Selasa, 06 Desember 2016

AKOMODASI KOMUNIKASI PEMAIN GAME ONLINE DALAM MENGHADAPI STEREOTIPE (Studi kasus : Stereotipe Pemain Game Online Point Blank)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, media massa pun tak ketinggalan ikut mengalami perkembangan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa media massa digolongkan menjadi media massa cetak (suratkabar, majalah, tabloid, dan sebagainya) dan media massa elektronik (radio dan televisi). Kini, muncul sebuah media massa baru yang disebut media massa on-line atau Internet. Internet merupakan kependekan dari Interconnected Network. Internet menghubungkan berbagai jaringan yang tidak saling bergantung pada satu sama lain, sehingga masing-masing dapat berkomunikasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa internet merupakan hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya. Salah satunya adalah social media, yaitu media yang digunakan sebagai alat interaksi sosial. Social media adalah penggunaan web-based dan teknologi mobile untuk mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefiniskan social media sebagai “sebuah kelompok aplikasi internet yang dibangun dengan fondasi ideologi dan teknologi dari Web 2.0, yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten berdasarkan user internet. Dari segi bisnis, social media merujuk kepada consumer-generated media (CGM).
Dengan mengaplikasikan beberapa teori riset media di lapangan (social presence, media richness) dan proses sosial (self presentation, self disclosure) Kaplan dan Haenlein menciptakan beberapa klasifikasi dari social media, menurut mereka ada enam tipe berbeda dari social media; collaborative projects, blogs dan microblogs, content communities, social networking sites, virtual game worlds, virtual social worlds. Virtual game worlds sebagai salah satu tipe media sosial saat sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari penyebarannya yang cepat. Penggunanya pun tersebar di berbagai belahan dunia. Saat ini Korea merupakan negara produsen online game terbesar. Indonesia mempunyai jumlah pemain games yang cukup besar. Namun sayangnya karena keterbatasan data hasil penelitian mengenai hal ini jumlah pemain games di Indonesia ini belum diketahui secara tepat. Di antara berbagai jenis games, ada suatu jenis games baru yang dapat dimainkan beramai-ramai sekaligus. Jenis ini, yang disebut sebagai Point Blank Online Games (PB), memanfaatkan teknologi komunikasi jaringan internet dan mempunyai sifat yang berbeda dengan jenis game sebelumnya. Jenis game ini melibatkan banyak pemain dan memberi mereka kesempatan untuk sama-sama bermain, berinteraksi dan berpetualang serta membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya. Melalui keberadaan Point Blank ini muncullah dinamika-dinamika baru pada para pemainnya. Ada interaksi yang terjadi antara para pemain, yang dapat mengarah ke terbentuknya persahabatan di antara mereka atau terbentuknya suatu komunitas pemain games meskipun mereka belum pernah mengalami tatap muka secara langsung. Banyak pemain yang menghabiskan waktu dan uang yang terhitung banyak untuk bermain dalam dunia-dunia Point Blank ini.
Game Online, sejak kemunculannya sangat digemari oleh para gamer tanah air. Jenisnya pun makin beragam, dengan berbagai tantangan yang ditawarkan. Dari waktu ke waktu sejak pertama kali masuk Indonesia dan diperkenalkan pada masyarakat, perkembangan game online menunjukkkan pertumbuhan yang amat cepat seiring dengan perkembangan teknologi. Banyak perusahaan swasta Indonesia yang kemudian membeli lisensi game untuk dipasarkan di Indonesia. Tren tersebut secara langsung ataupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap pertumbuhan game center di Indonesia. Game Online Indonesia telah memasuki masa sekitar 11 tahun dengan diluncurkannya game online pertama bernama Nexia oleh Bolehgame pada awal tahun 2001. Sudah banyak hal yang terjadi setelah itu dengan masuknya beberapa provider game baru seperti Lyto yang mengusung game Ragnarok Online (RO) pada tahun 2003 yang akhirnya berhasil membuat game online booming ke titik tertinggi hingga sempat membuat koneksi internet Indonesia kacau karena bandwidth yang tersedia pada saat itu belum memadai. Jika bertolak pada awal game online masuk ke Indonesia, dapat dikatakan bahwa sampai saat ini usianya telah kurang lebih sepuluh tahun. Usia yang masih sangat muda untuk kategori adopsi teknologi baru pada sistem dan komunitas pecinta game di Indonesia. Namun demikian, di usia yang sangat muda tersebut game online berhasil menyita perhatian dan pelanggan yang jumlahnya fantastis. Tidak hanya dari segi kuantitas pelanggannya, namun kualitas komunitasnya juga semakin matang terbentuk. Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa game online mengalami perkembangan yang pesat. Ragnarok Online (RO) misalnya, melalui pengelolanya, Lyto, game ini telah menarik jutaan orang untuk bergabung menjadi anggota komunitasnya, dan memiliki agenda kegiatan rutin penghujung tahun, Lyto Game Festival. Acara tersebut dinantikan banyak gamer karena melalui even ini mereka dapat mengetahui produk-produk yang pernah dimiliki Lyto dan juga produk terbarunya. Hal ini disebabkan karena semenjak menginjakkan kakinya di dunia game online Indonesia, Lyto memang terkenal dengan inovasi terbaru dalam mengembangkan dunia game online di Indonesia2. Penggemar game online sangat banyak, dari berbagai kalangan, usia, dan tanpa terkecuali jenis kelamin. Hal ini karena game online dianggap sangat murah, visualisasi gambar menarik, memperluas koneksi melalui link online nya, variatif, dan selalu ada inovasi-inovasi baru. Komunikasi antar budaya dalam online game, terutama dalam game yang berbasis internasional terjadi dengan sangat intens. Para pengguna dari
berbagai negara melakukan komunikasi secara real-time. Dan dalam prosesnya mereka membawa identitas budaya masing-masing. Salah satu Game online yang cukup menarik untuk diangkat adalah Point Blank, atau seringkali disingkat dengan PB. Sebuah game yang berbasis internasional. Game PB sendiri baru berumur sekitar 2 tahun namun sudah memiliki cukup banyak penggemar, hal ini karena game 2.5D ini memiliki tampilan visual yang mengagumkan, gameplay yang menarik serta berbagai inovasi baru di dalamnya. Penggunanya berasal dari berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan berbagai permasalahan yang muncul akibat adanya berbagai stereotipe mengenai pemain Indonesia peneliti merumuskan pokok permasalahan yang akan dibicarakan dalam penelitian ini :
a.         Stereotipe apa saja yang muncul mengenai pemain yang berasal dari Serang Banten?
b.         Bagaimana para pemain Poin Blank (PB) dari mengakomodasi komunikasi yang terhalang oleh adanya stereotipe-stereotipe terhadap pemain Indonesia yang muncul?
1.3 Identifikasi masalah
Perkembangan tekonologi komunikasi telah membawa babak baru dalam kehidupan manusia, hal ini terlihat dari terciptanya sebuah konteks sosial yang baru dan secara budaya tidak terbatas dan bahkan mungkin berskala global dan bersifat transnasional. Salah satu hasil perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mempunyai pengaruh signifikan dalam interaksi antar manusia adalah game online, dalam hal ini adalah Point Blank (PB). Dimana PB memfasilitasi manusia untuk saling berinteraksi satu dengan yang lain melalui sebuah dunia virtual. PB adalah video game dua dimensi (2-D ataupun tiga dimensi (3-D) yang dimainkan secara online, dan membantu individu untuk berinteraksi tidak hanya dengan software tetapi juga dengan pemain lain melalui karakter yang diciptakan secara digital yang dapat disebut dengan avatar. Pada awalanya, PB merupakan bagian dari sejarah panjang dunia alternatif yang ditemukan dalam literatur fiksi ilmiah seperti The Hobbit, yang ditulis oleh Tolkien pada tahun 1938. Secara teknis, mereka adalah langkah terbaru dari perkembangan permainan sosial yang awalnya hanya dimainkan dengan menggunakan pensil dan kertas (Dungeons and Dragons, Gygax & Arneson, 1973) yang kemudian bermigrasi ke komputer, yang pertama muncul adalah game berdasarkan teks atau disebut juga Multi User Dungeon ( MUD) yang kemudian berkembang lagi hingga mencapai keadaan seperti sekarang dimana hampir semua PB menggunakan grafik 3-D yang sangat canggih. Dunia virtual yang secara rutin dimasuki oleh para pemain PB merupakan dunia sosial yang persisten dan material, dimana para pemain dapat melakukan apa yang mereka inginkan, membantai Klain lainnya, menyerbu sebuah kastil, dan lainnya. dunia virtual ini juga dikenal dengan kombinasi antara “escapist fantasy” dan “social realism” (Kolbert, 2001). Melalui berbagai jenis karakter seperti Leopard, Acid Pool (Paul), Keen Eyes (Ayse), Hide, Judy Chou, Red Bulls, Tarantula, D-Fox Viper Red, Lopes Rice  para pemain bebas untuk menyelesaikan misi, menciptakan sebuah pasar perdagangan, membangun sebuah status, solidaritas, dan lainnya. industri online game terus berkembang hingga mencapai sekitar sembilan juta pengguna aktif sampai dengan tahun 2006. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yee Pada tahun 2009,  dimainkan dalam waktu yang cukup lama, hingga mencapai 20 jam setiap harinya, dan seringkali bersama dengan keluarga dan teman. Pemaknaan pesan dalam komunikasi antar budaya akan sulit dilakukan, baik secara langsung melalui tatap muka, maupu komunikasi antar budaya yang dilakukan melalui media, dalam hal ini melalui media game online karena (Anugrah, 2008) :
a.         Perbedaan budaya diantara para peserta komunikasi antarbudaya jelas hambatan yang terbesar. Sebab dengan berbeda budaya tersebut akan menentukan cara berkomunikasi yang berbeda serta simbol (bahasa) yang mungkin berbeda pikiran.
