Selasa, 06 Desember 2016

Teori Komunikasi - Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory – URT)

TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
(Uncertainty Reduction Theory – URT)
Berdasarkan Penelitian Charles Berger dan Richard Calabrese

Teori Pengurangan Ketidakpastian dipelopori oleh Charles Berger dan Richard Calabrese pada tahun 1975. Tujuan mereka dalam menyusun teori ini adalah untuk menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian di antara orang asing yang terlibat dalam pembicaraan satu sama lain untuk pertama kali. Berger dan Calabrese yakin bahwa ketika orang asing pertama kali bertemu, utamanya mereka tertarik untuk meningkatkan prediktabilitas dalam usaha untuk memahami pengalaman komunikasi mereka. Kadang kala teori ini disebut sebagai Teori Interaksi Awal (Initial Interaction Theory).
Berger dan Calabrese berpikir bahwa kita termotivasi baik untuk memprediksi maupun untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam perjumpaan-perjumpaan awal. Prediksi (prediction) dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memperkirakan pilihan-pilihan perilaku yang mungkin dipilih dari sejumlah kemungkinan pilihan yang ada bagi diri sendiri atau bagi pasangan dalam suatu hubungan. Penjelasan (explanation) merujuk kepada usaha atau kemampuan untuk menginterpretasikan makna dari tindakan yang dilakukan dalam sebuah hubungan. Kedua konsep ini-prediksi dan penjelasan-menyusun dua subproses utama dari pengurangan ketidakpastian.
Contoh:
Adit dan Lia mengambil kelas Ilmu Komunikasi yang sama di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Mereka selalu bertemu di kelas setiap hari senin-jumat selama tiga bulan terakhir. Mereka belum pernah berbicara satu sama lain (ketidakpastian meningkat). Namun pada suatu hari, untuk pertama kalinya Adit mengajak Lia berbicara. Maka Adit akan memperkirakan perilaku apa saja yang akan ia tunjukkan pada Lia, Begitu pun sebaliknya, Adit juga akan memperkirakan perilaku apa yang akan ditunjukkan oleh Lia. Misalnya, jika Adit memilih berperilaku dengan melambaikan tangan dan berkata “Hai” pada Lia, maka ada beberapa pilihan perilaku yang akan ditunjukkan Lia,  mungkin ia akan berkata “Hai” juga atau mungkin ia akan pergi meninggalkan Adit dengan tatapan yang aneh karena tidak mengenali Adit (prediksi). Namun jika Lia membalas sapaan Adit dan mereka melanjutkan pembicaraan mereka, maka pastinya ada beberapa sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh lawan bicara masing-masing. Setelah pembicaraan mereka berakhir, maka mereka akan berusaha untuk menjelaskan makna apa yang terkandung dari sikap yang ditunjukkan oleh lawan bicaranya tadi. Misalnya jika Lia memberikan perilaku tergesa-gesa dan ingin langsung meninggalkan Adit, Maka Adit mempunyai beberapa pilihan penjelasan mengenai sikap yang ditunjukkan oleh Lia. Apakah Lia merasa tidak nyaman mengobrol dengan dirinya, atau Lia memiliki urusan dengan orang lain sehingga ia tergesa-gesa ingin pergi atau bahkan pilihan-pilihan penjelasan lainnya. Maka antara Adit dan Lia akan muncul ketidakyakinan mengenai apa yang akan terjadi ketika lain waktu mereka bertemu lagi. Terdapat banyak kemungkinan penjelasan untuk pernyataan bahwa ketidakpastian Adit sangat tinggi (penjelasan).
Teori URT ini konsisten dengan ide teoritikus lain, seperti Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949) yang menyatakan dalam teori informasi mereka bahwa ketidakpastian ada ketika jumlah alternatif yang mungkin dalam sebuah situasi tinggi dan kemungkinan terjadinya alternatif-alternatif itu relatif setara. Sebaliknya mereka menyatakan, ketidakpastian menurun ketika alternatif-alternatif yang ada terbatas jumlahnya dan/atau terdapat sebuah alternatif yang biasanya dipilih.
Contoh:
Ketika Nanda berjalan menuju kelas Bahasa Inggris pada hari pertama kelasnya, dan orang yang duduk didekat pintu tersenyum padanya, Nanda memiliki sedikit alternatif penjelasan untuk perilaku ini. Orang tersebut dapat dikatakan bersahabat, berusaha untuk mengenalnya, sedang memincing karena sinar matahari, atau salah mengenali Nanda sebagai orang yang ia kenal. Karena sebuah ruang kelas di kampus sering kali diatur oleh norma keramahan dank arena penjelasan alternative yang ada sedikit. Nanda mungkin akan memutuskan bahwa senyuman itu adalah senyuman yang ramah dan bersahabat, sehingga ia dapat mengurangi ketidakpastian dengan mudah. Akan tetapi, jika Nanda berjalan ke dalam sebuah ruangan wawancara pekerjaan dan melihat kandidat lain yang ada di ruang tunggu dan sedang memandang ke arahnya tersenyum, maka penjelasan alternatif akan lebih banyak. Penjelasan-penjelasan ini akan mencakup semua penjelasan yang telah disebutkan di atas dan juga bahwa orang ini sedang mengukur kemampuan Nanda sebagai saingannya, sedang berpikir bahwa Nanda adalah lawan yang lemah, sedang berusaha untuk mengalihkan perhatian Nanda, dan sebagainya. Naiknya jumlah alternatif-alternatif ini akan meningkatkan ketidakpastian dan menyebabkan Nanda berusaha untuk menguranginya. Berger dan Calabrese berteori bahwa komunikasi merupakan sarana yang digunakan orang untuk mengurangi ketidakpastian mereka mengenai satu sama lain. Sebaliknya, pengurangan ketidakpastian menciptakan kondisi sangat baik untuk pengembangan hubungan interpersonal.
