A. Sejarah Manajemen Public Relation
Tahap-tahap perkembangan dan periodisasi
Publik Relations antara lain adalah:
1. Periode I:
Tahun 1700-1800,
periode di mana public
relations muncul dalam bentuk
aktivitas tidak terorganisasi dengan baik (PR as non organized activity
periode), misalnya dalam bentuk acara yang sederhana, penyelenggaraan
pidato, pertemuan tertentu, dan korespondensi antarindividu. Periode ini
disebut juga dengan Publik of
Independence. Sebutan tersebut bersumber dari kegiatan Humas yang berkaitan
antara lain sebagai berikut:
Pertama, penyatuan
pendapat rakyat umum untuk kemerdekaan/kebebasan dari perbudakan dan sistem
kolonialisme yang melanda dunia pada waktu itu). Kedua, Public Relations Drives(harmonisasi,
councel). Ketiga,Declarations of Independence, sebagai suatu pernyataan
PR/Humas mengenai deklarasi kebebasan/kemerdekaan.
2. Periode II:
Tahun 1801-1865,
aktivitaspublic relations mulai
terorganisasi dengan baik (PR as a organized activity) sejalan dengan
adanya peningkatan hubungan perdagangan baik secara lokal, nasional maupun
internasional. Periode ini disebut masa-masa perkembangan aktivitas PR (PR
of expansion), karena: Pertama,
adanya kemajuan atau perkembanganbidang industry keuangan, perdagangan dan
teknologi yang sekaligus mempengaruhi perkembangan aktivitas PR/Humas untuk
masa-masa selanjutnya. Kedua,
penghapusan perbudakan yang merupakan wujud keberhasilan aktivitas PR/Humas dan
pers yang mengkampanyekan anti perbudakan di kawasan Negara-negara Eropa,
Amerika, dan Negara maju lainnya.
3. Periode III.
Tahun 1866-1900,
aktivitaspublic ralations berubah
bentuk menjadi suatu kegiatan profesional (PR as a professional). Hal
tersebut dikarenakan adanya perkembangan dari kemajuan teknologi industry dan
semakin meluasnya penggunaan listrik dan mesin pembakaran (internal
combustion engine) dalam industry.
Public Relations dalam
masa ini juga terjadi atau disebut dengan masa the public to be damned periode (1811-1900). Sebab, di samping
adanya kemajuan bidang industry dan teknologi, tetapi dalam kegiatan bisnis
berlaku asa Laissez Faire, para rober barons (yaitu tuan tanah perampok)
memberlakukan sistem ekonomi “monopoli” yang tidak memperdulikan nasib
rakyatnya sehingga mendapat kecaman (the public be damned).
4. Periode IV
Tahun 1901-1919, yakni
disebut Public bi informed periode. Pada masa ini para populis, petani,
kristiani, sosialis dan serikat buruh memperotes keras tindak kejahatan yang
dilakukan oleh para usahawan, politisi tidak bermoral serta koruptor dan lain
sebagainya. Aktivitas PR atau Pers pada saat itu adalah melakukan investigate
reporting (reportase investigate), yaitu melawan mereka dengan tulisan
(laporan) mengenai keburukan para pengusaha atau mengupah wartawan untuk
membalasnya (press attack) melalui pengaruh berita yang dimuat di media massa.
5. Periode V
Tahun 1920- sampai
sekarang, disebut The PR and
mutual understanding periode. Bahkan tahun 1923 PR/Humas dijadikan bahan
studi, pemikiran dan penelitian di perguruan tinggi sebagai sebuah profesi
baru. Perkembangan PR/Humas sekarang ini menunjukkan adanya penyesuaian,
perubahan sikap, saling pengertian, saling menghargai dan toleran di berbagai
kalangan organisasi dan publik.
B. Perkembangan
Humas/PR Indonesia
1. Periode I
Tahun 1962, cikal bakal pembentukan Humas di
Indonesia secara resmi lahir melalui Presidium Kabinet PM Juanda, yang
menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah harus membentuk bagian/devisi
Humas. Secara garis besar tugas kehumasan dinas pemerintah adalah: Pertama, tugas strategis ikut
serta dalam proses pembuatan keputusan oleh pimpinan hingga pelaksananya. Kedua, tugas taktis, upaya
memberikan informasi, motivasi, pelaksanaan komunikasi timbal balik dua arah,
hingga mampu menciptakan citra atas lembaga/institusi yang diwakilinya.