b.         dalam komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang berbeda budaya akan muncul sikap etnosentrisme, yaitu memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala sesuatu dan hal lain-lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan kelompoknya.
c.         kelanjutan dari sikap etnosentris ini memunculkan stereotip, yaitu sikap generalisasi atas kelompok orang, objek atau peristiwa yang secara luas dianut suatu budaya.
Oleh karena itu identitas berfungsi sebagai jembatan antara kebudayaan dan komunikasi. Identitas penting karena seseorang mengkomunikasikan identitas mereka kepada orang lain, dan mempelajari diri mereka sendiri melalui komunikasi. Melalui komunikasi dengan keluarga, teman dan yang lainnya, manusia akan paham mengneai dirinya sendiri dan membentuk identitas masing-masing sesuai pemahaman tersebut. Sebagai suatu komunitas dunia maya dimana banyak orang dengan berbagai macam budaya dari berbagai belahan dunia bertemu, seorang gamer akan senantiasa membawa identitasnya dalam melakukan komunikasi antar gamer dalam dunia virtual
Peneliti tertarik untuk meneliti hal ini karena peneliti sendiri, sebagai gamer seringkali merasakan efek yang cukup mengganggu dari stereotip yang muncul. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk mendeskripsikan berbagai stereotip terhadap player dari Indonesia dalam dunia online game dan bagaimana para pemain PB mengakomodasi proses komunikasi yang terhambat karena adanya stereotipe. Game yang dipilih oleh peneliti adalah PB (Point Blank) karena menurut penulis sendiri game ini cukup menarik dan memiliki banyak pengguna, baik pemain dari luar negeri maupun dari Indonesia, sehingga interaksi yang terjadi di dalam game tersebut cukup menarik untuk diteliti, terutama adanya berbagai stereotip terhadap player Indonesia.

1.4 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan seputar online game dan komunikasi antar budaya yang terjadi di dalamnya. Yakni mendeskripsikan bagaimana stereotipe-stereotipe mengenai pemain dari daerah tertentu muncul dalam dunia virtual tersebut, dalam hal ini stereotip pemain yang berasal dari Banten dalam game Point Blank. Dan juga bagaimana para pemain tersebut mengakomodasi hambatan dalam berinteraksi dengan sesama pemain karena adanya stereotipe.
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk menunjukkan bagaimana stereotip muncul dan berkembang dalam komunikasi antar budaya yang terjadi dalam online game sebagai sebuah media baru dalam berkomunikasi serta bagaimana para pemain mengakomodasi komunikasi berdasarkan stereotipe yang berkembang Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi penelitian-penelitian serupa di masa yang akan datang.



BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Sejarah Teori
Teori Akomodasi Komunikasi dikembangkan pada tahun 1971 oleh Howard Giles, profesor komunikasi, di Universitas California, Santa Barbara . Teori Akomodasi Komunikasi menjelaskan beberapa alasan kognitif untuk kode-switching dan perubahan lain dalam sambutannya sebagai individu berusaha untuk ketika penutur menekankan atau meminimalkan perbedaan sosial antara diri mereka dan lawan bicara mereka.. Giles berpendapat bahwa meminta persetujuan dalam situasi sosial yang mereka cenderung untuk berkumpul ucapan mereka dengan yang mereka lawan. Hal ini dapat termasuk, namun tidak terbatas pada pilihan bahasa, aksen , dialek dan paralinguistik fitur yang digunakan dalam interaksi. Berbeda dengan konvergensi, speaker juga dapat terlibat dalam pidato berbeda. Dalam pidato berbeda, individu menekankan jarak sosial antara diri mereka dan lawan bicara mereka dengan menggunakan fitur linguistik karakteristik kelompok mereka sendiri. Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan, memodifikasi atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Kita cenderung memiliki naskah kognitif internal yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain. (West dan Lynn Turner, 2007: 217)

2.2 Asumsi Teori Akomodasi Komunikasi
Mengingat bahwa akomodasi dipengaruhi oleh beberapa keadan personal, situasional dan budaya maka dapat diidentifikasikan empat asumsi berikut ini:
·         Persamaan dan perbedaan berbicara dan perilaku terdapat didalam semua percakapan. Pengalaman-pengalaman dan latar belakang yang bervariasi akan menentukan sejauh mana orang akan mengakomodasi orang lain. semakin mirip sikapdan keyakinan kita dengan orang lain, makin kita tertarik kepada dan mengakomodasi orang lain tersebut.
·         Cara dimana kita mempersepsikan tuturan dan perilaku orang lainakan menentukan bagaiman kita mengevaluasi sebuah percakapan. Akomodassi komunikasi adalah teori yang mementingkan bagaimana orang mempersepsikan dan mengevaluasi apa yang terjadi dalam sebuah percakapan. Persepsi adalah proses memerhatikan dan menginterpretasikan pesan, dan evaluasi merupakan proses menilai percakapan. Orang pertamakali mempersepsikan apa yang terjadi dalam percakapan sebelum mereka memutuskan bagaiman mereka akan berperilaku dalam percakapan.
·         Bahasa dan perilaku memberikan informasi mengenai status sosial dan keanggotaan kelompok.
Asumsi ketiga ini berkaitan dengan dampak yang dimiliki bahasa terhadap orang lain.secara khusus,bahasa memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan status dan keanggotaan kelompok diantara para komunikator dalam sebuah percakapan.
·         Akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian dan norma mengarahkan proses akomodasi.
Norma telah terbukti memainkan peranan dalam teori giles, norma adalah harapan mengenai perilaku yang dirasa seseorang harus atau tidak harus terjadi didalam percakapan. Norma pada umumnya orang yang lebih muda harus meurut pada orang yang lebih muda mengidindikasikan bahwa orang yang lebih bawah akan lebih  mengakomodasi percakapan.
2.2.1 Cara Beradaptasi
         Teori akomodasi menyatakan bahwa dalam percakapan orang memiliki pilihan. Mereka mungkin menciptakan komunitas percakapan yang melibatkan penggunaan bahasa atau sistem nonverbal yang sama, mereka mungkin akan membedakan diri mereka dari orang lain, dan mereka akan berusaha terlalu keras untuk beradaptasi. Pilihan-pilihan ini akan diberi label konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan.
Proses pertama yang dihubungkan dengan teori akomodasi adalah konvergensi. Jesse Delia, Nikolas Coupland, dan Justin Coupland dalam West dan Lynn Turner (2007:222) mendefinisikan konvergensi sebagai ”strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainnya. Ketika orang melakukan konvergensi, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai tuturan atau perilaku orang lainnya. Selain persepsi mengenai komunikasi orang lain, konvergensi juga didasarkan pada ketertarikan. Biasanya, ketika para komunikator saling tertarik, mereka akan melakukan konvergensi dalam percakapan.
Proses kedua yang dihubungkan dengan teori akomodasi adalah divergensi yaitu strategi yang digunakan untuk menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal di antara para komunikator. Divergensi terjadi ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para pembicara. Terdapat beberapa alasan mengapa orang melakukan divergensi, pertama untuk mempertahankan identitas sosial. Contoh, individu mungkin tidak ingin melakukan konvergensi dalam rangka mempertahankan warisan budaya mereka. Contoh, ketika kita sedang bepergian ke Paris, kita tidak mungkin mengharapkan orang Prancis agar melakukan konvergensi terhadap bahasa kita. Alasan kedua mengapa orang lain melakukan divergensi adalah berkaitan dengan kekuasaan dan perbedaan peranan dalam percakapan. Divergensi seringkali terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam percakapan (dokter-pasien, orangtua-anak, pewawancara-terwawancara, dan seterusnya. Terakhir, divergensi cenderung terjadi karena lawan bicara dalam percakapan dipandang sebagai anggota dari kelompok yang tidak diinginkan, dianggap memiliki sikap-sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan penampilan yang jelek.
