhir adalah transferability. Kewajiban dari peneliti
kualitatif adalah untuk memberikan deskripsi secara detail dari sebuah setting atau
grup yang diteliti—atau apa yang umum disebut sebagai “thick description”
(Gerts, 1973). Bila peneliti dapat memberikan thick description maka pembaca
dapat memutuskan apakah dan bagaimana analisa dari peneliti relevan terhadap
diri pembacanya. Untuk itu peneliti kualitatif harus menyediakan detail yang
mencukupi sehingga pembaca dapat membuat keputusan mengenai pengaplikasian
temuan ditempat lain dalam konteks atau kelompok yang berbeda. Penejelasan yang
diberikan oleh peneliti sehubungan dengan konsep-konsep yang digunakan,
metodologi penelitian yang dilakukan, data-data yang dikumpulkan,
lampiran-lampiran yang dicantumkan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan
detail-detail yang diperlukan sehingga dapat diaplikasikan pada penelitian
lainnya.
3.2.1 Keterbatasan penelitian
Sebagaimana
penelitian-penelitian lainnya, penelitian ini juga memiliki keterbatasan -
keterbatasan dalam prosesnya, selain dari keterbatasan dari peneliti sendiri
yang kurang pengalaman serta pengetahuan, terdapat pula keterbatasan-keterbatasan
lainnya, yaitu :
1.
Terbatasnya akses dari peneliti, dimana avatar peneliti masih lemah
dibandingkan para informan yang memiliki Senjata yang jauh lebih kuat. Sehingga para pemain
lain seringkali tidak mengakui Persenjataan peneliti, sehingga mengakibatkan
peneliti agak sulit untuk mendapatkan data dari proses observasi.
2.
Dalam dunia game online, terdapat berbagai tempat berbeda, dimana di
masing-masing tempat tersebut seringkali terjadi interaksi yang berbeda pula,
namun peneliti akan berusaha untuk mendapatkan data sebanyak mungkin dengan
berkeliling dalam dunia game online tersebut.
3.
Penggunaan sarana Yahoo!! Messenger sebagai media dalam proses wawancara,
mengakibatkan penulis tidak dapat melihat secara langsung informan.
3.2.2 Deskripsi
karakter game Poin Blank
Point
Blank, sebuah Online First Person Shooting Game dengan tingkat realistik
tinggi. Game ini mulai diperkenalkan di Indonesia pada April 2009 dan tidak
lama langsung menjadi salah satu game favorit. Sebutan untuk pemain/karakter
dalam game ini adalah :
Gambar Acid Pool (Paul) Sumber: http://pb.nfinity-games.com
Lulus sebagai polisi terbaik dari University
of Elite Police dan mempunyai pembawaan yang cool. Akan tetapi karena gaya
bicaranya yang lucu maka dia diberikan nickname “Acid Pool” oleh teman-temannya
Setelah lulus dia kemudian mendaftar untuk menjadi polisi. Karena mempunyai
kemampuan yang tinggi dan selalu memiliki taktik yang baik, dia kemudian
ditugaskan untuk bergabung dengan CT-FORCE. Untuk membuktikan loyalitas dan
kepercayaanya kepada pemerintah, dia siap untuk melawan Free Rebels yang
semakin merajalela.
Gambar Keen Eyes (Ayse) (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Merupakan
keturunan campuran antara penduduk asli dan pendatang. Dia mempunyai kemampuan
yang tinggi dan merupakan salah satu pimpinan dari kepolisian. Karena alasan
ini CT-FORCE berniat untuk mengajaknya bergabung. Karena merupakan keturunan
campuran dan memiliki mata yang tajam maka teman-temannya menjulukinya “Keen
Eyes”. Merupakan satu-satunya keturunan campuran di kepolisian.
Gambar Leopard (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Pada usia 17
tahun dia melakukan imigrasi ke United States bersama dengan seluruh
keluarganya. Karena merupakan keturunan Asia dia selalu diganggu oleh teman
sekolahnya. Setelah lulus dari universitas pada 22 tahun dia langsung mendaftar
untuk menjadi U.S Army. Pada usia 24 tahun dia sudah menjadi anggota dari Green
beret special force. Dia kemudian mendapatkan pangkat Sergeant pada usia 33
tahun. Setelah itu, dia kembali ke tempat kelahirannya untuk menikmati hidup.
Tidak lama kemudian terdengar kabar bahwa pemerintah pusat ingin merekrut semua
prajurit yang handal untuk membentuk team melawan para terroris yang semakin
merajalela. Team tersebut dinamakan Ct-FORCE. Green beret mendapatkan perintah
untuk mencari seseorang yang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk bergabung
dengan CT-FORCE melawan teroris. Pada saat bergabung dengan CT-FORCE dia
mendapatkan panggilan “Leopard”.