2. Periode II
Tahun 1967-1971,
disebut dengan periode humas kedinasan pemerintahan. Hal tersebut dimulai
dengan terbentuknya suatu wadah/organisasi berbentuk “Badan Koordinasi
Kehumasan (Bako-Humas) Pemerintah” di Indonesia. Pada tahun 1967 didirikan
koordinasi antar Humas Departemen/Lembaga Negara yang disingkat Bakor yang
secara ex officiodipimpin
oleh pimpinan pada setiap departemen.
3. Periode III
Tahun 1972 dan 1993.
Periode ini ditandai dengan munculnya Public Relations (Purel) kalangan
professional pada lembaga swasta umum. Indikator tersebut dapat kita lihat pada pertama, didirikannya suatu
wadah profesi Humas, yaitu Perhumas (Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia)
pada 15 Desember 1972 oleh kalangan praktisi swasta, dan termasuk pemerintahan.
Pendirinya, antara lain yaitu Wardiman Djojonegoro (mantan Mendikbud), Marah
Joenoes (sebelum Kahupmas Pertamina), Nana Sutresna (Deplu), M. Alwi Dahlan
(mantan Menpen RI dan Ketua BP7), Feisal Tamin (Depdagri), Wisaksono Noerhadi
(Matahari), Iman Sajono (Konsultan PR) dan lain sebagainya.
Kemudian dalam acara
Konvensi Nasional Humas di Bandung pada akhir 1993, telah ditetapkan Kode Etik
Kehumasan Indonesia (KEKI). Perhumas juga tercatat sebagai anggota
International Public Relations Association (IPRA) dan ASEAN Public Relations
Organization (FAPRO).
4. Periode IV
Tahun 1995 sampai
sekarang, Public Relations (PR) berkembang di kalangan swasta bidang
professional khusus (spesialisasi PR/Humas bidang industry pelayanan jasa).
Beberapa indikatornya adalah sebagai berikut:
Pertama, ditandai dengan
terbentuknya Himpunan Humas Hotel berbintang (H-3) tanggal 27 November 1995.
Himpunan tersebut yang diperuntukkan sebagai wadah organisasi profesi Humas
bidang professional Jasa Perhotelan, berkaitan sangat erat dengan organisasi
yang sudah dikenal sebelumnya bidang perhotelan, yaitu PHRI (Perhimpunan Hotel
dan Restoran di Indonesia).
Kedua, disusul dengan
berdirinya Forum Komunikasi Antar Humas Perbankan (Forkamas), yang merupakan
forum resmi bagi para pejabat Humas (Public Relations Officer) bidang jasa
perbankan di Indonesia, baik bank pemerintah (Himbara, swasta (Perbanas), asing
dan campuran yang beroperasi di Indonesia.
Ketiga, yaitu berdirinya PRSI (Public Ralations
Society of Indonesia) pada 11 November 2003 lalu di Jakarta, dan idenya sama
dengan nama dari PRSA (Public Ralations Society of America) yang telah
berdiri lama sejak tahun 1940-an sebagai organisasi professional yang bergengsi
dan sekaligus berpengaruh serta mampu memberikan sertifikasi akreditasi PR
Professional (APR) di Amerika yang diakui secara internasional. PRSI atau
Masyarakat PR Indonesia (MAPRI) tersebut dipimpin atau sebagai President
pertamanya, yaitu August Parengkuan adalah wartawan senior harian Kompas dan
sebelumnya mantan ketua Perhumas-Indonesia.
C. Pengertian dan Fungsi Manajemen
Manajemen
berasal dari kata manage dan dalam bahasa latin manus,
yang berarti: memimpin, menangani, mengatur, atau membimbing.
Pengertian manajemen menurut George R. Terry (1972), adalah:
“Manajemen merupakan
sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: Perencanaan,
pengorganisasian, penggiatan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya”.
Fungsi
pokok atau tahapan-tahapan dalam manajemen menurut Basu Swasta (1996), yaitu
suatu proses dari tindakan untukmelakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Perencanaan
(planning)
Yaitu
fungsi perencanaan yang mencakupi; penetapan tujuan dan standar, penentuan
aturan dan prosedur, pembuatan rencana serta ramalan (prediksi) apa yang
diperkirakan akan terjadi.