Proses ketiga yang dapat dihubungkan dengan teori akomodasi adalah Akomodasi Berlebihan : Miskomunikasi dengan tujuan. Jane Zuengler (1991) dan West dan Lynn Turner (2007: 227) mengamati bahwa akomodasi berlebihan adalah ”label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu berlebihan.” istilah ini diberikan kepada orang yang walaupun bertindak berdasarkan pada niat baik, malah dianggap merendahkan.
Akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian, dan norma mengarahkan proses akomodasi. Asumsi ini fokus pada norma dan isu kepantasan sosial. Kita dapat melihat bahwa akomodasi dapat bervariasi dalam hal kepantasan sosial. Tentu saja terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas. Misalnya, Melanie Booth- Butterfield dan Felicia Jordan (1989) menemukan bahwa orang dari budaya yang termarginalisasi biasanya mengharapkan untuk mengadaptasi (mengakomodasi) orang lain. Norma telah terbukti memainkan peranan dalam teori Giles (Gallois &Callan, 1991). Norma adalah harapan mengenai perilaku yang dirasa seseorang harus atau tidak harus terjadi di dalam sebuah percakapan. Hubungan antara norma dan akomodasi diperjelas oleh Cynthia Gallois dan Victor Callan (1991): “norma-norma memberikan batasan dalam tingkatan yang bervariasi...terhadap perilaku akomodatif yang dipandang sebagai hal yang diinginkan dalam sebuah interaksi.
2.3.1 Communication Accomodation Theory
ketika dua orang saling berbicara, mereka seringkali meniru pembicaraan dan perilaku satu sama lain. Seringkali, kita akan berbicara kepada orang lain dengan bahasa yang sama dengan kita, bertindak-tanduk mirip, dan bahkan berbicara dengan kecepatan yang sama. Kita, sebagai gantinya, juga akan merespons dalam cara yang sama kepada lawan bicara kita. Di sisi lain, ketika kita berbicara dengan orang yang berbeda berdasarkan kelompok atau budaya, kita akan berusaha untuk menghindari menggunakan bahasa-bahasa dan jargon yang unik. Untuk menghadapi perbedaan tersebut kita akan menyesuaikan gaya komunikasi kita. Adaptasi ini adalah inti dari teori Communication Accomodation Theory yang diformulasikan oleh Howard Giles. Tujuan inti dari Communication Accomodation Theory adalah untuk menjelaskan cara-cara dimana orang-orang yang berinteraksi dapat mempengaruhi satu sama lain selama interaksi. Communication Accomodation Theory berfokus pada premis bahwa ketika pembicara berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vokal, dan/atau tindak tanduk mereka untuk mengakomodasi orang lain. Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Identitas seseorang dibentuk saat berinteraksi sosial dengan orang lain. Orang tersebut mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa identitas dengan cara orang lain mengekspresikan diri dan merespons orang lain (Littlejohn dan Foss, 2009). Pada awalnya kita membawa identitasnya masing masing dalam berkomunikasi, namun seiring dengan adanya berbagai reaksi dari individu atau kelompok luar maka, kita akan berusaha untuk mengakomodasi baik secara sadar maupun tidak. Communication accomodation theory berawal pada tahun 1973, ketika Giles pertama kali memperkenalkan pemikiran mengenai model “mobilitas aksen”, yang didasarkan pada berbagai aksen yang dapat didengar dalam situasi wawancara. Banyak dari teori dan penelitian yang yang mengikuti tetap


2.3.1 Cara beradaptasi menurut communication accomodation theory Communication accomodation theory
menyatakan bahwa dalam percakapan atau interaksi setiap orang memiliki pilihan. Mereka mungkin menciptakan komunitas percakapan yang melibatkan penggunaan bahasa atau sistem noverbal yang sama, mereka mungkin akan membedakan diri mereka dari orang lain, atau mereka akan berusaha terlalu keras untuk beradaptasi. Pilihan-pilihan ini diberi nama covergence, divergence, dan overaccomodation.
2.3.2 Convergence
Giles, Nikolas Coupland, dan Justine Coupland (1991) mendefinisikan convergence sebagai ”strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainnya. Ketika orang melakukan convergence, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai tuturan atau perilaku orang lainnya. Selain persepsi mengenai komunikasi orang lain, convergence juga didasarkan pada ketertarikan. Ketertarikan merupakan istilah yang luas dan mecakup beberapa karakteristik lainnya seperti kesukaan, karisma dan kredibilitas. Giles dan Smith (1979) percaya bahwa beberapa faktor mempengaruhi ketertarikan kita terhadap orang lain – misalnya, kemungkinan akan interaksi berikutnya, kemampuan untuk berkomunikasi, dan perbedaan status antar komunikator. Memiliki keyakinan yang sama, kepribadian yang sama, atau berperilaku dalam cara yang sama menyebabkan orang tertarik satu sama lain dan sangat mungkin untuk mendorong terjadinya convergence. Sejarah hubungan antara komunikator juga merupakan isu yang penting dalam convergence. Misalnya penelitian Richard Street (1991) mengindikasikan bahwa para dokter berbeda dalam pola convergence mereka dengan pasien yang baru muncul pertama kali dengan pasien yang telah datang berulang kali. Ia mengingatkan bahwa perbedaan dalam convergence dapat dijelaskan dengan melihat pada peran tradisional dari dokter dan pasien dan juga adanya jarak waktu antara kunjungan berikutnya. Biasanya, ketika para komunikator saling tertarik, mereka akan melakukan convergence dalam percakapan.
2.3.3 Divergence
Akomodasi adalah proses yang opsional dimana kedua komunikator memutuskan untuk mengakomodasi, salah satu atau tidak keduanya. Giles (1980) percaya bahwa pembicara terkadang menonjolkan perbedaan verbal dan non verbal di antara diri mereka sendiri dan orang lain. Proses kedua yang dihubungkan dengan teori akomodasi ini adalah divergence. Divergence ini sangat berbeda dengan convergence dalam hal bahwa ini merupakan proses disosiasi. Alih-alih menunjukkan bagaimana dua komunikator mirip dalam hal kecepatan bicara, tindak tanduk atau postur, divergence adalah ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para pembicara. Dengan kata lain, dua orang berbicara dengan satu sama lain tanpa adanya kekhawatiran mengenai mengakomodasi satu sama lain. Divergence belum menerima banyak perhatian dalam hal penelitian seperti convergence. Dan karenanya pengetahuan kita mengenai proses ini terbatas pada beberapa klaim mengenai fungsinya dalam communication accomodation theory. Pertama, divergence tidak boleh disalah artikan sebagai suatu cara untuk tidak sepakat atau tidak memberikan respons pada komunikator yang lain. Divergence tidak sama dengan ketidakpedulian. Ketika orang melakukan divergence, mereka memutuskan untuk mendisosiasikan diri mereka dari komunikator dan percakapan tersebut. Alasan-alasan untuk melakukan divergence dapat bervariasi. Divergence merupakan salah satu cara bagi para anggota komunitas budaya yang berbeda untuk mempertahankan identitas sosial. Giles dan koleganya (1987) mengamati bahwa ada peristiwa dimana orang, yaitu kelompok ras dan etnis secara sengaja menggunakan bahasa mereka atau gaya bicara sebagai taktik simbolis untuk untuk mempertahankan identitas, kebanggan budaya dan keunikan mereka. Alasan kedua mengapa orang melakukan divergence berkaitan dengan kekuasaan dan perbedaan peranan dalam proses komunikasi.
Divergence seringkali terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan kekuasaan diantara para komunikator dan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam proses komunikasi tersebut (dokter-pasien, orangtua-anak, dan lain lain). Terakhir, walaupun tidak sesering alasan-alasan yang telah disebutkan sebelumnya, divergence cenderung terjadi karena lawan bicara dalam percakapan dipandang sebagai “anggota dari kelompok yang tidak diinginkan, dianggap memiliki sikap-sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan penampilan yang jelek” (Street & Giles, 1982). Giles dan koleganya (1987) menyatakan bahwa divergence digunakan untuk mengontraskan citra diri dalam suatu percakapan.


2.3.4 Overaccomodation
Cara terakhir untuk beradaptasi adalah overaccomodation. Jane Zuengler (1991) mengamati bahwa overaccomodation adalah “label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu berlebihan. Istilah ini diberikan kepada orang yang, walaupun bertindak berdasarkan niat yang baik malah dianggap merendahkan. Contohnya adalah ketika kita berbicara kepada manula yang pendengarannya kurang baik, kita akan berusaha untuk berbicara dengan suara yang keras dan mengulang kata-kata yang kita bicarakan, hal ini belum tentu diterima dengan baik oleh orang yang bersangkutan. Overaccomodation dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu :
1. Sensory overaccomodation terjadi ketika seorang pembicara beradaptasi secara berlebihan pada lawan bicaranya yang dianggap terbatas dalam hal tertentu. Batasan dalam hal ini merujuk pada keterbatasan linguistik atau fisik.