Setelah Berger dan Calabrese mengemukakan teori ini (1975), teori ini kemudian sedikit diperjelas (Berger, 1979; Berger & Bradac, 1982). Versi terbaru dari teori ini menyarankan bahwa terdapat dua tipe ketidakpastian dari perjumpaan awal: kognitif dan perilaku. Kognitif kita merujuk pada keyakinan dan sikap yang kita dan orang lain anut. Oleh karenanya, ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainty), merujuk kepada tingkat ketidakpastian yang dihubungkan dengan keyakinan dan sikap tersebut. Misalnya, di sebuah perpustakaan pada perjumpaan awal percapakan antara Adi dan Nia yang berlatar belakang dari jurusan yang berbeda. Adi dari jurusan teknik dan Nia dari jurusan filsafat. Adi berkata, “Hai, apakah jurusan filsafat sangat menyenangkan untuk dipelajari? Saya tidak yakin akan mengerti apa yang diajarkan di dalam kelas filsafat. Kadang saya berpikir mungkin sebaiknya saya belajar catur saja.” Hal ini menunjukkan bahwa ketidakpastian Nia akan meningkat. Nia akan bertanya-tanya apakah Adi sedang merendahkan jurusan pilihannya atau memang Adi hanya sekedar bertanya tentang jurusan pilihannya. Ia mengalami ketidakpastian kognitif. Sedangkan Ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty), merujuk kepada tingkat ketidakpastian yang berhubungan dengan perilaku. Karena kita memiliki ritual budaya untuk percakapan ringan, maka pada contoh Adi dan Nia tadi kemungkinan tahu bagaimana berperilaku selama pembicaraan mereka yang singkat. Jika salah satu dari mereka melanggar ritual budaya tersebut dengan melakukan pembukaan diri (self-disclosure) secara tidak sesuai (membuka informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain) atau benar-benar tidak mengindahkan pasangan bicaranya, ketidakpastian perilaku mereka akan meningkat.
Berger (1987) berbicara mengenai ketidakpastian perilaku dalam kalimat berikut ini: “Untuk berinteraksi dalam cara yang relatif lancar, terkoordinasi, dan dapat dipahami, seseorang harus mampu memprediksi bagaimana mitra interaksi akan berperilaku, maupun berdasarkan prediksi ini, mampu memilih dari perbendaharaannya respons-respons yang akan mengoptimalkan hasil akhir dari sebuah perjumpaan”.
Lebih jauh lagi, Berger dan Calabrese (1975) berargumen bahwa pengurangan ketidakpastian memiliki baik proses proaktif maupun retroaktif. Pengurangan ketidakpastian proaktif terjadi ketika seseorang berpikir mengenai pilihan-pilihan komunikasi sebelum benar-benar melakukannya dengan orang lain. Sedangkan pengurangan ketidakpastian retroaktif terdiri atas usaha-usaha untuk menjelaskan perilaku setelah perjumpaan itu sendiri.
Sekilas teori pengurangan ketidakpastian adalah ketika orang asing bertemu, fokus utama mereka adalah mengurangi tingkat ketidakpastian mereka dalam situasi tersebut karena ketidakpastian menyebabkan ketidaknyamanan.
ASUMSI TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Teori pengurangan ketidakpastian berusaha untuk menempatkan komunikasi sebagai dasar perilaku manusia, dan karenanya sejumlah asumsi mengenai perilaku manusia dan komunikasi mendasari teori ini. Ada 7 asumsi yang membingkai teori ini, yakni penjelasan tiap teori akan disebutkan sebagai berikut:
1.      Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.
Di dalam sejumlah latar interpersonal, orang merasakan ketidakpastian. Karena terdapat harapan berbeda-beda mengenai kejadian interpersonal, maka masuk akal untuk menyimpulkan bahwa orang merasakan ketidakpastian atau bahkan cemas untuk bertemu orang lain. Sebagaimana dikatakan Berger dan Calabrese (1975), “Ketika orang tidak mampu untuk memahami lingkungannya, mereka biasanya menjadi cemas”.

2.      Ketidakpastian adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan stres secara kognitif.
Asumsi kedua ini menyarankan bahwa ketidakpastian merupakan keadaan yang tidak mengenakkan. Dengan kata lain, berada di dalam ketidakpastian membutuhkan energi emosional dan psikologis yang tidak sedikit. Orang yang berada di dalam lingkungan kerja yang baru sering kali mengalami stres jenis ini.
Contoh:
Ketika firman pindah dari Jakarta ke Bandung untuk mengajar pertaa kalinya, ia berada di dalam situasi yang baru, tidak mengenalseorang pun, dan tidak mempunyai pengalaman mengajar di universitas sebelumnya. Ia segera menyadari bahwa untuk memahami cara mengajar di universitas, ia butuh untuk bertemu dengan koleganya sesegera mungkin. Hingga pertemuan  awal ini terjadi, ia akan banyak mengalami stres kognitif.

3.      Ketika orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi ketidakpastian mereka atau meningkatkan prediktabilitas.
Asumsi berikut ini mengusung pernyataan bahwa ketika orang asing bertemu, terdapat dua hal yang penting: mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan prediktabilitas. Sekilas pernyataan ini terdengar wajar, tapi sebagaimana disimpulkan oleh Berger (1995), “Selalu terdapat kemungkinan bahwa mitra berbicara seseorang akan memberikan respons secara tidak biasa pada pesan yang paling rutin sekalipun”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pencarian informasi biasanya dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dengan tujuan untuk memperolah prediktabilitas.

4.      Komunikasi interpersonal adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui tahapan-tahapan.
Asumsi keempat URT menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses yang melibatkan tahapan-tahapan perkembangan. Menurut Berger dan Calabrese, biasanya kebanyakan orang memulai interaksi dalam sebuah fase awal (entry phase), yang dapat didefinisikan sebagai tahap awal dari sebuah interaksi di antara orang asing. Fase awal dituntun oleh aturan dan norma implisit dan eksplisit, seperti membalas ketika orang mengatakan, “Hai! Apa kabar?” setelah itu, orang memasuki tahapan kedua, yang disebut sebagai fase personal (personal phase), atau tahap dimana partisipan mulai berkomunikasi dengan lebih spontan dan membuka lebih banyak informasi pribadinya. Fase personal dapat terjadi dalam perjumpaan awal, tetapi biasanya lebih banyak terjadi setelah dilakukan beberapa interaksi. Tahap ketiga, fase akhir (exit phase), merujuk pada tahapan selama dimana individu membuat keputusan mengenai apakah mereka ingin untuk melanjutkan interaksi dengan pasangannya di masa yang akan datang.

