TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
(Uncertainty
Reduction Theory – URT)
Berdasarkan Penelitian Charles
Berger dan Richard Calabrese
Teori
Pengurangan Ketidakpastian dipelopori oleh Charles Berger dan Richard Calabrese
pada tahun 1975. Tujuan mereka dalam menyusun teori ini adalah untuk
menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian di antara
orang asing yang terlibat dalam pembicaraan satu sama lain untuk pertama kali.
Berger dan Calabrese yakin bahwa ketika orang asing pertama kali bertemu,
utamanya mereka tertarik untuk meningkatkan prediktabilitas dalam usaha untuk
memahami pengalaman komunikasi mereka. Kadang kala teori ini disebut sebagai
Teori Interaksi Awal (Initial Interaction
Theory).
Berger
dan Calabrese berpikir bahwa kita termotivasi baik untuk memprediksi maupun
untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam perjumpaan-perjumpaan awal. Prediksi (prediction) dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memperkirakan pilihan-pilihan perilaku yang mungkin dipilih dari sejumlah
kemungkinan pilihan yang ada bagi diri sendiri atau bagi pasangan dalam suatu
hubungan. Penjelasan (explanation) merujuk kepada usaha atau
kemampuan untuk menginterpretasikan makna dari tindakan yang dilakukan dalam
sebuah hubungan. Kedua konsep ini-prediksi dan penjelasan-menyusun dua
subproses utama dari pengurangan ketidakpastian.
Contoh:
Adit
dan Lia mengambil kelas Ilmu Komunikasi yang sama di Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Mereka selalu bertemu di kelas setiap hari senin-jumat selama tiga
bulan terakhir. Mereka belum pernah berbicara satu sama lain (ketidakpastian meningkat). Namun pada
suatu hari, untuk pertama kalinya Adit mengajak Lia berbicara. Maka Adit akan
memperkirakan perilaku apa saja yang akan ia tunjukkan pada Lia, Begitu pun
sebaliknya, Adit juga akan memperkirakan perilaku apa yang akan ditunjukkan
oleh Lia. Misalnya, jika Adit memilih berperilaku dengan melambaikan tangan dan
berkata “Hai” pada Lia, maka ada beberapa pilihan perilaku yang akan ditunjukkan
Lia, mungkin ia akan berkata “Hai” juga
atau mungkin ia akan pergi meninggalkan Adit dengan tatapan yang aneh karena
tidak mengenali Adit (prediksi). Namun
jika Lia membalas sapaan Adit dan mereka melanjutkan pembicaraan mereka, maka
pastinya ada beberapa sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh lawan bicara
masing-masing. Setelah pembicaraan mereka berakhir, maka mereka akan berusaha
untuk menjelaskan makna apa yang terkandung dari sikap yang ditunjukkan oleh
lawan bicaranya tadi. Misalnya jika Lia memberikan perilaku tergesa-gesa dan
ingin langsung meninggalkan Adit, Maka Adit mempunyai beberapa pilihan
penjelasan mengenai sikap yang ditunjukkan oleh Lia. Apakah Lia merasa tidak
nyaman mengobrol dengan dirinya, atau Lia memiliki urusan dengan orang lain
sehingga ia tergesa-gesa ingin pergi atau bahkan pilihan-pilihan penjelasan
lainnya. Maka antara Adit dan Lia akan muncul ketidakyakinan mengenai apa yang
akan terjadi ketika lain waktu mereka bertemu lagi. Terdapat banyak kemungkinan
penjelasan untuk pernyataan bahwa ketidakpastian Adit sangat tinggi (penjelasan).
Teori
URT ini konsisten dengan ide teoritikus lain, seperti Claude E. Shannon dan
Warren Weaver (1949) yang menyatakan dalam teori informasi mereka bahwa
ketidakpastian ada ketika jumlah alternatif yang mungkin dalam sebuah situasi
tinggi dan kemungkinan terjadinya alternatif-alternatif itu relatif setara.
Sebaliknya mereka menyatakan, ketidakpastian menurun ketika
alternatif-alternatif yang ada terbatas jumlahnya dan/atau terdapat sebuah
alternatif yang biasanya dipilih.
Contoh:
Ketika
Nanda berjalan menuju kelas Bahasa Inggris pada hari pertama kelasnya, dan
orang yang duduk didekat pintu tersenyum padanya, Nanda memiliki sedikit
alternatif penjelasan untuk perilaku ini. Orang tersebut dapat dikatakan
bersahabat, berusaha untuk mengenalnya, sedang memincing karena sinar matahari,
atau salah mengenali Nanda sebagai orang yang ia kenal. Karena sebuah ruang
kelas di kampus sering kali diatur oleh norma keramahan dank arena penjelasan
alternative yang ada sedikit. Nanda mungkin akan memutuskan bahwa senyuman itu
adalah senyuman yang ramah dan bersahabat, sehingga ia dapat mengurangi
ketidakpastian dengan mudah. Akan tetapi, jika Nanda berjalan ke dalam sebuah
ruangan wawancara pekerjaan dan melihat kandidat lain yang ada di ruang tunggu
dan sedang memandang ke arahnya tersenyum, maka penjelasan alternatif akan
lebih banyak. Penjelasan-penjelasan ini akan mencakup semua penjelasan yang
telah disebutkan di atas dan juga bahwa orang ini sedang mengukur kemampuan
Nanda sebagai saingannya, sedang berpikir bahwa Nanda adalah lawan yang lemah,
sedang berusaha untuk mengalihkan perhatian Nanda, dan sebagainya. Naiknya
jumlah alternatif-alternatif ini akan meningkatkan ketidakpastian dan
menyebabkan Nanda berusaha untuk menguranginya. Berger dan Calabrese berteori bahwa komunikasi merupakan sarana yang
digunakan orang untuk mengurangi ketidakpastian mereka mengenai satu sama lain.
Sebaliknya, pengurangan ketidakpastian menciptakan kondisi sangat baik untuk
pengembangan hubungan interpersonal.
Setelah
Berger dan Calabrese mengemukakan teori ini (1975), teori ini kemudian sedikit
diperjelas (Berger, 1979; Berger & Bradac, 1982). Versi terbaru dari teori
ini menyarankan bahwa terdapat dua tipe ketidakpastian dari perjumpaan awal:
kognitif dan perilaku. Kognitif kita merujuk pada keyakinan dan sikap yang kita
dan orang lain anut. Oleh karenanya, ketidakpastian
kognitif (cognitive uncertainty),
merujuk kepada tingkat ketidakpastian yang dihubungkan dengan keyakinan dan
sikap tersebut. Misalnya, di sebuah perpustakaan pada perjumpaan awal
percapakan antara Adi dan Nia yang berlatar belakang dari jurusan yang berbeda.