2. Dependency overaccomodation terjadi ketika seorang pembicara secara sadar atau tidak sadar menempatkan pendengar dalam peranan status yang lebih rendah, dan pendengar dibuat tampak tergantung pada pembicara. Dalam tipe ini, pendengar juga percaya bahwa pembicara mengendalikan percakapan untuk menunjukkan status yang lebih tinggi.
3. Intergroup overaccomodation yang terjadi ketika pembicara melibatkan pendengar ke dalam kelompok tertentu, dan gagal untuk memperlakukan tiap orang sebagai seorang individu. Inti dari akomodasi berlebihan jenis ini adalah stereotip, dan dapt muncul dampak yang sangat parah. Walaupun mempertahankan identitas ras dan etnis adalah hal yang penting, identitas individual juga sama pentingnya.
Overaccomodation biasanya menyebabkan pendengar untuk mempersepsikan diri mereka tidak setara. Terdapat dampak yang serius dari hal ini, termasuk kehilangan motivasi untuk mempelajari bahasa lebih jauh,
2.4.1 Kritik Terhadap Communication Accomodation Theory
Menurut West & Turner (2008) kekuatan teori ini mungkin dapat menjadi cukup signifikan karena teori ini telah sedikit memunculkan kritik ilmiah. Namun beberapa kekurangan berhubungan dengan kemungkinan pengujian dari konsep-konsep yang ada telah ditemukan. Singkatnya beberapa ilmuwan menyatakan bahwa beberapa fitur utama dari teori ini mengharuskan adanya penelitian lebih jauh. Jude Burgoon, Leesa Dillman, dan Lesa Stern (1993), misalnya, mempertanyakan bingkai convergence-divergence yang dikemukakan oleh Giles. Mereka percaya bahwa percakapan terlalu kompleks untuk direduksi ke dalam proses-proses ini. Mereka juga menantang pemikiran bahwa akomodasi orang dapat dijelaskan dengan hanya dua praktik. Misalnya, apakah yang terjadi apabila orang melakukan baik convergence maupun divergence dalam sebuah percakapan? Apakah terdapat konsekuensi bagi pembicara? Atau para pendengar? Pengaruh apa, jika ada, yang dimainkan oleh ras dan etnis seseorang dalam proses yang berkesinambungan ini? Seseorang juga mungkin menanyakan apakah teori ini mengakui kjonflik antara komunikator, teori ini juga berpijak pada standar konflik yang rasional. Dalam tulisan-tulisan awalnya, mengenai teori ini, Giles menantang para peneliti untuk menerapkan communication accomodation theory melintasi waktu hidup dan dalam latar budaya yang berbeda. Sejauh ini, sarannya telah diperhatikan. Penelitiannya telah memperluas pemahaman kita mengapa percakapan begitu rumit. Melalui convergence, Giles memberikan penerangan pada mengapa orang beradaptasi dengan orang lain dalam interaksi mereka. Melalui divergence, kita dapat memahami mengapa orang cenderung untuk mengabaikan strategi mengadaptasi. Ia (Giles) telah mempelopori teori yang telah membantu kita untuk memahami dengan lebih baik budaya dan keberagaman yang ada di sekitar kita
2.5.1 Computer Mediated Communication (CMC)
Media dalam berkomunikasi terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi, alat untuk berkomunikasi juga terus berubah. Muncullah Computer Mediated Communication (CMC) sejak komputer digital elektronik pertama ditemukan (Perang Dunia II). Meski awalnya komputer tidak digunakan sebanyak dan sesering sekarang. Sekitar tahun 1990, komputer mulai menjamur di masyarakat dan muncullah istilah Computer Mediated Communication karena orang-orang mulai mengenal website, email, dan internet pada saat itu. Computer Mediated Communication (CMC) adalah segala bentuk komunikasi manusia yang didapatkan atau dibantu oleh teknologi komputer (Thurlow,Crispin. 2000 : 15). John December (1997) dalam buku Computer Mediated Communication : Social Interaction and The Internet, mendefinisikan CMC sebagai proses komunikasi manusia yang menggunakan komputer melibatkan orang, disituasikan dalam berbagai konteks, serta melibatkan proses-proses untuk membentuk media dengan tujuan yang beraneka ragam. Selain itu, komunikasi dengan media komputer (CMC) dapat didefinisikan juga sebagai transaksi komunikasi yang terjadi lewat dua buah atau lebih komputer yang berhubungan. Contohnya seperti chatting, instant messaging, SMS (Short Message Service), dan email. Meski bentuk komunikasi dengan media komputer hampir mirip dengan komunikasi menggunakan media, ada beberapa hal yang membedakan bentuk komunikasi tersebut. Mediated Communication adalah bentuk komunikasi yang menggunakan medium apapun untuk menyampaikan pesan. Baik lewat kertas atau surat pun sudah tergolong Mediated Communication. Sedangkan bila kita menyampaikan pesan lewat suatu medium berupa komputer (alat digital elektronik), seperti komputer, handphone, pager, faksimili, komunikasi yang kita lakukan tergolong Computer Mediated Communication. Perbedaannya hanya terdapat pada bentuk dan karakteristik mediumnya. Contohnya untuk Mediated Communication, kita bisa mengungkapkan perasaan kita lewat surat. Tetapi si komunikan tidak dapat melihat bahasa tubuh maupun komunikasi non verbal lain dari komunikator. Jika kita berkomunikasi lewat media komputer, contohnya Skype. Skype merupakan suatu aplikasi yang memiliki fasilitas video call. Komunikator dan komunikan dapat saling berkomunikasi sambil melihat ekspresi wajah serta bahasa tubuh lainnya secara langsung. Beberapa fasilitas untuk berkomunikasi lewat media komputer telah ditawarkan pada masyarakat. Semakin berkembang teknologinya, semakin banyak pula jumlah yang ditawarkan. Layanan seperti email (Yahoo! Groups, MSN Groups), chatting (Yahoo Messanger, MSN), forum hobi di website (Flickr, deviantART, Gather.com, Tumblr), jejaring sosial (Facebook, Twitter, MySpace, Multiply), situs video hosting seperti YouTube, Vimeo, Metacafe, Hulu, dan lain-lain. Lewat berbagai fasilitas yang ditawarkan, para pengguna dapat berkomunikasi satu sama lain lewat situs-situs tersebut. Situs video hosting seperti YouTube memberikan fasilitas untuk memberikan komen pada video tersebut dan mengakibatkan adanya interaksi antar pengunjung situs YouTube. Situs seperti Flickr menyediakan grup-grup aktif dimana para pengguna dapat berinteraksi dan membagikan banyak hal lewat foto. Selain fasilitas diatas, dunia game virtual termasuk salah satu fasilitas untuk berkomunikasi lewat media komputer. Jumlah online game yang saat ini mencapai ratusan memiliki potensi besar untuk menjadi media dalam berkomunikasi.
Computer Mediated Communication (CMC) menjadi menarik karena di era digital seperti sekarang ini (tahun 2011), manusia seperti sudah terbiasa hidup berdampingan dengan teknologi. Seakan-akan teknologi sudah menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Teknologi yang dapat memudahkan segala aktivitas manusia lama kelamaan menjadi budaya dan kebiasaan. Apalagi, teknologi bersifat dinamis dan terus berkembang dalam jangka waktu tertentu. Tentu saja teori Computer Mediated Communication(CMC) dapat bergerak secara dinamis pula. Merupakan hal yang menarik untuk menyusuri perkembangan teori Computer Mediated Communication (CMC). Teori Computer Mediated Communication (CMC) terus berkembang baik dalam bidang akademis maupun penggunaan secara nyata. Pada awalnya, saat komputer personal (PC) menjamur di tahun 1990an, para akademisi tertarik untuk meneliti interaksi manusia-komputer. Salah satu indikator bahwa Computer Mediated Communication (CMC) berkembang dan banyak didiskusikan oleh para ahli, yaitu dapat dilihat dari journal of Computer- Mediated-Communication yang temanya perdagangan elektronik, hukum dalam perbatasan elektronik, organisasi virtual, jurnalisme online, kesehatan dan media terkini, dan lain sebagainya. Pada prakteknya, Computer Mediated Communication (CMC) menjadi bagian dari Komunikasi Interpersonal, dapat mempengaruhi kebiasaan, tingkah laku, dan keadaan psikologi manusia. Tidak hanya teori saja, tetapi bahkan praktek dan kegiatan nyata juga dibahas para ahli. Sementara itu dalam keseharian kita juga terus menggunakan teknologi tersebut. Mulai dari mengirim pesan lewat SMS, email, hingga melakukan teleconference dan video call. Manusia bisa menjadi bagian dari Computer Mediated Communication (CMC) dan terus berinteraksi tanpa dibatasi ruang ataupun waktu. Dengan perkembangan CMC inilah, komunikasi antar budaya terjadi dengan intens. Seperti dalam dunia game virtual, sebagai salah satu bagian dari CMC, komunikasi antar player yang berasal dari negara berbeda terjadi secara realtime. selain itu dalam dunia game virtual para pemain tidak hanya dapat melakukan komunikasi secara verbal, melainkan juga non verbal melalui tindakan atau perilaku mereka dalam dunia virtual tersebut. Dalam melakukan interaksi, para player tersebut membawa serta identitasnya masing-masing, baik itu nasional, etnis, gender, ras dan lain-lain.