5.      Komunikasi interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi ketidakpastian.
Asumsi kelima menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah alat utama bagi pengurangan ketidakpastian. Karena kita telah mengidentifikasi komunikasi interpersonal sebagai focus URT, komunikasi interpersonal mensyaratkan beberapa kondisi yaitu beberapa diantaranya adalah kemampuan untuk mendengar, tanda respons nonverbal, dan bahasa yang sama. Kebanyakan kita menduga awalnya bahwa kondisi ini dan kondisi lainnya ada dalam pembicaraan kita, tetapi Berger (1995) mengingatkan bahwa ada sejumlah situasi dimana “kondisi prasyarat untuk menjalankan pertemuan tatap muka ini tidak terpenuhi”. Contohnya ia melihat tantangan tidak terlihat dalam berkomunikasi dengan partisipan yang memiliki kekurangan pendengaran atau visual yang tidak mempunyai kemampuan indera yang baik. Atau mungkin kita mempunyai pengalaman berkomunikasi dengan seseorang yang tidak bisa berbicara dalam bahasa kita. Tantangan-tantangan seperti ini memengaruhi proses pengurangan ketidakpastian dan pengembangan hubungan.

6.      Kuantitas dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiring berjalannya waktu.
Asumsi ini menggarisbawahi sifat waktu. Asumsi ini juga berfokus pada fakta bahwa komunikasi interpersonal adalah perkembangan. Teoretikus pengurangan ketidakpastian percaya bahwa interaksi awal adalah elemen kunci dalam proses perkembangan ini. Untuk menggambarkan asumsi ini, pertimbangkan pengalaman Rani yang menghabiskan beberapa menit untuk sednirian sebelum masuk untuk menghadiri pertemuan pertamanya dengan Organisasi Pramuka. Dia tiba-tiba merasa lebih nyaman ketika Dani, orang baru lainnya. Ia datang dan memperkenalkan dirinya dengan mengucapkan selamat datang padanya. Selama keduanya bertukar informasi mengenai kecemasan dan ketidakpastian mereka, maka mereka berdua merasa semakin percaya diri. Ketika mereka berbicara, Rani dan Dani mengurangi ketidakpastian mereka mengenai seperti apa anggota-anggota lain dalam organisasi itu.

7.      Sangat mungkin untuk menduga perilaku orang dengan menggunakan cara seperti hukum.
Asumsi terakhir mengindikasikan bahwa perilaku orang dapat diprediksi dalam cara seperti hukum. Jika para teoretikus membawa cara pandang terhadap dunia yang berbeda dalam pembentukan teori. Cara pandang yang berbeda ini mendorong para teoretikus untuk menggunakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang berbeda untuk menjelaskan perilaku komunikasi. Sala satu ontologi yang sudah dibahas adalah cakupan hukum, yang berasumsi bahwa perilaku manusia diatur oleh prinsip-prinsip umum yang berfungsi dengan cara seperti hukum. Meskipun ada beberapa pengecualian, secara umum orang berperilaku menurut hukum ini. Tujuan dari teori cakupan hukum adalah untuk menghasilkan hukum yang akan menjelaskan bagaimana kita akan berkomunikasi. Meskipun beberapa aspek dunia mungkin berjalan sesuai dengan hukum, dunia sosial memliki jauh lebih banyak variasi. Oleh karena itu, cakupan hukum dalam ilmu sosial disebut bersifat “seperti hukum”.
AKSIOMA TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Teori pengurangan ketidakpastian adalah teori yang aksiomatik. Ini berarti bahwa Berger dan Calabrese memulai dengan sekumpulan aksioma (axioms), atau kebenaran yang ditarik dari penelitian sebelumnya dan akal sehat. Aksioma adalah jantung dari sebuah teori. Aksioma harus diterima sebagai valid karena merupakan batu penyusun dalam teori. URT mengemukakan adanya tujuh aksioma, yakni sebagai berikut:
Aksioma 1: Dengan adanya tingkat ketidakpastian yang tinggi pada permulaan fase awal, ketika jumlah komunikasi verbal antara dua orang asing meningkat, tingkat ketidakpastian untuk tiap partisipan dalam suatu hubungan akan menurun. Jika ketidakpastian menurun, jumlah komunikasi verbal meningkat. Hal ini menyatakan adanya kebalikan atau hubungan negatif antara ketidakpastian dan komunikasi verbal. Hal ini menyatakan adanya kebalikan atau hubungan negatif antara ketidakpastian dan komunikasi verbal.
Contoh: Jika pada pertemuan pertama antara Farhan dan Ayu mereka langsung berbicara lebih banyak antara satu sama lain, maka mereka akan menjadi lebih pasti mengenai satu sama lain. Selanjutnya, ketika mereka berusaha untuk mengenal satu sama lain dengan lebih baik, mereka akan berbicara lebih banyak satu sama lain.
Aksioma 2: Ketika ekspresi afiliatif nonverbal meningkat, tingkat ketidakpastian menurun dalam situasi interaksi awal. Selain itu, penurunan tingkat ketidakpastian akan menyebabkan peningkatan keekspresifan afiliatif nonverbal. Hal ini merupakan salah satu hubungan yang bersifat negatif.
Contoh: Apabila antara Farhan dan Ayu saling mengekspresikan diri mereka dengan cara nonverbal yang hangat, mereka akan menjadi lebih pasti mengenai satu sama lain, dan saat mereka melakukan ini, mereka akan meningkatkan afiliasi nonverbal mereka satu dengan lainnya: Mereka mungkin akan lebih banyak menggunakan ekspresi wajah, atau mereka mungkin akan melakukan kontak mata yang lebih lama. Bahkan, keduanya mungkin akan mulai saling menyentuh dengan cara bersahabat ketika mereka mulai saling merasa nyaman.
Aksioma 3: Tingkat ketidakpastian yang tinggi menyebabkan meningkatnya perilaku pencarian informasi. Ketika tingkat ketidakpastian menurun, perilaku pencarian informasi juga menurun. Aksioma ini menunjukkan hubungan yang positif antara dua konsep tersebut.
Contoh: Farhan akan mengajukan pertanyaan atau mulai dalam pencarian informasi selama dia merasa tidak pasti mengenai Ayu. Makin ia merasa pasti, makin sedikit pencarian informasi yang ia lakukan. Hal yang sama juga berlaku pada Ayu.