Hyde (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Dia lahir di Inggris, kedua
orangtuanya merupakan mantan prajurit di Tokyo. Pada usia 19 tahun dia
mendaftarkan diri untuk menjadi infantry pada British Army. Menginjak usia 22
tahun dia menjadi prajurit yang paling terkenal di British Army karena memiliki
taktikal support dan kemampuan yang tinggi. Di usia 26 tahun dia mendapatkan
pertempuran yang keras, sehingga menimbulkan luka pada wajahnya. Karena
kemampuan dan pengalamannya CT-FORCE tertarik untuk merekrut dirinya Karena
berasal dari negara asing dia diberikan nickname “Hyde”. Akan tetapi karena
sifatnya yang penyendiri dia kurang dapat bergaul dengan sesamanya dalam
CT-FORCE Dengan potongan rambut yang pendek dan hitam serta bekas luka pada
wajahnya, membuat dia terlihat sangat dingin.
Red Bulls (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Karena hanya seorang imigran dia
tinggal di desa kecil bersama orang tuanya.dan imigran lainnya. Dia juga
merupakan pemain bola yang hebat. Sesaat setelah menerima gelar MVP pada
kejuaraan sepak bola, dia mendengar kabar bahwa kedua orangtuanya terbunuh pada
saat mempertahankan desa mereka dari pemerintah yang ingin menghancurkan desa
tersebut. Dia segera pulang ke desanya, akan tetapi dia hanya menemukan desanya
yang telah hancur lebur. Hatinya penuh dengan amarah dan kebencian kepada
pemerintah. Kemudian dia bergabung dengan Free Rebels untuk membalaskan kematian
orang tuanya. Memiliki fisik seorang pemain bola dan mempunyai mata yang tajam
seperti banteng membuat teman-temannya di Free Rebels memanggilnya “Red Bulls”
Tarantula(Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Dia terlahir di keluarga imigran.
Kehilangan kedua orang tuanya pada waktu kecil karena kecelakaan, kemudian
diadopsi oleh keluarga lain. Hari demi hari dilalui di keluarga barunya. Akan
tetapi sifat rasis dari ayah angkatnya semakin lama semakin besar dan
memperlakukan dirinya secara kasar. Suatu hari dia menemukan revolver di
lemari, kemudian dia mengambil revolver itu dan menembakkanya ke dada ayah
angkatnya. Akibat insiden ini dia dimasukkan ke dalam penjara. Dalam penjara
dia sering dipanggil dengan sebutan “Tarantula”. Setelah beberap tahun dia
bebas dari penjara.Kemudian dia mendengar kabar bahwa para imigran selalu
mendapatkan diskriminasi, hal ini membuatnya sangat marah. Kemudian dia
memustuskan untuk bergabung dengan Free Rebels.
D-Fox(Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Kedua orang
tuanya berasal dari Timur Tengah dan Asia. Meskipun campuran dia memiliki fisik
yang baik. Pada usia 20 tahun dia telah menjadi Lieutenant dan telah melakukan
banyak misi khusus. Pada usia 25 tahun dia telah menjadi Team leader. Dia
terkenal karena tidak pernah meninggalkan jejak di setiap pertempuran. Di usia
26 tahun dia telah menjadi seorang Army Ranger. Tidak lama setelah itu dia
mendapatkan suatu tugas rahasia dari pemerintah. Akan tetapi karena ada
kesalahan informasi dari pemerintah, seluruh anggota teamnya terbunuh.
Pemerintah melimpahkan semua kesalahan kepada dirinya atas kejadian itu. Tidak
terima perlakuan pemerintah, dia kemudian memberontak dan bergabung dengan Free
Rebels Untuk mengenang dan menghormati teman-temannya yang telah terbunuh di
medan perang dia kemudian menamai dirinya Desert Fox, yang kemudian disingkat
menjadi “D-Fox”. Pada suatu misi dia tidak sempat untuk melarikan diri sebelum
bomb yang dipasang meledak, sehingga tanganya terluka. Oleh karena itu dia
selalu menggunakan sarung tangan.