2.5.2 Multiplayer Game Online Sebagai Bagian dari CMC
Seiring berjalannya waktu game komputer turut berkembang, banyak fitur-fitur dan aspek baru yang diperkenalkan. Tiap genre game memiliki beberapa fitur, gaya dan tujuan bagi pemainnya. Genre petualangan, role- playing dan first-person action kebanyakan menitikberatkan kepada jalan cerita atau plot dalam bentuk - bentuk singleplayer, dalam bentuk multiplayer sisi cerita ini sedikit dikurangi.
Dalam game multiplayer, elemen komunikasi antar pemain diperkenalkan. Bentuk komunikasi lain tetap ada, seperti pemain – NPC tetap sama seperti pada game singleplayer. Dalam beberapa game multiplayer, interaksi antar pemain dapat menjadi konten utama dalam gameplay. Sehingga mengurangi beban dari para produser game untuk menciptakan plot yang ebagus mungkin, dan lebih mengarahkan bagaimana para pemain dapat berkomunikasi satu sama lain untuk meningkatkan pengalaman bermain dalam game tersebut. Komunikasi antar pemain dapat terjadi in-game maupun out-game (Wiklund, 2005). Komunikasi out-game dapat terjadi dalam web-based forum game itu sendiri. Dalam komunikasi out-game berbagai informasi terkait game online tersebar, termasuk topik seperti tips, strategi, dan kode-kode yang memunculkan fitur tersembunyi dalam game (cheat). Terkadang komunikasi antar pemain membutuhkan kombinasi antara komunikasi in-game dan out- game. Komunikasi in-game dapat terjadi tidak hanya ketika para pemain menggunakan kepribadian karakter dalam game, tetapi dapat juga menggunakan kepribadian pemain itu sendiri. Komunikasi in-game sendiri dapat dibagi menjadi komunikasi in-character dan out-character. Komunikasi in-character terjadi apabila mengikuti gameplay dari suatu game, dimediasikan melalui karakter pemain, dan biasanya menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan dalam game yang sedang dilakukan (hunting, quest, farming, dan lain-lain). Komunikasi out-character juga dapat terjadi dalam game, dimana para pemain tidak membahas hal-hal yang tidak berhubungan dengan game yang dimainkan. Dalam genre game yang bergantung kepada suasana dan kepribadian karakter dalam game, seperti game Point Blank  komunikasi out-character ini cenderung dihindari karena memiliki efek negatif terhadap suasana dan alur permainan. Dalam game bergenre action dimana jumlah pemain lebih sedikit dan alur yang lebih cepat, komunikasi antar pemain dapat menjadi kunci permainan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wright (2008) “The meaning of playing Counter-Strike is not merely embodied in the graphics or even the violent game play, but in the social mediations that go on between players through their talk with each other”. Dengan adanya komunikasi antar pemain secara real-time, game multiplayer memenuhi kriteria sebagai Networked Virtual Envronments, atau Net-ves sebagaimana didefinisikan oleh Singhal dan Zyda (2009) : “1) A shared sense of space, 2) A shared sense of presence, 3) A shared sense of time, 4) A way to communicate, and 5) A way to share”. Memainkan game online dimana komunikasi terjadi secara intensif dapat menjadi pekerjaan yang menyita waktu, dengan dilakukan beberapa jam dalam seminggu. Sebuah survei yang dilakukan oleh Egenfelt – Nielsen menunjukkan bahwa 70.91% memainkan game online sebanyak kurang lebih 6 dalam seminggu, 46.94% bermain kurang lebih 12 jam dalam seminggu. Dan sekitar 17.24% bermain kurang lebih 24 jam dalam seminggu. Game online dan multiplayer memungkinkan pemainnya untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dalam sesi game yang berjalan non-stop. Baik itu mengenai saling tembak satu sama lain dengan rocket launcher dan berbagai senjata lainnya, ataupun mengadakan pernikahan virtual, tema utama dalam game multiplayer adalah kebersamaan. Pemainnya mungkin memiliki berbagai alasan yang berbeda untuk bermain game-game tersebut, tetapi pada intinya mereka ingin bermain dengan atau melawan pemain lainnya. Tingkat dukungan komunikasi dalam game sangatlah bervariasi. Banyak diantaranya mendukung textual chatting, beberapa diantaranya menghadirkan communicative gesture, sebagian lainnya hanya fokus pada bentuk interaksi yang fokus pada action dan goal-oriented. Tetapi beberapa pemain mencoba untuk mengatasi batasan-batasan tersebut dengan menggunakan dukungan komunikasi eksternal (piranti lunak VoIP, yang memungkinkan para pemain untuk melakukan percakapan secara oral) atau bahkan mengatur permainan dalam mode LAN (semua pemain berada dalam satu ruangan). Dari pemaparan diatas maka game multiplayer baik online maupun LAN dapat menjadi sebuah media komunikasi, terutama bagi para pemain dari game itu sendiri. Termasuk di dalamnya game Point Blank, dimana game tersebut menjadi salah satu media komunikasi bagi gamer yang berasal dari seluruh dunia maupun di Indonesia. Meskipun pengguna dari game ini tidak sebanyak world of warcraft yang sempat mencapai kurang lebih 1 juta pengguna2, game ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa game online merupakan salah satu bagian dari media baru dalam komunikasi.

2.6.1 Kerangka Berfikir
Dalam komunikasi antar budaya yang terjadi, identitas dalam realita yang dibawa oleh para pemain game online terbawa dalam dunia virtual PB. Begitu pula sisi-sisi gelapnya, yakni stereotip. Berbagai macam stereotip mengenai pemain dari berbagai daerah yang bertemu pada satu tempat tidak dapat dihindari. Hal ini berhubungan dengan ketidaktahuan kita akan orang yang berasal dari tempat lain, untuk mendapatkan pemahaman atas orang-orang tersebut kita seringkali bergantung stereotip, yang sayangnya terlalu disederhanakan. Yang menjadi masalah adalah ketika stereotipe tersebut menghasilkan perilaku negatif yang seringkali merugikan pemain lain Dalam dunia PB dimana pemain-pemain yang berasal dari berbagai belahan dunia bertemu dalam satu waktu yang sama, hal ini menjadi lebih jelas terlihat. Pemikiran utama dari communication accomodation theory berpijak pada premis bahwa seorang individu baik secara sadar maupun tidak akan berusaha untuk beradaptasi terhadap sebuah proses komunikasi yang berlangsung. Begitu pula para pemain game online, mereka akan berusaha beradaptasi terhadap proses komunikasi yang berlangsung dalam PB, baik itu dalam sisi interaksi maupun dalam konteks permainan yang berlangsung. Meskipun teori ini pada dasarnya dipergunakan pada komunikasi interpersonal yang dilakukan tanpa media tertentu, penulis akan berusaha mencoba untuk menganalisis komunikasi verbal dan non verbal yang berlangsung antar pemain. Asumsi teoritis yang disebutkan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar  proses interaksi dalam online game




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1    Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan mengeksplorasi hasil-hasil temuan di dalam penelitian. Baxter dan Babbi (2004) menjelaskan tujuan untuk mengeksplorasi ini dipilih untuk memberikan sebuah gambaran awal dari topik penelitian yang dilakukan dimana eksplorasi ini umumnya dilakukan dengan tiga tujuan yaitu:
(1) Untuk memenuhi rasa keingintahuan peneliti dan keinginan untuk memahami lebih jauh; (2) Untuk menguji secara lebih jauh akan adanya kemungkinan dilakukannya suatu studi ekstensif;
(3) Untuk mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan dalam studi lanjutan. Studi eksploratori ini cukup penting dilakukan dalam penelitian komunikasi ketika topik yang akan diteliti merupakan sebuah topik yang baru sehingga hasil dari penelitian ini dapat memberikan suatu ‘insight’ atas topik tersebut. Selain eksploratori, penelitian ini akan menggunakan pula deskripsi dimana peneliti mengobservasi dan kemudian mendeskripsikan temuan-temuan dari hasil observasinya. Penelitian deskriptif memberikan gambaran detail yang spesifik dari sebuah situasi, setting sosial, atau suatu hubungan (Neuman 2006). Penelitian deskriptif terfokus pada pertanyaan “how” dan “who” sementara penelitian eksploratif pada “what” (Neuman 2006).