Aksioma 4: Tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam sebuah hubungan menyebabkan penurunan tingkat keintiman dari isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat keintiman yang tinggi. Aksioma ini memperlihatkan hubungan yang negatif antara ketidakpastian dan tingkat keintiman.
Contoh: Jika pada pertemuan pertama antara Farhan dan Ayu memiliki ketidakpastian yang relatif tinggi, maka mereka akan memulai pembicaraan yang ringan dan tidak secara nyata membuka diri. Keintiman dari isi komunikasi mereka rendah, maka ketidakpastian mereka akan berada pada tingkat tinggi. Aksioma keempat ini menyatakan bahwa jika mereka terus mengurangi ketidakpastian dalam hubungan mereka, maka komunikasi mereka akan terdiri atas tingkat-tingkat keintiman yang lebih tinggi. Berger (1979) menyatakan, bahwa selama proses pembukaan diri ini, para partisipan harus menilai integritas dari keterbukaan itu. Apakah ada kemungkinan bahwa informasi yang diterima seorang individu bersifat bias, terlalu positif, atau terlalu negatif? Beberapa penilaian ini mungkin akan menjadi problematis bagi kedua orang yang sedang berada dalam suatu perjumpaan.
Aksioma 5: Ketidakpastian yang tingkat tinggi menghasilkan tingkat resiprositas yang tinggi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat resiprositas yang rendah pula. Hubungan yang positif terjadi di sini.
Contoh: Menurut URT, jika Farhan dan Ayu merasakan ketidakpastian mengenai satu sama lain, maka mereka akan cenderung untuk meniru perilaku masing-masing. Resiprositas (reciprocity) menyatakan bahwa jika seseorang memberikan sedikit detail personal, lainnya akan melakukan hal yang sama. Misalnya, “ketika saya mengatakan dari mana saya berasal pada Anda dan Anda mengatakan  dari mana Anda berasal pada saya” ini adalah sebuah tanda dari perjumpaan awal.
Aksioma 6: Kemiripan di antara orang akan mengurangi ketidakpastian, sementara ketidakmiripan akan meningkatkan ketidakpastian. Aksioma ini menyatakan sebuah hubungan yang negatif.
Contoh: Oleh karena Farhan dan Ayu berasal dari Universitas yang sama, mereka mungkin mempunyai kesamaan yang mengurangi beberapa ketidakpastian mengenai satu sama lain secara cepat. Akan tetapi, mereka berbeda jenis kelamin dan berbeda jurusan-ketidakmiripan yang mungkin memengaruhi tingkat ketidakpastian mereka.
Aksioma 7: Peningkatan tingkat ketidakpastian akan menghasilkan penurunan dalam kesukaan; penurunan dalam ketidakpastian menghasilkan peningkatan dalam kesukaan. Lagi-lagi hubungan negatif diperlihatkan oleh aksioma ini.
Contoh: Ketika Farhan dan Ayu mengurangi ketidakpastian mereka, mereka akan meningkatkan kesukaan mereka satu dengan lainnya. Jika mereka terus merasakan ketidakpastian yang tinggi mengenai satu sama lain, mereka kemungkinan tidak akan menyukai satu sama lain. Aksioma ini menerima beberapa dukungan empiris yang tidak langsung. Dalam sebuah studi yang mempelajari mengenai hubungan antara kepuasan komunikasi dan pengurangan ketidakpastian, James Neuliep dan Erica Grohskopf (2000) menemukan bahwa partisipan yang menjadi pewawancara dalam sebuah permainan peran organisasi lebih memperlihatkan perasaan positif terhadap partisipan yang berperan sebagai pencari kerja (dan akan cenderung memutuskan untuk memperkerjakan mereka) ketika ketidakpastian mereka rendah.


PERLUASAN TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Teori ini mendorong terjadinya diskusi dan penelitian. Banyak peneliti menguji URT dan mendasarkan studi mereka pada prinsip dasar teori ini. Bahkan, Berger dan beberapa koleganya terus memperbaiki dan memperluas teori ini, dengan mempertimbangkan temuan penelitian. URT diperluas dan dimodifikasi dalam beberapa area. Area-area ini antara lain termasuk aksioma tambahan, kondisi pendahulu, strategi, hubungan yang mapan, serta konteks.
Aksioma Tambahan
Berdasarkan penelitian lanjtan, Berger dan Gudykunst (1991) menambahkan aksioma kedepalan, yang kemudian memunculkan tujuh teorema baru.
Aksioma 8: Ketidakpastian berhubungan secara negative dengan interaksi dalam jaringan sosial. Makin orang berinteraksi dengan teman dan anggota keluarga dari mitra hubungan mereka, makin sedikit ketidakpastian yang mereka alami.
Penelitian yang dilakukan Berger dan Gudykunst berdasarkan aksioma ini berkaitan dengan hubungan yang sudah melampaui tahap awal; mereka sebenarnya sedang mengamati hubungan yang romantic.
            James Neuliep dan Erica Grohskopf (2000) menyarankan aksioma kesembilan berdasarkan penelitian mereka yang mengorelasikan ketidakpastian dan kepuasan komunikasi.
            Aksioma 9: Terdapat hubungan kebalikan atau negatif antara ketidakpastian dan kepuasan komunikasi.
Mereka mendefinisikan kepuasan komunikasi serupa dengan yang dinyatakan oleh Hecht (1978, dikutip dalam Neuliep & Grohskopf, 2000) sebagai  “sebuah respons afektif terhadap pencapaian tujuan dan harapan berkomunikasi”. Setelah melakukan dua studi, Neuliep dan Grohskopf menemukan bahwa: “selama perjumpaan interaksi awal, ketika individu-individu mengurangi ketidakpastian mereka mengalami kepuasan komunikasi daripada dalam situasi di mana ketidakpastian tergolong tinggi”.
Kondisi Pendahulu
Berger (1979) menyatakan adanya tiga kondisi pendahulu utama ketika seseorang mencari pengurangan ketidakpastian. Kondisi Pendahulu Pertama terjadi ketika orang satunya mempunyai potensi untuk memberikan penghargaan atau hukuman.