Adi dari jurusan teknik dan Nia dari jurusan filsafat. Adi berkata, “Hai,
apakah jurusan filsafat sangat menyenangkan untuk dipelajari? Saya tidak yakin
akan mengerti apa yang diajarkan di dalam kelas filsafat. Kadang saya berpikir
mungkin sebaiknya saya belajar catur saja.” Hal ini menunjukkan bahwa
ketidakpastian Nia akan meningkat. Nia akan bertanya-tanya apakah Adi sedang
merendahkan jurusan pilihannya atau memang Adi hanya sekedar bertanya tentang
jurusan pilihannya. Ia mengalami ketidakpastian kognitif. Sedangkan Ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty), merujuk kepada
tingkat ketidakpastian yang berhubungan dengan perilaku. Karena kita memiliki
ritual budaya untuk percakapan ringan, maka pada contoh Adi dan Nia tadi
kemungkinan tahu bagaimana berperilaku selama pembicaraan mereka yang singkat.
Jika salah satu dari mereka melanggar ritual budaya tersebut dengan melakukan pembukaan diri (self-disclosure) secara tidak sesuai (membuka informasi mengenai
diri sendiri kepada orang lain) atau benar-benar tidak mengindahkan pasangan
bicaranya, ketidakpastian perilaku mereka akan meningkat.
Berger
(1987) berbicara mengenai ketidakpastian perilaku dalam kalimat berikut ini:
“Untuk berinteraksi dalam cara yang relatif lancar, terkoordinasi, dan dapat
dipahami, seseorang harus mampu memprediksi bagaimana mitra interaksi akan
berperilaku, maupun berdasarkan prediksi ini, mampu memilih dari
perbendaharaannya respons-respons yang akan mengoptimalkan hasil akhir dari
sebuah perjumpaan”.
Lebih
jauh lagi, Berger dan Calabrese (1975) berargumen bahwa pengurangan
ketidakpastian memiliki baik proses proaktif maupun retroaktif. Pengurangan ketidakpastian proaktif
terjadi ketika seseorang berpikir mengenai pilihan-pilihan komunikasi sebelum
benar-benar melakukannya dengan orang lain. Sedangkan pengurangan ketidakpastian retroaktif terdiri atas usaha-usaha
untuk menjelaskan perilaku setelah perjumpaan itu sendiri.
Sekilas
teori pengurangan ketidakpastian adalah ketika orang asing bertemu, fokus utama
mereka adalah mengurangi tingkat ketidakpastian mereka dalam situasi tersebut
karena ketidakpastian menyebabkan ketidaknyamanan.
ASUMSI TEORI
PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Teori
pengurangan ketidakpastian berusaha untuk menempatkan komunikasi sebagai dasar
perilaku manusia, dan karenanya sejumlah asumsi mengenai perilaku manusia dan
komunikasi mendasari teori ini. Ada 7 asumsi yang membingkai teori ini, yakni
penjelasan tiap teori akan disebutkan sebagai berikut:
1.
Orang
mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.
Di dalam sejumlah latar interpersonal, orang
merasakan ketidakpastian. Karena terdapat harapan berbeda-beda mengenai
kejadian interpersonal, maka masuk akal untuk menyimpulkan bahwa orang
merasakan ketidakpastian atau bahkan cemas untuk bertemu orang lain.
Sebagaimana dikatakan Berger dan Calabrese (1975), “Ketika orang tidak mampu
untuk memahami lingkungannya, mereka biasanya menjadi cemas”.
2.
Ketidakpastian
adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan stres secara kognitif.
Asumsi kedua ini menyarankan bahwa ketidakpastian
merupakan keadaan yang tidak mengenakkan. Dengan kata lain, berada di dalam
ketidakpastian membutuhkan energi emosional dan psikologis yang tidak sedikit.
Orang yang berada di dalam lingkungan kerja yang baru sering kali mengalami
stres jenis ini.
Contoh:
Ketika firman pindah
dari Jakarta ke Bandung untuk mengajar pertaa kalinya, ia berada di dalam
situasi yang baru, tidak mengenalseorang pun, dan tidak mempunyai pengalaman
mengajar di universitas sebelumnya. Ia segera menyadari bahwa untuk memahami
cara mengajar di universitas, ia butuh untuk bertemu dengan koleganya sesegera
mungkin. Hingga pertemuan awal ini
terjadi, ia akan banyak mengalami stres kognitif.
3.
Ketika
orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi
ketidakpastian mereka atau meningkatkan prediktabilitas.
Asumsi berikut ini mengusung pernyataan bahwa ketika
orang asing bertemu, terdapat dua hal yang penting: mengurangi ketidakpastian
dan meningkatkan prediktabilitas. Sekilas pernyataan ini terdengar wajar, tapi
sebagaimana disimpulkan oleh Berger (1995), “Selalu terdapat kemungkinan bahwa
mitra berbicara seseorang akan memberikan respons secara tidak biasa pada pesan
yang paling rutin sekalipun”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
pencarian informasi biasanya dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dengan tujuan
untuk memperolah prediktabilitas.
4.
Komunikasi
interpersonal adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui
tahapan-tahapan.
Asumsi keempat URT menyatakan bahwa komunikasi
interpersonal adalah proses yang melibatkan tahapan-tahapan perkembangan.
Menurut Berger dan Calabrese, biasanya kebanyakan orang memulai interaksi dalam
sebuah fase awal (entry phase), yang dapat didefinisikan
sebagai tahap awal dari sebuah interaksi di antara orang asing. Fase awal
dituntun oleh aturan dan norma implisit dan eksplisit, seperti membalas ketika
orang mengatakan, “Hai! Apa kabar?” setelah itu, orang memasuki tahapan kedua,
yang disebut sebagai fase personal (personal phase), atau tahap dimana
partisipan mulai berkomunikasi dengan lebih spontan dan membuka lebih banyak
informasi pribadinya. Fase personal dapat terjadi dalam perjumpaan awal, tetapi
biasanya lebih banyak terjadi setelah dilakukan beberapa interaksi. Tahap
ketiga, fase akhir (exit phase), merujuk pada tahapan
selama dimana individu membuat keputusan mengenai apakah mereka ingin untuk
melanjutkan interaksi dengan pasangannya di masa yang akan datang.
5.
Komunikasi
interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi ketidakpastian.