2.
Pengorganisasian
(organizing)
Fungsi
pengorganisasian di sini meliputi: pemberian tugas yang terpisah kepada
masing-masing pihak, membentuk bagian, mendelegasikan dan menetapkan jalur
suatu wewenang/tanggung jawab dan sistem komunikasi, serta mengkoordinir kerja
setiap karyawan di dalam satu tim kerja yang solid dan terorganisir.
3.
Penyusunan
(staffing)
Fungsi
ini meliputi; penentuan dan persyaratan personel yang dipekerjakan, menarik dan
memilih calon karyawan, menentukan job description dan
persyaratan teknis suatu pekerjaan, penilaian, pelatihan, termasuk pengembangan
kualitas dan kuantitas karyawan sebagai acuan untuk penyusunan setiap fungsi
dalam manajemen organisasi.
4.
Memimpin
(leading)
Fungsi
memimpin meliputi: membuat orang lain melakukan pekerjaan, mendorong dan
memotivasi bawahan, serta menciptakan iklim atau suasana pekerjaan yang
kondusif, khususnya dalam metode komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya,
diharapkan timbulnya saling pengertian dan kepercayaan yang baik.
Menumbuhkembangkan disiplin kerja dansense of belonging pada setiap
karyawannya, serta jajaran manajemen (publik internal).
5.
Pengawasan
(controlling)
Fungsi
terakhir manajemen ini mencakupi; persiapan suatu standar kualitas dan
kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun jasa yang diberikan perusahaan/organisasi
dalam upaya pencapaian tujuan kepuasan bersama, produktivitas dan terciptanya
citra yang positif.
Sebagai
ilmu pengetahuan, manajemen adalah bersifat universal dan sistematis, yaitu
mencakup kaidah-kaidah, prinsip dan konsepsi. Sebagai seni, manajemen adalah
“bagaimana” cara untuk memimpin sekelompok orang atau tim kerja dalam suatu
organisasi. Organisasi tersebut sebagai kerangka karya (frame of work)
dari suatu proses manajemen yang menunjukkan adanya pembagian tugas (job
description) dan memenuhi persyaratan (spesifikasi teknis) tertentu yang
jelas bagi setiap personel dalam melakukan pekerjaannya masing-masing dalam
suatu organisasi.
Dalam
sistem manajemen tersebut terdapat dua klasifikasi yaitu yang memimpin dan yang
dipimpin. Dari segi komunikasi ada dua yaitu komunikasi antar manajemen dan
komunikasi antar karyawan. Jadi dalam organisasi terdapat dua unsur peranan
komunikasi, yaitu komunikasi manajemen (management communication atau
disebut juga komunikasi organisasional), dan komunikasi antar manusia (human
relations communication).
D. Komunikasi Dalam Manajemen
Menurut
George R. Terry (1972), pada suatu manajemen terdapat lima macam komunikasi di
dalam organisasi, yaitu secara garis besar dapat berbentuk, antara lain:
1. Komunikasi formal, yang biasanya komunikasi dalam jalur
organisasi yang formal, memiliki wewenang dan tanggung jawab yaitu melalui
instruksi-instruksi bentuk lisan dan tertulis sesuai dengan prosedur yang
berlaku, dari arus atasan ke bawahan atau sebaliknya.
2. Komunikasi
non formal,
yaitu di luar komunikasi formal secara fungsional, di mana terjadi secara
tiba-tiba atau spontan dari suatu kondisi yang tidak diharapkan melakukan
komunikasi secara tidak formal (hubungan antar pribadi dengan orang lain) dalam
hal menjelaskan, atau sumbang saran tentang sesuatu yang berkaitan dengan
tugas, kewajiban, produksi dan lain sebagainya. Biasanya komunikasi non formal
cukup efektif dilakukan pada perusahaan bersifat padat karya dengan jumlah
pekerja cukup banyak serta tidak terlalu teknis, cara bekerja permanen dan
terus menerus/kontinu.
3. Komunikasi informal, mungkin lebih dekat dengan komunikasi non
formal, karena terjadinya kontak human relations lebih dominan
yang berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan, lebih sensitif, dan sentimentil.