Contoh: Jika di sebuah Universitas Nisa terkenal sangat popular dan merupakan figure yang karismatik, maka perhatiannya mungkin akan dilihat sebagai penghargaan oleh Agus, temannya. Sebaliknya, Agus mungkin akan melihat penolakan oleh Nisa sebagai bentuk hukuman. Jika Agus memandang Nisa sebagai individu yang membosankan dan tidak menarik atau jika ia mempunyai reputasi yang jelek di Universitas, ia tidak akan melihat perhatiannya sebagai penghargaan atau bahkan penolakannya sebagai hukuman. Jadi, menurut Berger, Agus akan benar-benar lebih termotivasi untuk mengurangi ketidakpastiannya semakin ia berpendapat bahwa Nisa adalah gadis yang menarik.
Kondisi Pendahulu Kedua ada ketika orang satunya berperilaku kebalikan dari yang diharapkan.
Contoh: Ketika Ririn pertama kali bertemu dengan orang asing dan mengucapkan pesan pembuka, seperti “Hai”. Harapan Ririn adalah bahwa orang asing tersebut akan membalas sapaan dari dirinya dengan berkata “Hai juga” atau bahkan dengan senyuman. Namun pada kenyataannya orang asing tersebut berperilaku kebalikan dari yang diharapkan. Misalnya, ia bertingkah cuek dengan memberikan tatapan yang tajam.
Kondisi Pendahulu Ketiga terjadi ketika seseorang mengharapkan interaksi selanjutnya dengan orang lain.
Contoh: Jika Bella sebelumnya pernah bertemu dengan Tami, maka untuk pertemuan kedua kalinya Bella mengharapkan adanya interaksi yang berkelanjutan dari pertemuan sebelumnya. Misalnya, dengan melanjutkan obrolan yang lebih bersifat pribadi dan sebagainya.
Strategi
Berger (1995) menyatakan bahwa manusia dalam usaha untuk mengurangi ketidakpastian biasanya menggunakan taktik-taktik dari tiga kategori strategi: pasif, aktif, dan interaktif. Hal yang utama dari tiap taktik adalah tujuan untuk memperoleh informasi.
·         Strategi pasif (passive strategies), di mana seseorang mengambil peranan pengamat yang tidak mengganggu terhadap orang lainnya. Ada 2 strategi pasif khusus, yaitu:
-          Pencarian reaktivitas (reactivity searching): strategi pasif yang melibatkan mengamati seseorang melakukan sesuatu.
-          Pencarian ketidakterbatasan (disinhibition searching): startegi pasif yang melibatkan mengamati perilaku alami seseorang atau perilaku yang tidak terbatasi dalam sebuah lingkungan informal.
·         Strategi aktif (active strategies), muncul ketika seorang pengamat mulai melakukan suatu usaha selain berhubungan secara langsung untuk mengetahui mengenai orang lain. Contohnya, seseorang menanyakan kepada pihak ketiga untuk memperoleh informasi mengenai orang lain.
·         Strategi interaktif (interactive strategies), terjadi ketika pengamat dan orang yang diamati terlibat dalam kontak secara langsung atau interaksi tatap muka. Maksudnya, pembicaraan yang mungkin melibatkan pembukaan diri, mempertanyakan secara langsung, dan taktik pencarian informasi yang lain.
Meskipun strategi-strategi ini sangat penting untuk mengurangi ketidakpastian, Berger yakin bahwa perilaku tertentu, seperti menanyakan pertanyaan sesuatu yang sensitive, mungkin malah meningkatkan daripada menurunkan ketidakpastian, dan orang mungkin membutuhkan strategi tambahan untuk menguranginya.
Hubungan yang Mapan: Melampaui Perjumpaan Awal
Ketika Berger dan Calabrese menyusun teori mereka, mereka tertarik untuk menggambarkan perjumpaan awal antara orang asing. Namun, dalam kurun waktu berjalan, teori telah berkembang dan mencakup hubungan yang mapan. Berger (1982, 1987) sudah memperbarui teorinya sejak awal. Pertama, dia menyatakan bahwa ketidakpastian adalah sesuatu yang terus berlangsung dalam sebuah hubungan, sehingga proses pengurangan ketidakpastian adalah sesuatu yang relevan dalam hubungan yang mapan maupun dalam interaksi awal. Kesimpulan ini memperluas klaim awal Berger dan Calabrese yang menyatakan bahwa URT secara khusus berlaku hanya pada perjumpaan awal.
Penambahan tiga kondisi pendahulu yang didiskusikan sebelumnya (potensi untuk memberikan penghargaan atau hukuman, penyimpangan dari harapan, dan antisipasi untuk interaksi selanjutnya) mengarahkan kita pada sebuah pengujian mengenai ketidakpastian dalam hubungan yang mapan. Secara khusus, kita akan mengharapakan penghargaan dari, dikejutkan oleh, dan mengantisipasi interaksi selanjutnya dengan siapa kita memiliki hubungan yang sedang berjalan.
Ketidakpastian dalam hubungan yang mapan mungkin berbeda dibandingkan ketidakpastian dalam perjumpaan awal. Ketidakpastian mungkin berfungsi secara dialektis di dalam hubungan; karenanya, mungkin terdapat sebuah ketegangan antara mengurangi dan meningkatkan ketidakpastian dalam hubungan yang mapan (Bazter & Wilmot, 1985). Berger dan Calabrese (1975) mengamati, “Walaupun pengurangan ketidakpastian mungkin akan memberikan penghargaan hingga pada titik tertentu, kemampuan untuk memprediksikan perilaku orang lain akan menyebabkan kebosanan. Kebosanan dalam sebuah hubungan interpersonal merupakan suatu pengorbanan daripada penghargaan”. Gerald R. Miller dan Mark Steinberg (1975) menyatakan keyakinan yang serupa, melihat bahwa orang memiliki hasrat besar akan ketidakpastian ketika mereka merasa aman dibandingkan ketika mereka berada dalam keadaan tidak aman. Pernyataan ini menyatakan bahwa ketika orang mulai merasa pasti mengenai hubungannya dengan pasangannya, ketidakpastian menjadi sesuatu yang diharapkan. Neuliep dan Grohskopf (2000) sepakat, dan menyatakan bahwa hubungan yang linear antara ketidakpastian dan variable komunikasi lain mungkin tidak berlaku dalam tahapan setelah interaksi awal.