Asumsi kelima menyatakan bahwa komunikasi
interpersonal adalah alat utama bagi pengurangan ketidakpastian. Karena kita
telah mengidentifikasi komunikasi interpersonal sebagai focus URT, komunikasi
interpersonal mensyaratkan beberapa kondisi yaitu beberapa diantaranya adalah
kemampuan untuk mendengar, tanda respons nonverbal, dan bahasa yang sama.
Kebanyakan kita menduga awalnya bahwa kondisi ini dan kondisi lainnya ada dalam
pembicaraan kita, tetapi Berger (1995) mengingatkan bahwa ada sejumlah situasi
dimana “kondisi prasyarat untuk menjalankan pertemuan tatap muka ini tidak terpenuhi”.
Contohnya ia melihat tantangan tidak terlihat dalam berkomunikasi dengan
partisipan yang memiliki kekurangan pendengaran atau visual yang tidak
mempunyai kemampuan indera yang baik. Atau mungkin kita mempunyai pengalaman
berkomunikasi dengan seseorang yang tidak bisa berbicara dalam bahasa kita.
Tantangan-tantangan seperti ini memengaruhi proses pengurangan ketidakpastian
dan pengembangan hubungan.
6.
Kuantitas
dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiring berjalannya
waktu.
Asumsi ini menggarisbawahi sifat waktu. Asumsi ini
juga berfokus pada fakta bahwa komunikasi interpersonal adalah perkembangan.
Teoretikus pengurangan ketidakpastian percaya bahwa interaksi awal adalah
elemen kunci dalam proses perkembangan ini. Untuk menggambarkan asumsi ini,
pertimbangkan pengalaman Rani yang menghabiskan beberapa menit untuk sednirian
sebelum masuk untuk menghadiri pertemuan pertamanya dengan Organisasi Pramuka.
Dia tiba-tiba merasa lebih nyaman ketika Dani, orang baru lainnya. Ia datang
dan memperkenalkan dirinya dengan mengucapkan selamat datang padanya. Selama
keduanya bertukar informasi mengenai kecemasan dan ketidakpastian mereka, maka
mereka berdua merasa semakin percaya diri. Ketika mereka berbicara, Rani dan
Dani mengurangi ketidakpastian mereka mengenai seperti apa anggota-anggota lain
dalam organisasi itu.
7.
Sangat
mungkin untuk menduga perilaku orang dengan menggunakan cara seperti hukum.
Asumsi terakhir mengindikasikan bahwa perilaku orang
dapat diprediksi dalam cara seperti hukum. Jika para teoretikus membawa cara
pandang terhadap dunia yang berbeda dalam pembentukan teori. Cara pandang yang
berbeda ini mendorong para teoretikus untuk menggunakan ontologi, epistemologi,
dan aksiologi yang berbeda untuk menjelaskan perilaku komunikasi. Sala satu
ontologi yang sudah dibahas adalah cakupan hukum, yang berasumsi bahwa perilaku
manusia diatur oleh prinsip-prinsip umum yang berfungsi dengan cara seperti
hukum. Meskipun ada beberapa pengecualian, secara umum orang berperilaku
menurut hukum ini. Tujuan dari teori cakupan hukum adalah untuk menghasilkan
hukum yang akan menjelaskan bagaimana kita akan berkomunikasi. Meskipun
beberapa aspek dunia mungkin berjalan sesuai dengan hukum, dunia sosial memliki
jauh lebih banyak variasi. Oleh karena itu, cakupan hukum dalam ilmu sosial disebut
bersifat “seperti hukum”.
AKSIOMA
TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Teori
pengurangan ketidakpastian adalah teori yang aksiomatik. Ini berarti bahwa
Berger dan Calabrese memulai dengan sekumpulan aksioma (axioms), atau
kebenaran yang ditarik dari penelitian sebelumnya dan akal sehat. Aksioma
adalah jantung dari sebuah teori. Aksioma harus diterima sebagai valid karena
merupakan batu penyusun dalam teori. URT mengemukakan adanya tujuh aksioma,
yakni sebagai berikut:
Aksioma 1: Dengan
adanya tingkat ketidakpastian yang tinggi pada permulaan fase awal, ketika
jumlah komunikasi verbal antara dua orang asing meningkat, tingkat
ketidakpastian untuk tiap partisipan dalam suatu hubungan akan menurun. Jika
ketidakpastian menurun, jumlah komunikasi verbal meningkat. Hal ini menyatakan
adanya kebalikan atau hubungan negatif antara ketidakpastian dan komunikasi
verbal. Hal ini menyatakan adanya kebalikan atau hubungan negatif antara
ketidakpastian dan komunikasi verbal.
Contoh:
Jika pada pertemuan pertama antara Farhan dan Ayu mereka langsung berbicara
lebih banyak antara satu sama lain, maka mereka akan menjadi lebih pasti
mengenai satu sama lain. Selanjutnya, ketika mereka berusaha untuk mengenal
satu sama lain dengan lebih baik, mereka akan berbicara lebih banyak satu sama
lain.
Aksioma 2: Ketika
ekspresi afiliatif nonverbal meningkat, tingkat ketidakpastian menurun dalam
situasi interaksi awal. Selain itu, penurunan tingkat ketidakpastian akan
menyebabkan peningkatan keekspresifan afiliatif nonverbal. Hal ini merupakan
salah satu hubungan yang bersifat negatif.
Contoh:
Apabila antara Farhan dan Ayu saling mengekspresikan diri mereka dengan cara
nonverbal yang hangat, mereka akan menjadi lebih pasti mengenai satu sama lain,
dan saat mereka melakukan ini, mereka akan meningkatkan afiliasi nonverbal
mereka satu dengan lainnya: Mereka mungkin akan lebih banyak menggunakan
ekspresi wajah, atau mereka mungkin akan melakukan kontak mata yang lebih lama.
Bahkan, keduanya mungkin akan mulai saling menyentuh dengan cara bersahabat
ketika mereka mulai saling merasa nyaman.
Aksioma 3: Tingkat
ketidakpastian yang tinggi menyebabkan meningkatnya perilaku pencarian
informasi. Ketika tingkat ketidakpastian menurun, perilaku pencarian informasi
juga menurun. Aksioma ini menunjukkan hubungan yang positif antara dua konsep
tersebut.
Contoh:
Farhan akan mengajukan pertanyaan atau mulai dalam pencarian informasi selama
dia merasa tidak pasti mengenai Ayu. Makin ia merasa pasti, makin sedikit
pencarian informasi yang ia lakukan. Hal yang sama juga berlaku pada Ayu.