Metode penelitian dalam penelitian ini akan menggunakan studi kasus. Penggunaan studi kasus merupakan salah satu cara yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif. Dengan menggunakan studi kasus, kita dapat mempelajari sesuatu secara analitik atau secara holistic, secara keseluruhan dengan menggunakan pengukuran berulang atau secara hermeneutic, secara organik atau secara kultural (Denzin dan Lincoln 2009). Sebuah kasus dapat bersifat simple maupun kompleks. Kasus ini dapat berbentuk sebuah fungsi yang spesifik (Denzin dan Lincoln 2000) sebagaimana yang dilaporkan oleh Flood dalam Fals Borda (1998) bahwa sebuah kasus adalah “bounded system”. Dalam ilmu sosial dan kehidupan manusia, sebuah kasus mempunyai bagian- bagiannya sendiri;  beserta alasan- alasannya; dan terkadang kasus ini mempunyai bentuknya sendiri dan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi (Denzin dan Lincoln 2009). Studi kasus ini dapat digunakan apabila suatu pertanyaan “bagaimana (how)” dan “mengapa (why)” diajukan mengenai seperangkat peristiwa yang tidak dapat atau hampir tidak dapat dijangkau oleh pengendalian peneliti (Yin, 1981). Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau mengintepretasi suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim, A 2001). Penelitian ini merupakan jenis studi kasus mendalam (intrinsic case study) yang merupakan penelitian studi kasus yang dilakukan dengan maksud untuk pertama kali dan terakhir kali meneliti tentang suatu kasus khusus. Hal ini dilakukan tidak dengan maksud untuk menempatkan kasus tersebut mewakili dari kasus lain, tetapi lebih kepada kekhususan dan keunikannya. Fokus penelitian ini adalah pada kasus itu sendiri, baik sebagai lokasi, program, kejadian atau kegiatan. Penelitian studi kasus mendalam ini memiliki prosedur kajian yang lebih terperinci kepada kasus dan kaitannya dengan lingkungan disekitarnya secara terintegrasi dan apa adanya. Lebih khusus lagi, penelitian studi kasus mendalam merupakan penelitian yang sangat terikat pada konteksnya (Cresswell, 2009).
3.1.2    Metode pengumpulan data
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dengan pemain dari game Point Blank, kriteria informan yang dipilih adalah pengguna yang menghabiskan waktu banyak untuk online di dalam dunia game tersebut dengan pertimbangan bahwa pemain tersebut memiliki level/Pangat yang tinggi serta memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam dunia game online PB. Namun tidak tertutup kemungkinan peneliti juga akan memilih informan yang masih terhitung awam dalam game PB. Sementara untuk mendapatkan data sekunder, akan dilakukan observasi fitur-fitur serta interaksi yang ada dalam game online Point Blank (PB). Observasi yang dilakukan berbentuk participant observation, dimana peneliti akan masuk ke dalam dunia virtual Point Blank dengan membuat Akun  sendiri dan ikut bermain dengan para informan yang dipilih. Observasi akan dilakukan selama peneliti mengerjakan tesis ini karena peneliti sendiri sebagai salah satu pemain game PB telah memiliki akun/Username dalam game tersebut. Berbagai interaksi yang terjadi baik dalam bentuk tindakan maupun percakapan merupakan hal yang penting dalam penelitian ini, karena berbagai interaksi tersebut diharapkan mampu untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana dan seperti apa saja stereotip yang terbentuk dalam proses interaksi antar pemain. Selain itu peneliti akan melakukan studi dokumen publik/resmi serta menggunakan Chat History dalam game, apabila penulis menemukan komunikasi/percakapan yang dapat dikategorikan sebagai data penelitian.


3.1.3    Metode Analisis data
Dalam menganalisa data, coding merupakan cara yang umum digunakan di dalam menganalisa data penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan oleh Kathy Charmaz (1983) “coding, the initial phase of the analytic method, is simply process of categorizing and sorting data. Codes then serve as shorthand device to label, separate, compile, and organize data”. Proses coding ini terdiri dari 7 langkah umum (Baxter & Babbie 2004:366-370) yaitu menentukan pertanyaan yang akan dicari di dalam penelitian, menyatukan data tekstual, membangun sebuah kategorisasi, menambal lubang dari data, mengecek kembali, menemukan contoh untuk mengilustrasikan data, dan mengintegrasi kategori. Pada penelitian ini peneliti akan melakukan narasi terhadap hasil dari observasi serta melakukan koding data terhadap temuan-temuan yang di dapat dari online game PB. Koding data akan dilakukan melalui empat langkah dasar (Baxter & Babbie 2004) yaitu open coding, axial coding, process analysis, dan selective coding. Open coding adalah sebuah proses dari memecah data, memeriksa membandingkan, mengkonseptualisasi, dan mengkategorisasikan data (Straus & Corbin 1990:61). Tahap selanjutnya adalah axial coding yaitu proses yang melibatkan usaha untuk lebih memahami fenomena dengan melihat pada kondisi yang melatarbelakangi, konteks yang mengikuti, kondisi-kondisi yang menghambat yang dapat mempengaruhi respon pada fenomena yang diteliti sehingga pada tahap ini terjadi proses pengidentifikasian properti-properti dan dimensi. Setelah axial coding, peneliti melanjutkan pada tahap proses analisa yang didefinisikan sebagai menghubungkan bagian-bagian dari aksi/interaksi sebagaimana hal-hal tersebut relevan terhadap fenomena yang diteliti. Tahap terakhir adalah selective coding dimana data yang sudah memiliki sistem elaborasi dari kategori-kategori data dan sudah mengorganisasikan kategori-kategori tersebut menjadi sebuah kerangka fenomena yang sebab- akibat, konteks, kondisi, penghambat aksi/interaksi, konsekuensi tersebut dianalisa secara menyeluruh sehingga menghasilkan narasi deskriptif tentang fenomena utama dari studi yang dilakukan.
3.1.4    Keabsahan data penelitian
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat alamiah, karena itu di dalam penelitian ini keabsahan data harus juga diperhatikan. Yvonna Licoln dan Egon Guba (1985) memberikan daftar klasik dari kriteria dimana trustworthiness dari penelitian kualitatif dikembangkan. Kriteria dari trustworthiness ini adalah credibility, dependability, confirmability, dan transferability. Kredibilitas penelitian dapat dilihat dari pertanyaan apakah kesimpulan dari studi yang dilakukan membunyikan sebuah kebenaran pada obyek yang diteliti. Peneliti kualitatif berharap bahwa hasil dari penelitiannya akan membawa reaksi “ya, itu betul, tapi tidak pernah terpikirkan oleh saya” kepada pembacanya. Untuk itu peneliti menyajikan metodologi  penelitian yang digunakan, hasil analisa dari peneliti, referensi yang digunakan oleh peneliti serta lampiran data-data yang di dapat oleh peneliti selama penelitian ini berlangsung seperti hasil interaksi yang terdapat pada berbagai channel chat, ruang guild, serta berbagai tempat dalam dunia game online PB. Dan selain itu, peneliti juga ikut melampirkan hasil wawancara dengan pemain game PB sebagai pemenuhan kredibilitas penelitian. Dalam penelitian kualitatif peneliti percaya bahwa realitas selalu dikonstruksi oleh aktor-aktor sosial dan karena itu dapat diberubah. Untuk membuat penelitiannya dependable seorang peneliti kualitatif harus membuat penelitiannya dimungkinkan untuk dilakukan external check untuk memeriksa proses dari studi yang dilakukan. External check harus membuat proses-proses yang dilakukan oleh peneliti menjadi dapat diikuti, dalam arti ketika seseorang yang membaca suatu penelitian dapat mengetahui bagaimana peneliti berpijak dari poin A ke poin B lalu ke poin C dalam proses intepretasinya. Ketika seorang peneliti semakin lama semakin dalam mempelajari suatu fenomena maka pemahamannya akan fenomena tersebut pun akan semakin dalam dan hal ini yang membuat analisa yang dihasilkannya pun akan selalu mengalami perubahan atau semakin berkembang Kriteria yang ketiga adalah confirmability atau kemampuan untuk dikonfirmasi. Bila penelitian kuantitatif membicarakan tentang validitas, maka peneliti kualitatif berbicara mengenai confirmability. Tidak seperti peneliti kuantitatif yang melihat bahwa realitas adalah objektif sehingga dapat dilakukan pengukuran secara universal, peneliti kualitatif mempercayai akan adanya multiple subjective realities. Karena itu yang penting bagi peneliti kualitatif adalah melihat apakah kesimpulan penelitian adalah hasil dari fenomena yang diteliti dan bukannya menitik beratkan pada bias dari sang peneliti. Perbedaan antara dependability dan confirmability adalah dependability menelusuri alur pemahaman peneliti untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu masuk akal. Sedangkan confirmability melihat pada apakah kesimpulan dari data yang dimiliki oleh peneliti sudah masuk akal. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini dihasilkan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Kriteria yang terakhir adalah transferability. Kewajiban dari peneliti kualitatif adalah untuk memberikan deskripsi secara detail dari sebuah setting atau grup yang diteliti—atau apa yang umum disebut sebagai “thick description” (Gerts, 1973). Bila peneliti dapat memberikan thick description maka pembaca dapat memutuskan apakah dan bagaimana analisa dari peneliti relevan terhadap diri pembacanya. Untuk itu peneliti kualitatif harus menyediakan detail yang mencukupi sehingga pembaca dapat membuat keputusan mengenai pengaplikasian temuan ditempat lain dalam konteks atau kelompok yang berbeda. Penejelasan yang diberikan oleh peneliti sehubungan dengan konsep-konsep yang digunakan, metodologi penelitian yang dilakukan, data-data yang dikumpulkan, lampiran-lampiran yang dicantumkan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan detail-detail yang diperlukan sehingga dapat diaplikasikan pada penelitian lainnya.