Dalam sebuah cerita antara dua orang yang untuk kedua kalinya mereka bertemu dan antara mereka berdua sudah berkembang menjadi sebuah hubungan, maka hubungan mereka akan melibatkan tahap prediktabilitas. Maksudnya, keduanya akan dapat memprediksi mengenai hal tertentu mengenai satu sama lain sebagai akibat dari waktu yang mereka habiskan bersama. Juga prediktabilitas (kepastian) mungkin menjadi membosankan dengan berjalannya waktu, dan mereka mungkin merasa hubungan mereka monoton. Pada titik ini, kebutuhan akan ketidakpastian atau sesuatu yang baru akan menjadi tinggi dan pasangan ini mungkin mencoba untuk membuat beberapa variasi di dalam rutinitas mereka untuk memuaskan kebutuhan ini.
Pelaksanaan penelitian oleh Sally Planalp dan koleganya (Planalp, 1987; Planalp & Honeycutt, 1985; Planalp, Rutherford, & Honeycutt, 1988) merefleksikan kesimpulan menyangkut percintaan dan pengurangan ketidakpastian. Secara khusus, para peneliti menemukan bahwa pasangan yang berpacaran merasa bahwa pada suatu masa ketidakpastian meningkat. Ketika ketidakpastian meningkat, individu tersebut terdorong untuk menguranginya melalui perilaku komunikasi mereka. Dalam sebuah studi pada 46 pasangan yang sudah menikah, Lynn Turner (1990) mencapai kesimpulan yang serupa. Jadi, menurut para peneliti ini, kita tidak dapat berasumsi bahwa sekali suatu hubungan dimulai, ketidakpastian menghilang.
Contoh lainnya mengenai bagaimana teori pengurangan ketidakpastian telah diperluas dalam hubungan yang mapan ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Malcolm Parks dan Mara Adelman (1983). Parks dan Adelman mempelajari jaringan sosial (teman-teman dan anggota keluarga) dari seorang individu dan mengindikasikan bahwa kelompok jaringan pihak ketiga ini dapat menjadi sumber informasi yang sangat penting mengenai pacar. Mereka melihat bahwa, “Anggota-anggota jaringan mungkin memberikan komentar mengenai perilaku pasangan di masa lalu serta kecenderungan perilakunya. Mereka mungkin menyediakan penjelasan telah disiapkan untuk perilaku pasangan atau berfungsi sebagai pendukung bagi penjelasan yang dimiliki seseorang”. Mereka menyimpulkan bahwa makin banyak pasangan berkomunikasi dengan jaringan sosial mereka, maka semakin sedikit ketidakpastian yang mereka alami. Selanjutnya, para peneliti menemukan bahwa semakin sedikit ketidakpastian yang dirasakan orang, makin kecil kemungkinan mereka untuk memutuskan hubungan dengan orang lain.
Beberapa peneliti yang tertarik dengan bagaimana URT dapat diterapkan pada hubungan yang mapan menyatakan bahwa orang dalam tahapan ini mengalami jenis ketidakpastian yang berbeda dibandingkan dalam perjumpaan awal. Ketidakpastian ini dikatakan sebagai ketidakpastian hubungan (relational uncertainty) dan didefinisikan sebagai kurangnya kepastian mengenai masa depan dan status hubungan. Berger (1987) mendiskusikan jenis ketidakpastian baru ini dan mengamati bahwa ktidakpastian baru ini akan merusak stabilitas hubungan. Banyak penelitian yang lebih baru (antara lain Ficara & Mongeau, 2000; Knobloch & Solomon, 2003) menyatakan bahwa ketidakpastian hubungan berbeda dengan ketidakpastian individu yang dikemukakan Berger dan Calabrese dalam teori aslinya. Ketidakpastian hubungan berbeda dari ketidakpastian individu karena ketidakpastian ini berada pada sebuah tingkat abstraksi yang tinggi (Knobloch & Solomon, 2003).
Marianne Dainton dan Brooks Aylor (2001) mempelajari bagaimana ketidakpastian hubungan beroperasi dalam tiga tipe hubungan berbeda: hubungan jarak jauh tanpa interaksi tatap muka, hubungan jarak jauh dengan beberapa interaksi tatap muka, dan hubungan dekat secara geografis. Peneliti tertarik untuk melihat bagaimana ketidakpastian hubungan, kecemburuan, menjaga hubungan, dan kepercayaan berinteraksi dalam tipe-tipe hubungan ini. Ini merupakan penyelidikan yang penting karena seperti mereka temukan 25% sampai 40% hubungan romantic antara mahasiswa merupakan hubungan jarak jauh.
Mereka menemukan sebagaimana diprediksikan URT, bahwa makin ketidakpastian ada dalam sebuah hubungan, makin ada kecemburuan, kepercayaan rendah, dan makin sedikit terdapat perilaku untuk mempertahankan hubungan. Dainton dan Aylor juga menemukan dukungan bahwa kepercayaan adalah “alat potensial untuk mengurangi ketidakpastian hubungan”. Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa kontak tatap muka sangat penting untuk mengurangi ketidakpastian hubungan. Orang yang melakukan hubungan jarak jauh tanpa interaksi tatap muka muka akan mengalami jauh lebih banyak ketidakpastian hubungan. Tetapi, mereka yang berdekatan secara geografis tidak jauh berbeda dari mereka yang berhubungan jarak jauh dengan dengan beberapa interaksi tatap muka, dan hal ini tidak sesuai dengan yang diprediksikan URT. Para peneliti mengambil kesimpulan bahwa ini adalah hasil yang berguna untuk penelitian lanjutan URT.
Konteks
Sejauh ini contoh-contoh kita secara jelas berhubungan dengan konteks interpersonal. Akan tetapi, teori pengurangan ketidakpastian dapat diaplikasikan pada konteks lainnya. Kebanyakan penelitian yang dilakukan dalam konteks antarbudaya, dan hal ini akan didiskusikan terlebih dahulu. Berger (1978) menekankan bahwa ketidakpastian bervariasi dalam budaya yang berbeda, dan sejumlah kajian penelitian menggambarkan bagaimana URT dapat diaplikasikan dalam konteks budaya. Willian Gudykunst dan koleganya mengadaptasi URT pada komunikasi antara orang Amerika dan Adia (Gudykunst, Chua, & Gray, 1978; Gudykunst & Nishida, 1984; Gudykunst, Yang, & Nishida, 1985). Gudykunst memperluas formulasi URT Berger dan Calabrese menjadi sebuah teori baru yang secara khusus berurusan dengan budaya, yang disebutnya teori Manajemen Kecemasan-Ketidakpastian (Anxiety Uncertainty Management).