Viper Red(Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Dia mengikuti jejak ayah angkatnya
yang berasal dari Perancis untuk menjadi seorang bodyguard. Kemampuan bertarung
dan daya tahan tubuhnya telah ditempa dengan baik dari waktu kecil. Dia
diadopsi oleh seseorang dari negara lain 25 tahun yang lalu, karena ibunya akan
menjalankan suatu misi rahasia. Sekarang dia berusaha untuk mencari dan menemui
ibunya kembali. Dia kemudian mendapatkan kabar bahwa ibunya adalah seorang Free
Rebels dan telah terbunuh oleh pemerintah pada saat pertempuran demi melindungi
imigran dari Amerika Latin. Mendengar itu dia kemudian memutuskan untuk
bergabung dengan Free Rebels untuk membantu para imigran yang tertindas dan
membalaskan dendam ibunya. Tidak seperti wanita yang lainnya. Dia mempunya
kecepatan yang tinggi dan kekuatan yang besar. Dia juga ahli dalam menyusun
taktik dan selalu bergerak licin seperti ular pada saat di medan pertempuran.
Dia tidak menyukai sinar matahari dan selalu menggunakan kacamata hitam.
BAB IV
PENUTUP
4.1.1 Kesimpulan
Identitas
seseorang ditentukan melalui proses sosialisasinya, Menurut Samovar (2010) kita
tidak terlahir dengan dengan memiliki identitas, namun melalu
interaksi-interaksi, kita akan menemukan siapa diri kita, bagaimana kita merasa
cocok di dalamnya dan dimana kita dapat menemukan keamanan. Ketika kita bertemu
dengan orang lain, maka kita akan mulai mengembangkan berbagai identitas.
Seiring dengan perkembangan zaman, kelompok-kelompok tempat kita menemukan
identitas diri juga turut berkembang. terlebih dengan adanya media baru, dimana
kelompok-kelompok baru semakin tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah
dunia virtual game,dalam online game, setiap pemain akan membawa identitasnya
masing-masing sebagai seorang individu. Baik itu identitas pribadi,
kebangsaaan, identitas dalam perkerjaan, identitas gender dan lain-lain. Namun
seiring dengan perkembangannya identitas seorang pemain game akan berubah pula
seiring dengan fungsi dan pengalamannya di dalam game online. Hal ini juga
terjadi dalam dunia game online. Dimana identitas para pemain game semakin
berkembang. Hal ini berhubungan dengan pemilihan kelas, keanggotaan guild dan
peran dari pemain game di dalam dunia game online. Adanya internet protocol,
tidak menjadikan relevansi perbudaan antar budaya berkurang. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya pemain-pemain yang menggunakan bahasa negaranya
sendiri dalam game, yang tentu saja melanggar code of conduct yang sudah
disetujui sejak awal pembuatan akun dalam Perfect world. Walaupun dengan adanya
“pengawas”, dalam kasus ini seorang Game Master, dan pemberian hukuman bagi
yang melanggar protokol tersebut. Selain itu munculnya stereotipe-stereotipe
terhadap pemain yang berasal dari berbagai negara menunjukkan adanya budaya
yang dibawa dari luar dunia virtual ke dalam dunia virtual. Game online dan
multiplayer memungkinkan pemainnya untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dalam
sesi game yang berjalan non-stop. Baik itu mengenai saling tembak satu sama
lain dengan rocket launcher dan berbagai senjata lainnya, ataupun mengadakan pernikahan
virtual, tema utama dalam game multiplayer adalah kebersamaan. Pemainnya
mungkin memiliki berbagai alasan yang berbeda untuk bermain game-game tersebut,
tetapi pada intinya mereka ingin bermain dengan atau melawan pemain lainnya.Game Online Point Blank (PB) dapat memberikan
fungsi sebagai media komunikasi antar budaya. Karena ratusan, bahkan ribuan
pemain dari berbagai belahan dunia dapat berinteraksi secara langsung. Dalam
perkembangan tersebut, selain identitas pribadi yang dibawa oleh pemain game
online melalui nama aslinya, hasil penelitian menunjukkan ada beberapa
identitas yang menonjol dalam komunikasi yang terjadi antar pemain di dalam
dunia game PB. Yang pertama adalah identitas kebangsaan (National Identity)
yakni merujuk pada negara tempat kita tinggal. Mayoritas individu mengaitkan
identitas nasional mereka dengan negara tempat mereka dilahirkan. Pemain game
online membawa identitas kebangsaan merek dengan bangga, namun ada juga
beberapa pemain yang berasal dari negara tertentu tetapi tidak mau mengakui
ketika ditanyakan asal negaranya oleh pemain dari luar negeri. Yang kedua
adalah identitas fantasi dan cyber (cyber and fantasy identity). Adalah
identitas seorang individu yang terdapat di dalam dunia virtual. Dalam dunia
tersebut setiap individu dapat membentuk identitas yang menonjolkan hal positif
atau bahkan identitas yang sama sekali berbeda dengan dunia riil. Semua
individu yang bermain dalam sebuah game online berbagi identitas komunal yang
sama, yakni para pemain game online. Akan tetapi, pilihan kelas-kelas karakter
dari seorang pemain akan menggambarkan identitas yang ingin dibentuk sesuai
dengan peran yang diinginkan. Dalam kasus ini, identitas cyber dari para
informan diwakilkan oleh karakter mereka di dalam dunia game online PB. Dalam
dunia virtual PB, setiap karakter memiliki
perannya masing-masing. Pilihan informan atas kelas-kelas dari tiap karakter
menggambarkan perannya. Yang ketiga adalah identitas organisasi (organizational
identity) dalam dunia virtual PB, keanggotaan dalam guild juga merupakan suatu
hal yang penting. Guild adalah sebuah bentuk organisasi di dalam dunia virtual
PB. Seluruh informan yang menjadi narasumber adalah anggota guild. Identitas
ini menonjol karena dengan menjadi anggota sebuah guild, para pemain akan mendapatkan
akses untuk mengikuti guild war dan berbagai keuntungan lainnya. Identitas yang
dibawa oleh pemain dalam dunia game online juga seringkali membawa sisi
negatif. Seperti yang disinggung sebelumnya. Ketika kita berhadapan dengan
kurangnya pengetahuan dan kesamaan, kita cenderung untuk melakukan stereotipe.