3.2.1    Keterbatasan penelitian
Sebagaimana penelitian-penelitian lainnya, penelitian ini juga memiliki keterbatasan - keterbatasan dalam prosesnya, selain dari keterbatasan dari peneliti sendiri yang kurang pengalaman serta pengetahuan, terdapat pula keterbatasan-keterbatasan lainnya, yaitu :
1. Terbatasnya akses dari peneliti, dimana avatar peneliti masih lemah dibandingkan para informan yang memiliki Senjata  yang jauh lebih kuat. Sehingga para pemain lain seringkali tidak mengakui Persenjataan peneliti, sehingga mengakibatkan peneliti agak sulit untuk mendapatkan data dari proses observasi.
2. Dalam dunia game online, terdapat berbagai tempat berbeda, dimana di masing-masing tempat tersebut seringkali terjadi interaksi yang berbeda pula, namun peneliti akan berusaha untuk mendapatkan data sebanyak mungkin dengan berkeliling dalam dunia game online tersebut.
3. Penggunaan sarana Yahoo!! Messenger sebagai media dalam proses wawancara, mengakibatkan penulis tidak dapat melihat secara langsung informan.







3.2.2    Deskripsi karakter game Poin Blank
Point Blank, sebuah Online First Person Shooting Game dengan tingkat realistik tinggi. Game ini mulai diperkenalkan di Indonesia pada April 2009 dan tidak lama langsung menjadi salah satu game favorit. Sebutan untuk pemain/karakter dalam game ini adalah :
Gambar Acid Pool (Paul) Sumber: http://pb.nfinity-games.com
 Lulus sebagai polisi terbaik dari University of Elite Police dan mempunyai pembawaan yang cool. Akan tetapi karena gaya bicaranya yang lucu maka dia diberikan nickname “Acid Pool” oleh teman-temannya Setelah lulus dia kemudian mendaftar untuk menjadi polisi. Karena mempunyai kemampuan yang tinggi dan selalu memiliki taktik yang baik, dia kemudian ditugaskan untuk bergabung dengan CT-FORCE. Untuk membuktikan loyalitas dan kepercayaanya kepada pemerintah, dia siap untuk melawan Free Rebels yang semakin merajalela.
Gambar Keen Eyes (Ayse) (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Merupakan keturunan campuran antara penduduk asli dan pendatang. Dia mempunyai kemampuan yang tinggi dan merupakan salah satu pimpinan dari kepolisian. Karena alasan ini CT-FORCE berniat untuk mengajaknya bergabung. Karena merupakan keturunan campuran dan memiliki mata yang tajam maka teman-temannya menjulukinya “Keen Eyes”. Merupakan satu-satunya keturunan campuran di kepolisian.
Gambar Leopard (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
 Pada usia 17 tahun dia melakukan imigrasi ke United States bersama dengan seluruh keluarganya. Karena merupakan keturunan Asia dia selalu diganggu oleh teman sekolahnya. Setelah lulus dari universitas pada 22 tahun dia langsung mendaftar untuk menjadi U.S Army. Pada usia 24 tahun dia sudah menjadi anggota dari Green beret special force. Dia kemudian mendapatkan pangkat Sergeant pada usia 33 tahun. Setelah itu, dia kembali ke tempat kelahirannya untuk menikmati hidup. Tidak lama kemudian terdengar kabar bahwa pemerintah pusat ingin merekrut semua prajurit yang handal untuk membentuk team melawan para terroris yang semakin merajalela. Team tersebut dinamakan Ct-FORCE. Green beret mendapatkan perintah untuk mencari seseorang yang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk bergabung dengan CT-FORCE melawan teroris. Pada saat bergabung dengan CT-FORCE dia mendapatkan panggilan “Leopard”.
Hyde (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Dia lahir di Inggris, kedua orangtuanya merupakan mantan prajurit di Tokyo. Pada usia 19 tahun dia mendaftarkan diri untuk menjadi infantry pada British Army. Menginjak usia 22 tahun dia menjadi prajurit yang paling terkenal di British Army karena memiliki taktikal support dan kemampuan yang tinggi. Di usia 26 tahun dia mendapatkan pertempuran yang keras, sehingga menimbulkan luka pada wajahnya. Karena kemampuan dan pengalamannya CT-FORCE tertarik untuk merekrut dirinya Karena berasal dari negara asing dia diberikan nickname “Hyde”. Akan tetapi karena sifatnya yang penyendiri dia kurang dapat bergaul dengan sesamanya dalam CT-FORCE Dengan potongan rambut yang pendek dan hitam serta bekas luka pada wajahnya, membuat dia terlihat sangat dingin.

Red Bulls (Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Karena hanya seorang imigran dia tinggal di desa kecil bersama orang tuanya.dan imigran lainnya. Dia juga merupakan pemain bola yang hebat. Sesaat setelah menerima gelar MVP pada kejuaraan sepak bola, dia mendengar kabar bahwa kedua orangtuanya terbunuh pada saat mempertahankan desa mereka dari pemerintah yang ingin menghancurkan desa tersebut. Dia segera pulang ke desanya, akan tetapi dia hanya menemukan desanya yang telah hancur lebur. Hatinya penuh dengan amarah dan kebencian kepada pemerintah. Kemudian dia bergabung dengan Free Rebels untuk membalaskan kematian orang tuanya. Memiliki fisik seorang pemain bola dan mempunyai mata yang tajam seperti banteng membuat teman-temannya di Free Rebels memanggilnya “Red Bulls”
Tarantula(Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Dia terlahir di keluarga imigran. Kehilangan kedua orang tuanya pada waktu kecil karena kecelakaan, kemudian diadopsi oleh keluarga lain. Hari demi hari dilalui di keluarga barunya. Akan tetapi sifat rasis dari ayah angkatnya semakin lama semakin besar dan memperlakukan dirinya secara kasar. Suatu hari dia menemukan revolver di lemari, kemudian dia mengambil revolver itu dan menembakkanya ke dada ayah angkatnya. Akibat insiden ini dia dimasukkan ke dalam penjara. Dalam penjara dia sering dipanggil dengan sebutan “Tarantula”. Setelah beberap tahun dia bebas dari penjara.Kemudian dia mendengar kabar bahwa para imigran selalu mendapatkan diskriminasi, hal ini membuatnya sangat marah. Kemudian dia memustuskan untuk bergabung dengan Free Rebels.
D-Fox(Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
 Kedua orang tuanya berasal dari Timur Tengah dan Asia. Meskipun campuran dia memiliki fisik yang baik. Pada usia 20 tahun dia telah menjadi Lieutenant dan telah melakukan banyak misi khusus. Pada usia 25 tahun dia telah menjadi Team leader. Dia terkenal karena tidak pernah meninggalkan jejak di setiap pertempuran. Di usia 26 tahun dia telah menjadi seorang Army Ranger. Tidak lama setelah itu dia mendapatkan suatu tugas rahasia dari pemerintah. Akan tetapi karena ada kesalahan informasi dari pemerintah, seluruh anggota teamnya terbunuh. Pemerintah melimpahkan semua kesalahan kepada dirinya atas kejadian itu. Tidak terima perlakuan pemerintah, dia kemudian memberontak dan bergabung dengan Free Rebels Untuk mengenang dan menghormati teman-temannya yang telah terbunuh di medan perang dia kemudian menamai dirinya Desert Fox, yang kemudian disingkat menjadi “D-Fox”. Pada suatu misi dia tidak sempat untuk melarikan diri sebelum bomb yang dipasang meledak, sehingga tanganya terluka. Oleh karena itu dia selalu menggunakan sarung tangan.