Aksioma 4: Tingkat
ketidakpastian yang tinggi dalam sebuah hubungan menyebabkan penurunan tingkat
keintiman dari isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan
tingkat keintiman yang tinggi. Aksioma ini memperlihatkan hubungan yang negatif
antara ketidakpastian dan tingkat keintiman.
Contoh:
Jika pada pertemuan pertama antara Farhan dan Ayu memiliki ketidakpastian yang
relatif tinggi, maka mereka akan memulai pembicaraan yang ringan dan tidak
secara nyata membuka diri. Keintiman dari isi komunikasi mereka rendah, maka
ketidakpastian mereka akan berada pada tingkat tinggi. Aksioma keempat ini
menyatakan bahwa jika mereka terus mengurangi ketidakpastian dalam hubungan
mereka, maka komunikasi mereka akan terdiri atas tingkat-tingkat keintiman yang
lebih tinggi. Berger (1979) menyatakan, bahwa selama proses pembukaan diri ini,
para partisipan harus menilai integritas dari keterbukaan itu. Apakah ada
kemungkinan bahwa informasi yang diterima seorang individu bersifat bias,
terlalu positif, atau terlalu negatif? Beberapa penilaian ini mungkin akan
menjadi problematis bagi kedua orang yang sedang berada dalam suatu perjumpaan.
Aksioma 5: Ketidakpastian
yang tingkat tinggi menghasilkan tingkat resiprositas yang tinggi. Tingkat
ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat resiprositas yang rendah pula.
Hubungan yang positif terjadi di sini.
Contoh:
Menurut URT, jika Farhan dan Ayu merasakan ketidakpastian mengenai satu sama
lain, maka mereka akan cenderung untuk meniru perilaku masing-masing. Resiprositas (reciprocity) menyatakan bahwa jika seseorang memberikan sedikit
detail personal, lainnya akan melakukan hal yang sama. Misalnya, “ketika saya
mengatakan dari mana saya berasal pada Anda dan Anda mengatakan dari mana Anda berasal pada saya” ini adalah
sebuah tanda dari perjumpaan awal.
Aksioma 6: Kemiripan
di antara orang akan mengurangi ketidakpastian, sementara ketidakmiripan akan
meningkatkan ketidakpastian. Aksioma ini menyatakan sebuah hubungan yang
negatif.
Contoh:
Oleh karena Farhan dan Ayu berasal dari Universitas yang sama, mereka mungkin
mempunyai kesamaan yang mengurangi beberapa ketidakpastian mengenai satu sama
lain secara cepat. Akan tetapi, mereka berbeda jenis kelamin dan berbeda
jurusan-ketidakmiripan yang mungkin memengaruhi tingkat ketidakpastian mereka.
Aksioma 7: Peningkatan
tingkat ketidakpastian akan menghasilkan penurunan dalam kesukaan; penurunan
dalam ketidakpastian menghasilkan peningkatan dalam kesukaan. Lagi-lagi
hubungan negatif diperlihatkan oleh aksioma ini.
Contoh: Ketika Farhan
dan Ayu mengurangi ketidakpastian mereka, mereka akan meningkatkan kesukaan
mereka satu dengan lainnya. Jika mereka terus merasakan ketidakpastian yang
tinggi mengenai satu sama lain, mereka kemungkinan tidak akan menyukai satu
sama lain. Aksioma ini menerima beberapa dukungan empiris yang tidak langsung.
Dalam sebuah studi yang mempelajari mengenai hubungan antara kepuasan
komunikasi dan pengurangan ketidakpastian, James Neuliep dan Erica Grohskopf
(2000) menemukan bahwa partisipan yang menjadi pewawancara dalam sebuah
permainan peran organisasi lebih memperlihatkan perasaan positif terhadap
partisipan yang berperan sebagai pencari kerja (dan akan cenderung memutuskan
untuk memperkerjakan mereka) ketika ketidakpastian mereka rendah.
PERLUASAN
TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Teori
ini mendorong terjadinya diskusi dan penelitian. Banyak peneliti menguji URT
dan mendasarkan studi mereka pada prinsip dasar teori ini. Bahkan, Berger dan
beberapa koleganya terus memperbaiki dan memperluas teori ini, dengan
mempertimbangkan temuan penelitian. URT diperluas dan dimodifikasi dalam
beberapa area. Area-area ini antara lain termasuk aksioma tambahan, kondisi
pendahulu, strategi, hubungan yang mapan, serta konteks.
Aksioma
Tambahan
Berdasarkan
penelitian lanjtan, Berger dan Gudykunst (1991) menambahkan aksioma kedepalan,
yang kemudian memunculkan tujuh teorema baru.
Aksioma 8: Ketidakpastian
berhubungan secara negative dengan interaksi dalam jaringan sosial. Makin orang
berinteraksi dengan teman dan anggota keluarga dari mitra hubungan mereka,
makin sedikit ketidakpastian yang mereka alami.
Penelitian
yang dilakukan Berger dan Gudykunst berdasarkan aksioma ini berkaitan dengan
hubungan yang sudah melampaui tahap awal; mereka sebenarnya sedang mengamati
hubungan yang romantic.
James Neuliep dan Erica Grohskopf
(2000) menyarankan aksioma kesembilan berdasarkan penelitian mereka yang
mengorelasikan ketidakpastian dan kepuasan komunikasi.
Aksioma
9: Terdapat hubungan kebalikan atau negatif antara ketidakpastian dan
kepuasan komunikasi.
Mereka
mendefinisikan kepuasan komunikasi serupa dengan yang dinyatakan oleh Hecht
(1978, dikutip dalam Neuliep & Grohskopf, 2000) sebagai “sebuah respons afektif terhadap pencapaian
tujuan dan harapan berkomunikasi”. Setelah melakukan dua studi, Neuliep dan
Grohskopf menemukan bahwa: “selama perjumpaan interaksi awal, ketika
individu-individu mengurangi ketidakpastian mereka mengalami kepuasan
komunikasi daripada dalam situasi di mana ketidakpastian tergolong tinggi”.
Kondisi
Pendahulu
Berger
(1979) menyatakan adanya tiga kondisi pendahulu utama ketika seseorang mencari
pengurangan ketidakpastian. Kondisi Pendahulu
Pertama terjadi ketika orang satunya mempunyai potensi untuk memberikan
penghargaan atau hukuman.