Hal ini pula lah yang muncul dalam dunia game online terutama server
internasional, dimana pemain-pemain yang berasal dari berbagai negara bertemu
dan melakukan interaksi satu sama lain secara real-time. Begitu pula di dalam
game PB, stereotipe-stereotipe akan muncul ketika pemain-pemain yang berasal
dari berbagai negara melakukan interaksi. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara, proses pembentukan stereotipe terhadap pemain Indonesia muncul
karena pengalaman berinteraksi dan berbagai informasi yang negatif.
Stereotipe-stereotipe pemain Indonesia yang muncul adalah; miskin karena
kebanyakan pemain Indonesia hanya menggunakan semua fitur gratis dari game dan
tidak membeli voucher; rusuh karena pemain indonesia seringkali mengintimidasi
pemain lain dengan cara-cara yang mengganggu; cheater karena banyak yang
menggunakan peranti lunak ilegal dalam memainkan PB; dan perusak harga barang.
Namun tidak semua stereotipe yang muncul adalah negatif, ada beberapa
stereotipe positif yang muncul, yakni pemain Indonesia dianggap ramah, baik,
dan fairplay karena pemain indonesia dikenal menghadapi tantangan duel dengan
adil. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa Komunikasi merupakan alat untuk
membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme.
4.1.2 Saran
4.1.2.1 Akademis
Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi suatu titik awal akan penelitian- penelitian akademis yang serupa. Untuk
itu peneliti menyarankan adanya beberpa
bagian yang dapat diperdalam dalam penelitian mengenai stereotipe dan akomodasi komunikasi di media baru
ini. Penelitian sejenis akan lebih lengkap
apabila menggunakan konsep real virtuality, yang dikemukakan oleh Manuel Castells dalam bukunya The Rise
of Network Society, dimana Manuel Castells
(2010) menggambarkan bahwa realitas, sebagaimana yang dialami, sejak awal merupakan sebuah dunia
virtual, dimana seluruh pengalaman selalu
dipersepsikan melalui simbol yang membentuk praktek dengan sejumlah makna yang melepaskan definisi
semantik. Penelitian dari aspek metodologi
penelitian baik untuk dilakukan lebih lanjut karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akan terus
berlanjut karena itu diperlukan adanya metodologi penelitian yang kompatibel
dengan perkembangan teknologi ini. Penelitian lain yang dapat dilakukan adalah penelitian mengenai perkembangan identitas pemain game online. Selain itu dapat
dilakukan penelitian mengenai efek
bermain dalam dunia virtual pada komunikasi di dunia nyata.
4.1.2.2 Praktis
Hasil
ini menunjukkan bahwa Point Blank sebagai sebuah game yang menjadi media
komunikasi antar budaya tidak terlepas dari berbagai hambatan-hambatan yang
terdapat pada komunikasi antar budaya. Terutama stereotipe-stereotipe yang
muncul terhadap pemain yang berasal dari suatu negara. Oleh karena itu walaupun
identitas kebangsaan penting sebagai representasi pemain dari suatu negara,
identitas individu juga tidak kalah penting, karena tiap individu berbeda dan
unik. Selain itu kita juga harus memperhatikan akomodasi komunikasi yang
dilakukan ketika berinteraksi dengan pemain lain yang berasal dari luar negeri.
0 komentar:
Posting Komentar