Viper Red(Sumber: http://pb.nfinity-games.com)
Dia mengikuti jejak ayah angkatnya yang berasal dari Perancis untuk menjadi seorang bodyguard. Kemampuan bertarung dan daya tahan tubuhnya telah ditempa dengan baik dari waktu kecil. Dia diadopsi oleh seseorang dari negara lain 25 tahun yang lalu, karena ibunya akan menjalankan suatu misi rahasia. Sekarang dia berusaha untuk mencari dan menemui ibunya kembali. Dia kemudian mendapatkan kabar bahwa ibunya adalah seorang Free Rebels dan telah terbunuh oleh pemerintah pada saat pertempuran demi melindungi imigran dari Amerika Latin. Mendengar itu dia kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Free Rebels untuk membantu para imigran yang tertindas dan membalaskan dendam ibunya. Tidak seperti wanita yang lainnya. Dia mempunya kecepatan yang tinggi dan kekuatan yang besar. Dia juga ahli dalam menyusun taktik dan selalu bergerak licin seperti ular pada saat di medan pertempuran. Dia tidak menyukai sinar matahari dan selalu menggunakan kacamata hitam.




















BAB IV
PENUTUP
4.1.1 Kesimpulan
Identitas seseorang ditentukan melalui proses sosialisasinya, Menurut Samovar (2010) kita tidak terlahir dengan dengan memiliki identitas, namun melalu interaksi-interaksi, kita akan menemukan siapa diri kita, bagaimana kita merasa cocok di dalamnya dan dimana kita dapat menemukan keamanan. Ketika kita bertemu dengan orang lain, maka kita akan mulai mengembangkan berbagai identitas. Seiring dengan perkembangan zaman, kelompok-kelompok tempat kita menemukan identitas diri juga turut berkembang. terlebih dengan adanya media baru, dimana kelompok-kelompok baru semakin tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah dunia virtual game,dalam online game, setiap pemain akan membawa identitasnya masing-masing sebagai seorang individu. Baik itu identitas pribadi, kebangsaaan, identitas dalam perkerjaan, identitas gender dan lain-lain. Namun seiring dengan perkembangannya identitas seorang pemain game akan berubah pula seiring dengan fungsi dan pengalamannya di dalam game online. Hal ini juga terjadi dalam dunia game online. Dimana identitas para pemain game semakin berkembang. Hal ini berhubungan dengan pemilihan kelas, keanggotaan guild dan peran dari pemain game di dalam dunia game online. Adanya internet protocol, tidak menjadikan relevansi perbudaan antar budaya berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemain-pemain yang menggunakan bahasa negaranya sendiri dalam game, yang tentu saja melanggar code of conduct yang sudah disetujui sejak awal pembuatan akun dalam Perfect world. Walaupun dengan adanya “pengawas”, dalam kasus ini seorang Game Master, dan pemberian hukuman bagi yang melanggar protokol tersebut. Selain itu munculnya stereotipe-stereotipe terhadap pemain yang berasal dari berbagai negara menunjukkan adanya budaya yang dibawa dari luar dunia virtual ke dalam dunia virtual. Game online dan multiplayer memungkinkan pemainnya untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dalam sesi game yang berjalan non-stop. Baik itu mengenai saling tembak satu sama lain dengan rocket launcher dan berbagai senjata lainnya, ataupun mengadakan pernikahan virtual, tema utama dalam game multiplayer adalah kebersamaan. Pemainnya mungkin memiliki berbagai alasan yang berbeda untuk bermain game-game tersebut, tetapi pada intinya mereka ingin bermain dengan atau melawan pemain lainnya.Game Online Point Blank (PB) dapat memberikan fungsi sebagai media komunikasi antar budaya. Karena ratusan, bahkan ribuan pemain dari berbagai belahan dunia dapat berinteraksi secara langsung. Dalam perkembangan tersebut, selain identitas pribadi yang dibawa oleh pemain game online melalui nama aslinya, hasil penelitian menunjukkan ada beberapa identitas yang menonjol dalam komunikasi yang terjadi antar pemain di dalam dunia game PB. Yang pertama adalah identitas kebangsaan (National Identity) yakni merujuk pada negara tempat kita tinggal. Mayoritas individu mengaitkan identitas nasional mereka dengan negara tempat mereka dilahirkan. Pemain game online membawa identitas kebangsaan merek dengan bangga, namun ada juga beberapa pemain yang berasal dari negara tertentu tetapi tidak mau mengakui ketika ditanyakan asal negaranya oleh pemain dari luar negeri. Yang kedua adalah identitas fantasi dan cyber (cyber and fantasy identity). Adalah identitas seorang individu yang terdapat di dalam dunia virtual. Dalam dunia tersebut setiap individu dapat membentuk identitas yang menonjolkan hal positif atau bahkan identitas yang sama sekali berbeda dengan dunia riil. Semua individu yang bermain dalam sebuah game online berbagi identitas komunal yang sama, yakni para pemain game online. Akan tetapi, pilihan kelas-kelas karakter dari seorang pemain akan menggambarkan identitas yang ingin dibentuk sesuai dengan peran yang diinginkan. Dalam kasus ini, identitas cyber dari para informan diwakilkan oleh karakter mereka di dalam dunia game online PB. Dalam dunia virtual PB, setiap karakter memiliki perannya masing-masing. Pilihan informan atas kelas-kelas dari tiap karakter menggambarkan perannya. Yang ketiga adalah identitas organisasi (organizational identity) dalam dunia virtual PB, keanggotaan dalam guild juga merupakan suatu hal yang penting. Guild adalah sebuah bentuk organisasi di dalam dunia virtual PB. Seluruh informan yang menjadi narasumber adalah anggota guild. Identitas ini menonjol karena dengan menjadi anggota sebuah guild, para pemain akan mendapatkan akses untuk mengikuti guild war dan berbagai keuntungan lainnya. Identitas yang dibawa oleh pemain dalam dunia game online juga seringkali membawa sisi negatif. Seperti yang disinggung sebelumnya. Ketika kita berhadapan dengan kurangnya pengetahuan dan kesamaan, kita cenderung untuk melakukan stereotipe. Hal ini pula lah yang muncul dalam dunia game online terutama server internasional, dimana pemain-pemain yang berasal dari berbagai negara bertemu dan melakukan interaksi satu sama lain secara real-time. Begitu pula di dalam game PB, stereotipe-stereotipe akan muncul ketika pemain-pemain yang berasal dari berbagai negara melakukan interaksi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, proses pembentukan stereotipe terhadap pemain Indonesia muncul karena pengalaman berinteraksi dan berbagai informasi yang negatif. Stereotipe-stereotipe pemain Indonesia yang muncul adalah; miskin karena kebanyakan pemain Indonesia hanya menggunakan semua fitur gratis dari game dan tidak membeli voucher; rusuh karena pemain indonesia seringkali mengintimidasi pemain lain dengan cara-cara yang mengganggu; cheater karena banyak yang menggunakan peranti lunak ilegal dalam memainkan PB; dan perusak harga barang. Namun tidak semua stereotipe yang muncul adalah negatif, ada beberapa stereotipe positif yang muncul, yakni pemain Indonesia dianggap ramah, baik, dan fairplay karena pemain indonesia dikenal menghadapi tantangan duel dengan adil. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme.
4.1.2 Saran
4.1.2.1 Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu titik awal akan penelitian- penelitian akademis yang serupa. Untuk itu peneliti menyarankan adanya beberpa bagian yang dapat diperdalam dalam penelitian mengenai stereotipe dan akomodasi komunikasi di media baru ini. Penelitian sejenis akan lebih lengkap apabila menggunakan konsep real virtuality, yang dikemukakan oleh Manuel Castells dalam bukunya The Rise of Network Society, dimana Manuel Castells (2010) menggambarkan bahwa realitas, sebagaimana yang dialami, sejak awal merupakan sebuah dunia virtual, dimana seluruh pengalaman selalu dipersepsikan melalui simbol yang membentuk praktek dengan sejumlah makna yang melepaskan definisi semantik. Penelitian dari aspek metodologi penelitian baik untuk dilakukan lebih lanjut karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akan terus berlanjut karena itu diperlukan adanya metodologi penelitian yang kompatibel dengan perkembangan teknologi ini. Penelitian lain yang dapat dilakukan adalah penelitian mengenai perkembangan identitas pemain game online. Selain itu dapat dilakukan penelitian mengenai efek bermain dalam dunia virtual pada komunikasi di dunia nyata.
4.1.2.2 Praktis
Hasil ini menunjukkan bahwa Point Blank sebagai sebuah game yang menjadi media komunikasi antar budaya tidak terlepas dari berbagai hambatan-hambatan yang terdapat pada komunikasi antar budaya. Terutama stereotipe-stereotipe yang muncul terhadap pemain yang berasal dari suatu negara. Oleh karena itu walaupun identitas kebangsaan penting sebagai representasi pemain dari suatu negara, identitas individu juga tidak kalah penting, karena tiap individu berbeda dan unik. Selain itu kita juga harus memperhatikan akomodasi komunikasi yang dilakukan ketika berinteraksi dengan pemain lain yang berasal dari luar negeri.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2016. Ngerjain Tugas Yuk... . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design by Nugas Melulu . Published by White Simple