Contoh:
Jika di sebuah Universitas Nisa terkenal sangat popular dan merupakan figure
yang karismatik, maka perhatiannya mungkin akan dilihat sebagai penghargaan
oleh Agus, temannya. Sebaliknya, Agus mungkin akan melihat penolakan oleh Nisa
sebagai bentuk hukuman. Jika Agus memandang Nisa sebagai individu yang
membosankan dan tidak menarik atau jika ia mempunyai reputasi yang jelek di
Universitas, ia tidak akan melihat perhatiannya sebagai penghargaan atau bahkan
penolakannya sebagai hukuman. Jadi, menurut Berger, Agus akan benar-benar lebih
termotivasi untuk mengurangi ketidakpastiannya semakin ia berpendapat bahwa
Nisa adalah gadis yang menarik.
Kondisi Pendahulu Kedua
ada
ketika orang satunya berperilaku kebalikan dari yang diharapkan.
Contoh:
Ketika Ririn pertama kali bertemu dengan orang asing dan mengucapkan pesan
pembuka, seperti “Hai”. Harapan Ririn adalah bahwa orang asing tersebut akan
membalas sapaan dari dirinya dengan berkata “Hai juga” atau bahkan dengan
senyuman. Namun pada kenyataannya orang asing tersebut berperilaku kebalikan
dari yang diharapkan. Misalnya, ia bertingkah cuek dengan memberikan tatapan
yang tajam.
Kondisi Pendahulu
Ketiga terjadi ketika seseorang mengharapkan interaksi
selanjutnya dengan orang lain.
Contoh:
Jika Bella sebelumnya pernah bertemu dengan Tami, maka untuk pertemuan kedua
kalinya Bella mengharapkan adanya interaksi yang berkelanjutan dari pertemuan
sebelumnya. Misalnya, dengan melanjutkan obrolan yang lebih bersifat pribadi
dan sebagainya.
Strategi
Berger
(1995) menyatakan bahwa manusia dalam usaha untuk mengurangi ketidakpastian
biasanya menggunakan taktik-taktik dari tiga kategori strategi: pasif, aktif,
dan interaktif. Hal yang utama dari tiap taktik adalah tujuan untuk memperoleh
informasi.
·
Strategi
pasif (passive
strategies), di mana seseorang mengambil peranan pengamat yang tidak
mengganggu terhadap orang lainnya. Ada 2 strategi pasif khusus, yaitu:
-
Pencarian
reaktivitas (reactivity
searching): strategi pasif yang melibatkan mengamati seseorang
melakukan sesuatu.
-
Pencarian
ketidakterbatasan (disinhibition
searching): startegi pasif yang melibatkan mengamati perilaku
alami seseorang atau perilaku yang tidak terbatasi dalam sebuah lingkungan
informal.
·
Strategi
aktif (active
strategies), muncul ketika seorang pengamat mulai melakukan suatu usaha
selain berhubungan secara langsung untuk mengetahui mengenai orang lain.
Contohnya, seseorang menanyakan kepada pihak ketiga untuk memperoleh informasi
mengenai orang lain.
·
Strategi
interaktif (interactive
strategies), terjadi ketika pengamat dan orang yang diamati terlibat dalam
kontak secara langsung atau interaksi tatap muka. Maksudnya, pembicaraan yang
mungkin melibatkan pembukaan diri, mempertanyakan secara langsung, dan taktik
pencarian informasi yang lain.
Meskipun
strategi-strategi ini sangat penting untuk mengurangi ketidakpastian, Berger
yakin bahwa perilaku tertentu, seperti menanyakan pertanyaan sesuatu yang
sensitive, mungkin malah meningkatkan daripada menurunkan ketidakpastian, dan
orang mungkin membutuhkan strategi tambahan untuk menguranginya.
Hubungan yang
Mapan: Melampaui Perjumpaan Awal
Ketika
Berger dan Calabrese menyusun teori mereka, mereka tertarik untuk menggambarkan
perjumpaan awal antara orang asing. Namun, dalam kurun waktu berjalan, teori
telah berkembang dan mencakup hubungan yang mapan. Berger (1982, 1987) sudah
memperbarui teorinya sejak awal. Pertama, dia menyatakan bahwa ketidakpastian
adalah sesuatu yang terus berlangsung dalam sebuah hubungan, sehingga proses
pengurangan ketidakpastian adalah sesuatu yang relevan dalam hubungan yang
mapan maupun dalam interaksi awal. Kesimpulan ini memperluas klaim awal Berger
dan Calabrese yang menyatakan bahwa URT secara khusus berlaku hanya pada
perjumpaan awal.
Penambahan
tiga kondisi pendahulu yang didiskusikan sebelumnya (potensi untuk memberikan
penghargaan atau hukuman, penyimpangan dari harapan, dan antisipasi untuk
interaksi selanjutnya) mengarahkan kita pada sebuah pengujian mengenai
ketidakpastian dalam hubungan yang mapan. Secara khusus, kita akan
mengharapakan penghargaan dari, dikejutkan oleh, dan mengantisipasi interaksi
selanjutnya dengan siapa kita memiliki hubungan yang sedang berjalan.
Ketidakpastian
dalam hubungan yang mapan mungkin berbeda dibandingkan ketidakpastian dalam
perjumpaan awal. Ketidakpastian mungkin berfungsi secara dialektis di dalam
hubungan; karenanya, mungkin terdapat sebuah ketegangan antara mengurangi dan
meningkatkan ketidakpastian dalam hubungan yang mapan (Bazter & Wilmot, 1985). Berger dan Calabrese (1975)
mengamati, “Walaupun pengurangan ketidakpastian mungkin akan memberikan
penghargaan hingga pada titik tertentu, kemampuan untuk memprediksikan perilaku
orang lain akan menyebabkan kebosanan. Kebosanan dalam sebuah hubungan
interpersonal merupakan suatu pengorbanan daripada penghargaan”. Gerald R.
Miller dan Mark Steinberg (1975) menyatakan keyakinan yang serupa, melihat
bahwa orang memiliki hasrat besar akan ketidakpastian ketika mereka merasa aman
dibandingkan ketika mereka berada dalam keadaan tidak aman. Pernyataan ini
menyatakan bahwa ketika orang mulai merasa pasti mengenai hubungannya dengan
pasangannya, ketidakpastian menjadi sesuatu yang diharapkan. Neuliep dan
Grohskopf (2000) sepakat, dan menyatakan bahwa hubungan yang linear antara
ketidakpastian dan variable komunikasi lain mungkin tidak berlaku dalam tahapan
setelah interaksi awal.