Gudykunst dan Tsukasa Nishida (1986a) menemukan perbedaan dalam budaya konteks tinggi dan konteks rendah. Menurut Edward T. Hall (1977),  budaya konteks rendah (low context culture) adalah budaya di mana makna ditemukan dalam kode atau pesan yang eksplisit. Contoh dari budaya konteks rendah adalah budaya di Amerika Serikat, Jerman, dan Swiss. Dalam budaya-budaya ini, berbicara secara langsung dan apa adanya dianggap bernilai. Para pendengar diharapkan untuk memahami makna berdasarkan hanya pada kata-kata yang digunakan pembicara. Pada budaya konteks tinggi (high context culture), pesan-pesan nonverbal memainkan peranan yang lebih penting, dan kebanyakan makna sebuah pesan diinternalisasi oleh pendengar atau tergantung pada konteks. Jepan, Korea, dan Cina adalah contoh dari budaya konteks tinggi. Budaya-budaya ini menganggap penting ketidaklangsungan dalam pembicaraan karena pendengar diharapkan untuk lebih tidak memerhatikan kode eksplisit dibandingkan makna yang dipahami melalui petunjuk nonverbal dan konteks.
Dengan mempertimbangkan penelitian mengenai budaya konteks tinggi dan konteks rendah, Gudykunst dan Nishida (1986b) menemukan bahwa frekuensi komunikasi mampu memprediksi pengurangan ketidakpastian dalam budaya konteks rendah tetapi tidak dalam budaya konteks tinggi. Peneliti juga menemukan bahwa orang yang menggunakan komunikasi langsung (mengajukan pertanyaan) untuk mengurangi ketidakpastian mereka dalam budaya yang individualistis. Pada budaya yang kolektiv, lebih banyak komunikasi tidak langsung digunakan oleh individu yang tidak diidentifikasikan sebagai anggota kelompok budayanya. Berdasarkan pada penelitian ini, maka dapat dikatakan orang dari budaya yang berebda melakukan jenis komuniaksi yang berbeda untuk mengurangi ketidakpastian mereka.
Gudykunst dan Mitchell Hammer ( 1987) melakukan sebuah studi lanjutan yang mempelajari mengenai URT dan budaya. Alih-alih mempelajari budaya di luar Amerika Serikat, mereka memfokuskan penelitian mereka pada masyarakat Afro-Amerika. Menariknya, mereka menemukan bahwa URT tidak berlaku pada responden Afro-Amerika. Khususnya, masyarakat Afro-Amerika tidak menjadi lebih yakin dalam kesan mereka akan orang lain setelah mengajukan pertanyaan pada mereka, dan mereka tidak tertarik kepada orang yang dapat mereka prediksi. Oleh karenanya, pengurangan ketidakpastian tidak dapat di aplikasikan pada semua komunitas budaya.
Konsep yang mirip dengan pengurangan ketidakpastian adalah penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance), yaitu usaha untuk menolak atau menghindari situasi yang ambigu. Dengan kata lain, penghindaran ketidakpastian merujuk pada toleransi seseorang untuk ketidakpastian. Geert Hofstede percaya bahwa cara pandang orang dari suatu budaya dengan penghindaran ketidakpastian yang tinggi adalah “Apa yang berbeda itu berbahaya”. Sementara orang dari budaya dengan penghindaran ketidakpastian yang rendah berpendapat bahwa “apa yang berbeda itu menarik”. Gudykunst dan Yuko Matsumoto (1996) menekankan bahwa sejumlah budaya berbeda dalam penghindaran ketidakpastiannya dan memahami adanya perbedaan tersebut dapat membantu kita memahami perilaku komunikasi di negara lainnya.








MODEL KOMUNIKASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEORI KOMUNIKASI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Oleh karena teori pengurangan ketidakpastian ini berlandaskan pada penelitian komunikasi interpersonal, maka hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan atau hubungan yang sesuai antara teori dengan model. Maka tidak ada salahnya jika kita mengkorelasikan antara model komunikasi Shannon and Weaver dengan teori komunikasi pengurangan ketidakpastian-URT.
Sebelum kita merujuk pada hubungan antara teori dengan model, maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai model komunikasi Shannon and Weaver. Pada awalnya model komunikasi dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku  The Mathematiccal Theory of Communication. Model Shannon dan Weaver sering disebut model matematis atau model teori informasi. Model ini menyoroti masalah penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model ini melukiskan suatu sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seorang penerima.
Elemen dasar dari model ini:
·         Sumber informasi (source)
·         Pemancar (transmitter)
·         Alat penerima (receiver)
·         Tujuan (destination)
·         Unsur sumber gangguan (noise source).
Model Shannon Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi adalah otak, transmitternya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal (kata-kata terucapkan), yang ditransmisikan lewat udara (sebagai saluran). Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang sebaliknya yang dilakukan transmitter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Tujuan (destination) adalah (otak) orang yang menjadi tujuan tersebut.
Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Suatu konsep penting dalam model Shannon dan Weaver ini adalah gangguan (noise), yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat menggangu kecermatan pesan yang disampaikan. Noise (gangguan) ini contohnya ialah:
1.     Saat kita mengobrol dengan seseorang melalui telepon genggam, kita sedang berdiri di pinggir jalan dan kita terganggu dengan suara berisik dari kendaraan yang berlalu lalang di depan kita.
2.     Saat seorang dosen mengajar dikelas sedang menjelaskan suatu materi (pesan yang disampaikan) kepada mahasiswa dalam proses pembelajaran tersebut terdapat sumber gangguan misalnya adalah kelas sangat ribut, banyak mahasiswa yang jalan-jalan atau pindah-pindah tempat duduk sehingga kelas menjadi tidak kondusif saat mengajar.