Dalam
sebuah cerita antara dua orang yang untuk kedua kalinya mereka bertemu dan
antara mereka berdua sudah berkembang menjadi sebuah hubungan, maka hubungan
mereka akan melibatkan tahap prediktabilitas. Maksudnya, keduanya akan dapat
memprediksi mengenai hal tertentu mengenai satu sama lain sebagai akibat dari
waktu yang mereka habiskan bersama. Juga prediktabilitas (kepastian) mungkin
menjadi membosankan dengan berjalannya waktu, dan mereka mungkin merasa
hubungan mereka monoton. Pada titik ini, kebutuhan akan ketidakpastian atau
sesuatu yang baru akan menjadi tinggi dan pasangan ini mungkin mencoba untuk
membuat beberapa variasi di dalam rutinitas mereka untuk memuaskan kebutuhan
ini.
Pelaksanaan
penelitian oleh Sally Planalp dan koleganya (Planalp, 1987; Planalp &
Honeycutt, 1985; Planalp, Rutherford, & Honeycutt, 1988) merefleksikan
kesimpulan menyangkut percintaan dan pengurangan ketidakpastian. Secara khusus,
para peneliti menemukan bahwa pasangan yang berpacaran merasa bahwa pada suatu
masa ketidakpastian meningkat. Ketika ketidakpastian meningkat, individu tersebut
terdorong untuk menguranginya melalui perilaku komunikasi mereka. Dalam sebuah
studi pada 46 pasangan yang sudah menikah, Lynn Turner (1990) mencapai
kesimpulan yang serupa. Jadi, menurut para peneliti ini, kita tidak dapat
berasumsi bahwa sekali suatu hubungan dimulai, ketidakpastian menghilang.
Contoh
lainnya mengenai bagaimana teori pengurangan ketidakpastian telah diperluas
dalam hubungan yang mapan ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Malcolm Parks dan Mara Adelman (1983). Parks dan Adelman mempelajari jaringan
sosial (teman-teman dan anggota keluarga) dari seorang individu dan
mengindikasikan bahwa kelompok jaringan pihak ketiga ini dapat menjadi sumber
informasi yang sangat penting mengenai pacar. Mereka melihat bahwa,
“Anggota-anggota jaringan mungkin memberikan komentar mengenai perilaku
pasangan di masa lalu serta kecenderungan perilakunya. Mereka mungkin
menyediakan penjelasan telah disiapkan untuk perilaku pasangan atau berfungsi
sebagai pendukung bagi penjelasan yang dimiliki seseorang”. Mereka menyimpulkan
bahwa makin banyak pasangan berkomunikasi dengan jaringan sosial mereka, maka
semakin sedikit ketidakpastian yang mereka alami. Selanjutnya, para peneliti
menemukan bahwa semakin sedikit ketidakpastian yang dirasakan orang, makin kecil
kemungkinan mereka untuk memutuskan hubungan dengan orang lain.
Beberapa
peneliti yang tertarik dengan bagaimana URT dapat diterapkan pada hubungan yang
mapan menyatakan bahwa orang dalam tahapan ini mengalami jenis ketidakpastian
yang berbeda dibandingkan dalam perjumpaan awal. Ketidakpastian ini dikatakan
sebagai ketidakpastian hubungan (relational uncertainty) dan
didefinisikan sebagai kurangnya kepastian mengenai masa depan dan status
hubungan. Berger (1987) mendiskusikan jenis ketidakpastian baru ini dan
mengamati bahwa ktidakpastian baru ini akan merusak stabilitas hubungan. Banyak
penelitian yang lebih baru (antara lain Ficara & Mongeau, 2000; Knobloch
& Solomon, 2003) menyatakan bahwa ketidakpastian hubungan berbeda dengan
ketidakpastian individu yang dikemukakan Berger dan Calabrese dalam teori
aslinya. Ketidakpastian hubungan berbeda dari ketidakpastian individu karena
ketidakpastian ini berada pada sebuah tingkat abstraksi yang tinggi (Knobloch
& Solomon, 2003).
Marianne
Dainton dan Brooks Aylor (2001) mempelajari bagaimana ketidakpastian hubungan
beroperasi dalam tiga tipe hubungan berbeda: hubungan jarak jauh tanpa
interaksi tatap muka, hubungan jarak jauh dengan beberapa interaksi tatap muka,
dan hubungan dekat secara geografis. Peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
ketidakpastian hubungan, kecemburuan, menjaga hubungan, dan kepercayaan
berinteraksi dalam tipe-tipe hubungan ini. Ini merupakan penyelidikan yang
penting karena seperti mereka temukan 25% sampai 40% hubungan romantic antara mahasiswa
merupakan hubungan jarak jauh.
Mereka
menemukan sebagaimana diprediksikan URT, bahwa makin ketidakpastian ada dalam
sebuah hubungan, makin ada kecemburuan, kepercayaan rendah, dan makin sedikit
terdapat perilaku untuk mempertahankan hubungan. Dainton dan Aylor juga
menemukan dukungan bahwa kepercayaan adalah “alat potensial untuk mengurangi
ketidakpastian hubungan”. Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa kontak
tatap muka sangat penting untuk mengurangi ketidakpastian hubungan. Orang yang
melakukan hubungan jarak jauh tanpa interaksi tatap muka muka akan mengalami
jauh lebih banyak ketidakpastian hubungan. Tetapi, mereka yang berdekatan
secara geografis tidak jauh berbeda dari mereka yang berhubungan jarak jauh
dengan dengan beberapa interaksi tatap muka, dan hal ini tidak sesuai dengan
yang diprediksikan URT. Para peneliti mengambil kesimpulan bahwa ini adalah
hasil yang berguna untuk penelitian lanjutan URT.
Konteks
Sejauh
ini contoh-contoh kita secara jelas berhubungan dengan konteks interpersonal.
Akan tetapi, teori pengurangan ketidakpastian dapat diaplikasikan pada konteks
lainnya. Kebanyakan penelitian yang dilakukan dalam konteks antarbudaya, dan
hal ini akan didiskusikan terlebih dahulu. Berger (1978) menekankan bahwa
ketidakpastian bervariasi dalam budaya yang berbeda, dan sejumlah kajian
penelitian menggambarkan bagaimana URT dapat diaplikasikan dalam konteks
budaya. Willian Gudykunst dan koleganya mengadaptasi URT pada komunikasi antara
orang Amerika dan Adia (Gudykunst, Chua, & Gray, 1978; Gudykunst &
Nishida, 1984; Gudykunst, Yang, & Nishida, 1985). Gudykunst memperluas
formulasi URT Berger dan Calabrese menjadi sebuah teori baru yang secara khusus
berurusan dengan budaya, yang disebutnya teori Manajemen Kecemasan-Ketidakpastian
(Anxiety Uncertainty Management).
Gudykunst
dan Tsukasa Nishida (1986a) menemukan perbedaan dalam budaya konteks tinggi dan
konteks rendah. Menurut Edward T. Hall (1977), budaya konteks rendah (low context culture) adalah budaya di
mana makna ditemukan dalam kode atau pesan yang eksplisit. Contoh dari budaya
konteks rendah adalah budaya di Amerika Serikat, Jerman, dan Swiss. Dalam
budaya-budaya ini, berbicara secara langsung dan apa adanya dianggap bernilai.
Para pendengar diharapkan untuk memahami makna berdasarkan hanya pada kata-kata
yang digunakan pembicara. Pada budaya
konteks tinggi (high context culture),
pesan-pesan nonverbal memainkan peranan yang lebih penting, dan kebanyakan
makna sebuah pesan diinternalisasi oleh pendengar atau tergantung pada konteks.
Jepan, Korea, dan Cina adalah contoh dari budaya konteks tinggi. Budaya-budaya
ini menganggap penting ketidaklangsungan dalam pembicaraan karena pendengar
diharapkan untuk lebih tidak memerhatikan kode eksplisit dibandingkan makna
yang dipahami melalui petunjuk nonverbal dan konteks.
Dengan
mempertimbangkan penelitian mengenai budaya konteks tinggi dan konteks rendah,
Gudykunst dan Nishida (1986b) menemukan bahwa frekuensi komunikasi mampu
memprediksi pengurangan ketidakpastian dalam budaya konteks rendah tetapi tidak
dalam budaya konteks tinggi. Peneliti juga menemukan bahwa orang yang
menggunakan komunikasi langsung (mengajukan pertanyaan) untuk mengurangi
ketidakpastian mereka dalam budaya yang individualistis. Pada budaya yang
kolektiv, lebih banyak komunikasi tidak langsung digunakan oleh individu yang
tidak diidentifikasikan sebagai anggota kelompok budayanya. Berdasarkan pada
penelitian ini, maka dapat dikatakan orang dari budaya yang berebda melakukan
jenis komuniaksi yang berbeda untuk mengurangi ketidakpastian mereka.
Gudykunst
dan Mitchell Hammer ( 1987) melakukan sebuah studi lanjutan yang mempelajari
mengenai URT dan budaya. Alih-alih mempelajari budaya di luar Amerika Serikat,
mereka memfokuskan penelitian mereka pada masyarakat Afro-Amerika. Menariknya,
mereka menemukan bahwa URT tidak berlaku pada responden Afro-Amerika.
Khususnya, masyarakat Afro-Amerika tidak menjadi lebih yakin dalam kesan mereka
akan orang lain setelah mengajukan pertanyaan pada mereka, dan mereka tidak tertarik
kepada orang yang dapat mereka prediksi. Oleh karenanya, pengurangan
ketidakpastian tidak dapat di aplikasikan pada semua komunitas budaya.
Konsep
yang mirip dengan pengurangan ketidakpastian adalah penghindaran ketidakpastian (uncertainty
avoidance), yaitu usaha untuk menolak atau menghindari situasi yang ambigu.
Dengan kata lain, penghindaran ketidakpastian merujuk pada toleransi seseorang
untuk ketidakpastian. Geert Hofstede percaya bahwa cara pandang orang dari
suatu budaya dengan penghindaran ketidakpastian yang tinggi adalah “Apa yang
berbeda itu berbahaya”. Sementara orang dari budaya dengan penghindaran
ketidakpastian yang rendah berpendapat bahwa “apa yang berbeda itu menarik”.
Gudykunst dan Yuko Matsumoto (1996) menekankan bahwa sejumlah budaya berbeda
dalam penghindaran ketidakpastiannya dan memahami adanya perbedaan tersebut
dapat membantu kita memahami perilaku komunikasi di negara lainnya.
MODEL KOMUNIKASI YANG BERHUBUNGAN
DENGAN TEORI KOMUNIKASI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Oleh karena teori
pengurangan ketidakpastian ini berlandaskan pada penelitian komunikasi
interpersonal, maka hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan atau hubungan
yang sesuai antara teori dengan model. Maka tidak ada salahnya jika kita
mengkorelasikan antara model komunikasi Shannon and Weaver dengan teori
komunikasi pengurangan ketidakpastian-URT.
Sebelum kita merujuk pada
hubungan antara teori dengan model, maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai
model komunikasi Shannon and Weaver. Pada awalnya model komunikasi dikemukakan
oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The
Mathematiccal Theory of Communication. Model Shannon dan Weaver sering
disebut model matematis atau model teori informasi. Model ini menyoroti masalah
penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model ini melukiskan suatu
sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu
saluran kepada seorang penerima.
Elemen dasar dari model ini:
·
Sumber informasi (source)
·
Pemancar (transmitter)
·
Alat penerima (receiver)
·
Tujuan (destination)
·
Unsur sumber gangguan (noise source).
Model Shannon Weaver
mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk
dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter)
mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan.
Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke
penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi adalah otak, transmitternya
adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal (kata-kata terucapkan),
yang ditransmisikan lewat udara (sebagai saluran). Penerima (receiver),
yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang sebaliknya yang dilakukan transmitter dengan
merekonstruksi pesan dari sinyal. Tujuan (destination) adalah (otak)
orang yang menjadi tujuan tersebut.
Seperti yang terlihat pada
gambar berikut:
Suatu konsep penting dalam model Shannon dan Weaver
ini adalah gangguan (noise), yakni setiap rangsangan tambahan dan
tidak dikehendaki yang dapat menggangu kecermatan pesan yang disampaikan. Noise (gangguan) ini
contohnya ialah:
1. Saat kita mengobrol dengan
seseorang melalui telepon genggam, kita sedang berdiri di
pinggir jalan dan kita terganggu dengan suara berisik dari kendaraan yang
berlalu lalang di depan kita.
2. Saat seorang dosen mengajar dikelas
sedang menjelaskan suatu materi (pesan yang disampaikan) kepada mahasiswa dalam
proses pembelajaran tersebut terdapat sumber gangguan misalnya adalah kelas
sangat ribut, banyak mahasiswa yang jalan-jalan atau pindah-pindah tempat duduk
sehingga kelas menjadi tidak kondusif saat mengajar.
3. Suara hujan dan petir diluar
ruangan, akan mengganggu kelangsungan komunikasi di dalam ruangan.