3.     Suara hujan dan petir diluar ruangan, akan mengganggu kelangsungan komunikasi di dalam ruangan.
Dari ketiga contoh tersebut, coba kita tarik hubungannya dengan teori pengurangan ketidakpastian. Pada teori ketidakpastian ada beberapa hal yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan ketidakpastian seseorang akan suatu hal dalam proses komunikasi. Pada contoh pertama, terjadi peningkatan ketidakpastian pada lawan bicara karena adanya gangguan suara berisik dari kendaraan yang berlalu lalang di depan kita. Ketidakpastian itu bisa saja berupa kesalahan persepsi atau munculnya beberapa kemungkinan. Pada contoh kedua, bisa saja antara salah satu mahasiswa dengan dosen terjadi ketidakpastian dikarenakan munculnya beberapa kemungkinan dari salah satu sisi. Misalnya, sang mahasiswa berpikir bahwa apakah dosen akan memiliki sifat tidak suka pada kelasnya atau bahkan apakah sang dosen pada pertemuan berikutnya tidak ingin lagi bertemu dengan kelas mereka?. Pada contoh ketiga, sama halnya seperti pada contoh pertama. Dimana beberapa gangguan akan memunculkan beberapa ketidakpastian. Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara Teori Pengurangan Ketidakpastian dengan Model Komunikasi Shannon and Weaver.
Menurut Shannon dan Weaver, gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh penerima. Dengan adanya sumber gangguan (noise source) ini banyak kemungkinan dapat terjadi. Bisa saja pesan (message) yang disampaikan oleh sumber informasi (info source) tidak sampai ke tujuan (destination), bisa juga si penerima salah mengartikan pesan, atau dapat pula pesan justru diterima orang lain. Pada konteks ini maka dapat kita hubungkan dengan teori pengurangan ketidakpastian, yakni dengan adanya sumber gangguan (noise source) maka akan meningkatkan ketidakpastian seseorang.
Akibat dengan adanya sumber gangguan (noise source):
Ø  Pesan (message) yang disampaikan oleh sumber informasi(info source) tidak sampai tujuan (destination)
Ø  Penerima salah mengartikan pesan
Ø  Pesan justru diterima oleh orang lain.
Analisa konsep gangguan atau noise menurut teori ini adalah Setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki  dan dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan (Mulyana, 2001 : 138).
Ahli-ahli komunikasi memperluas konsep ini pada gangguan psikologis dan gangguan fisik.
1.     Gangguan Psikologis meliputi gangguan yang merasuki pikiran dan perasaan seseorang yang menggangu penerimaan pesan yang akurat.
Contoh: Melamun, Mengantuk, Tidak Konsentrasi.
2.     Gangguang Fisik: Gangguan yang secara langsung menyerang fisik seseorang.
Contoh: Tunanetra, Tunarungu, Cacat Mental.
Shannon & Weaver juga memperkenalkan konsep pesan yang terdiri dari  entropy dan redundancy. Redundansi dibutuhkan untuk meningkatkan ketepatan berkomunikasi dan mengatasi gangguan (noise) komunikasi. Sedangkan entropi adalah ketidakpastian atau ketidakberaturan suatu situasi. Dalam teori informasi, kita menghubungkannya dengan tingkat kebebasan memilih yang dimiliki seseorang dalam membangun sebuah pesan ( Werner J. Severin & James W. Tankard, Jr : 2001).
Faktor noise dapat menimbulkan ketidakpastian (entropy)  yang akan berdampak pada alternatif pilihan yang merupakan pengulangan (redudancy), baik dengan kata yang sama maupun kata yang artinya sama. Contohnya ketika kita sedang berada dalam lingkup pesta, kemudian kita memesan sebuah minuman kepada pelayan. Karena adanya faktor noise yaitu suara musik yang kencang maka terjadi ketidakpastian (entropy) isi pesan. Sehingga kita perlu pengulangan kata (redudancy) dengan tujuan pesan yang disampaikan dapat jelas diterima.
Redundansi adalah sesuatu yang bisa diramalkan atau diprediksikan (predictable). Karena prediktabilitasnya tinggi (high predictable), maka informasi pun rendah (low information). Fungsi dari redundan dalam komunikasi menurut Shannon dan Weaver ada dua, yaitu yang berkaitan dengan masalah teknis dan yang berkaitan dengan perluasan konsep redundan itu sendiri ke dalam dimensi sosial. Fungsi redundansi apabila dikaitkan dengan masalah teknis, ia dapat membantu untuk mengatasi masalah komunikasi praktis. Masalah ini berhubungan dengan akurasi dan kesalahan, dengan saluran dan gangguan, dengan sifat pesan, atau dengan khalayak. Kekurangan-kekurangan dari saluran (channel) yang mengalami gangguan (noisy channel) juga dapat diatasi oleh bantuan redundansi.
Entropi adalah konsep keacakan, di mana terdapat suatu keadaan yang tidak dapat dipastikan kemungkinannya. Entropi timbul jika prediktabilitas atau kemungkinan rendah (low predictable) dan informasi yang ada tinggi (high information). Dengan kata lain, semakin besar entropi, semakin kecil kemungkinan-kemungkinannya (prediktabilitas). Informasi adalah sebuah ukuran ketidakpastian, atau entropi, dalam sebuah situasi. Semakin besar ketidakpastian, semakin besar informasi yang tersedia dalam proses komunikasi. Ketika sebuah situasi atau keadaan secara lengkap dapat dipastikan kemungkinannya atau dapat diprediksikan-highly predictable, maka informasi tidak ada sama sekali. Kondisi inilah yang disebut dengan negentropy.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa, semakin banyaknya noise maka semakin besar entropy yang ditimbulkan dan semakin melimpahnya informasi. Sebaliknya, penyampaian pesan yang disusun secara baik tanpa gangguan maka tidak ada ketidakpastian pesan atau semua pesan tersebut pasti. Hal ini sesuai dengan teori pengurangan ketidakpastian, jika ketidakpastian meningkat maka semakin melimpahnya informasi. Namun sebaliknya jika ketidakpastian menurun maka informasi semakin sedikit. Dalam hal ini, noise sangat berpengaruh sekali pada tingkat ketidakpastian.



Sumber:
West, Richard & Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi (Buku 1) (Edisi 3). Jakarta: Salemba Humanika.
https://sumberrbelajar.wordpress.com/2013/09/12/model-komunikasi-shannon-dan-weaver/
http://tugaskomunikasi5a.blogspot.co.id/2012/09/model-komunikasi-shannon-and-weaver.html
http://storyofsilvia.blogspot.co.id/2013/12/model-komunikasi-menurut-shannon-dan.html


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2016. Ngerjain Tugas Yuk... . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design by Nugas Melulu . Published by White Simple