Dari ketiga contoh tersebut, coba
kita tarik hubungannya dengan teori pengurangan ketidakpastian. Pada teori
ketidakpastian ada beberapa hal yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan
ketidakpastian seseorang akan suatu hal dalam proses komunikasi. Pada contoh
pertama, terjadi peningkatan ketidakpastian pada lawan bicara karena adanya
gangguan suara berisik dari kendaraan yang berlalu lalang di depan kita. Ketidakpastian
itu bisa saja berupa kesalahan persepsi atau munculnya beberapa kemungkinan.
Pada contoh kedua, bisa saja antara salah satu mahasiswa dengan dosen terjadi
ketidakpastian dikarenakan munculnya beberapa kemungkinan dari salah satu sisi.
Misalnya, sang mahasiswa berpikir bahwa apakah dosen akan memiliki sifat tidak
suka pada kelasnya atau bahkan apakah sang dosen pada pertemuan berikutnya
tidak ingin lagi bertemu dengan kelas mereka?. Pada contoh ketiga, sama halnya
seperti pada contoh pertama. Dimana beberapa gangguan akan memunculkan beberapa
ketidakpastian. Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara Teori
Pengurangan Ketidakpastian dengan Model Komunikasi Shannon and Weaver.
Menurut Shannon dan Weaver, gangguan
ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh
penerima. Dengan adanya sumber gangguan (noise source) ini banyak
kemungkinan dapat terjadi. Bisa saja pesan (message) yang disampaikan oleh
sumber informasi (info source) tidak sampai ke tujuan (destination), bisa juga
si penerima salah mengartikan pesan, atau dapat pula pesan justru diterima
orang lain. Pada konteks ini maka dapat kita hubungkan dengan teori pengurangan
ketidakpastian, yakni dengan adanya sumber gangguan (noise source) maka akan
meningkatkan ketidakpastian seseorang.
Akibat dengan adanya sumber gangguan (noise source):
Ø Pesan (message) yang disampaikan oleh sumber informasi(info source) tidak
sampai tujuan (destination)
Ø Penerima salah mengartikan pesan
Ø Pesan justru diterima oleh orang lain.
Analisa konsep gangguan atau noise menurut teori ini adalah Setiap rangsangan
tambahan dan tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kecermatan pesan
yang disampaikan (Mulyana, 2001 : 138).
Ahli-ahli komunikasi memperluas
konsep ini pada gangguan psikologis dan gangguan fisik.
1. Gangguan Psikologis meliputi
gangguan yang merasuki pikiran dan perasaan seseorang yang menggangu penerimaan
pesan yang akurat.
Contoh: Melamun, Mengantuk, Tidak
Konsentrasi.
2. Gangguang Fisik: Gangguan yang
secara langsung menyerang fisik seseorang.
Contoh: Tunanetra, Tunarungu, Cacat
Mental.
Shannon & Weaver
juga memperkenalkan konsep pesan yang terdiri dari entropy dan redundancy. Redundansi dibutuhkan untuk
meningkatkan ketepatan berkomunikasi dan mengatasi gangguan (noise) komunikasi. Sedangkan entropi adalah ketidakpastian atau
ketidakberaturan suatu situasi. Dalam teori informasi, kita menghubungkannya
dengan tingkat kebebasan memilih yang dimiliki seseorang dalam membangun sebuah
pesan ( Werner J. Severin & James W. Tankard, Jr : 2001).
Faktor noise dapat menimbulkan ketidakpastian (entropy) yang
akan berdampak pada alternatif pilihan yang merupakan pengulangan (redudancy),
baik dengan kata yang sama maupun kata yang artinya sama. Contohnya ketika kita
sedang berada dalam lingkup pesta, kemudian kita memesan sebuah minuman kepada
pelayan. Karena adanya faktor noise yaitu suara musik yang kencang maka terjadi
ketidakpastian (entropy) isi pesan. Sehingga kita perlu pengulangan
kata (redudancy) dengan tujuan pesan yang disampaikan dapat jelas
diterima.
Redundansi adalah
sesuatu yang bisa diramalkan atau diprediksikan (predictable). Karena
prediktabilitasnya tinggi (high predictable), maka informasi pun rendah (low
information). Fungsi dari redundan dalam komunikasi menurut Shannon dan Weaver
ada dua, yaitu yang berkaitan dengan masalah teknis dan yang berkaitan dengan
perluasan konsep redundan itu sendiri ke dalam dimensi sosial. Fungsi
redundansi apabila dikaitkan dengan masalah teknis, ia dapat membantu untuk
mengatasi masalah komunikasi praktis. Masalah ini berhubungan dengan akurasi
dan kesalahan, dengan saluran dan gangguan, dengan sifat pesan, atau dengan
khalayak. Kekurangan-kekurangan dari saluran (channel) yang mengalami gangguan
(noisy channel) juga dapat diatasi oleh bantuan redundansi.
Entropi adalah konsep
keacakan, di mana terdapat suatu keadaan yang tidak dapat dipastikan
kemungkinannya. Entropi timbul jika prediktabilitas atau kemungkinan rendah
(low predictable) dan informasi yang ada tinggi (high information). Dengan kata lain, semakin besar
entropi, semakin kecil kemungkinan-kemungkinannya (prediktabilitas). Informasi
adalah sebuah ukuran ketidakpastian, atau entropi, dalam sebuah situasi.
Semakin besar ketidakpastian, semakin besar informasi yang tersedia dalam proses
komunikasi. Ketika sebuah situasi atau keadaan secara lengkap dapat dipastikan
kemungkinannya atau dapat diprediksikan-highly predictable, maka informasi
tidak ada sama sekali. Kondisi inilah yang disebut dengan negentropy.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa, semakin banyaknya noise maka semakin
besar entropy yang ditimbulkan dan semakin melimpahnya informasi. Sebaliknya,
penyampaian pesan yang disusun secara baik tanpa gangguan maka tidak ada
ketidakpastian pesan atau semua pesan tersebut pasti. Hal ini sesuai
dengan teori pengurangan ketidakpastian, jika ketidakpastian meningkat maka
semakin melimpahnya informasi. Namun sebaliknya jika ketidakpastian menurun
maka informasi semakin sedikit. Dalam hal ini, noise sangat berpengaruh sekali
pada tingkat ketidakpastian.
Sumber:
West, Richard & Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan
Aplikasi (Buku 1) (Edisi 3). Jakarta: Salemba Humanika.
https://sumberrbelajar.wordpress.com/2013/09/12/model-komunikasi-shannon-dan-weaver/
http://tugaskomunikasi5a.blogspot.co.id/2012/09/model-komunikasi-shannon-and-weaver.html
http://storyofsilvia.blogspot.co.id/2013/12/model-komunikasi-menurut-shannon-dan.html
0 komentar:
Posting Komentar