Komunikasi informal tersebut banyak dipergunakan oleh pihak bagian personel
dalam upaya menggali atau mengetahui lebih mendalam mengenai aspek psikologis
atas karyawan/pekerja yang bermasalah dengan kehidupannya sehari-hari di luar
pekerjannya. Misalnya, sebelumnya prestasi karyawan bersangkutan cukup rajin
dan produktif, kemudian sering mankir atau sering membuat kesalahan yang cukup
berat pada pekerjaannya.
4. Komunikasi teknis, hubungan komunikasi di sini lebih bersifat
teknis yang hanya dapat dipahami atau dimengerti oleh para ahli/tenaga kerja
khusus yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Misalnya, komunikasi bidang
pekerjaan teknik mesin industri, arsitek, rancang bangun/konstruksi dan program
komputerisasi, internet serta elektronik mail dan lain sebagainya.
5. Komunikasi prosedural, biasanya komunikasi di sini lebih dekat
dengan komunikasi formal,misalnya, pedoman teknis pekerjaan (manual), peraturan
perusahaan atau kebijaksanaan pimpinan, instruksi tertulis, memo, laporan
berkala bulanan/tahunan, tata cara proses dan penyelesaian suatu pekerjaan.
Hubungan pekerjaan antara pimpinan dan bawahan ditetapkan dalam bantuk
peraturan mengenai suatu deskripsi jabatan (penjelasan) dan spesifikasi
(persyaratan) teknis atau tertulis rinci, baik mengenai fungsi, wewenang,
maupun tanggung jawab masing-masing personel/karyawan.
E. Dasar-dasar
Manajemen Humas
Peranan public
relations dalam sebuah organisasi adalah berkaitan dengan tujuan utama
dan fungsi-fungsi manajemen perusahaan. Fungsi dasar manajemen tersebut
merupakan suatu proses kegiatan atau pencapaian suatu tujuan pokok dari
organisasi/lembaga, dan biasanya berkaitan dengan memanfaatkan berbagai potensi
sumber-sumber (sumber daya) yang dimiliki oleh organisasi/lembaga bersangkutan. Unsur-unsur
sumber daya tersebut dinamakan dengan 6-M, yaitu: sumber daya manusia (men),
sumber material/barang yang dikuasai (material), alat atau perkakas
mesin produksi dimiliki (machine), kemampuan keuangan (money),
metode yang dipergunakan (method), dan perluasan atau pemasaran yang
hendak dicapai/dituju (market).
Berhasil
atau tidaknya peranan public relations dalam menunjang
fungsi-fungsi manajemen perusahaan untuk mencapai tujuan bersama itu tidak
terlepas dari kemampuan untuk memanfaatkan unsur-unsur sumber daya (6-M sources).
Jadi Pejabat Humas dituntut untuk mampu mengkoordinasikan seluruh unsur sumber
daya yang ada dalam 6-M melalui konsekuensi: a) kemampuannya sebagai manajemen
teknis (technical management), dan b) kemampuan sebagai manajer
profesional yang ahli (manajerial skill).
Seorang
Manajer Humas/PR memiliki kemampuan cukup komplet, yang merupakan suatu
gabungan seni (arts aspect) dengan memadukan sebagai seorang
profesional, baik dalam kemampuannya sebagai manajer manjemen teknis, dapat
menggiatkan pihak lain (motivator), komunikator, perencanaan,
pelaksanaan, dan hingga evaluasi program kerja.
Menurut
Robert Kreitener, (pakar manjemen dari Arizona State University), mengatakan
bahwa:
“Manajemen
ialah proses bekerja sama dengan dan melalui orang-orang lain untuk mencapai
tujuan organisasi dalam lingkungan yang mengalami perubahan. Proses manajemen
tersebut terpusat pada pemanfaatan atau penggunaan sumber daya yang terbatas
secara efektif dan efisien”.
Pada
dasarnya seorang praktisi humas harus mempunyai keterampilan khusus, yaitu:
1.
Sebagai creator: memiliki kreatifitas
dalam penciptaan suatu gagasan, ide-ide atau buah pemikiran yang cemerlang.
2.
Conceptor:mempunyai kemampuan (skill)
sebagai konseptor dalam hal penyusunan program kerja kehumasan, dan rencana
program lainnya.
3.
Mediator:kemampuan untuk menguasai
teknik komunikasi, baik secar lisan maupun tertulis dalam penyampaian pesan
atau informasi dari lembaga/organisasi yang diwakilinya kepada publik.
4.
Problem
solver:mampu mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya, baik
secara pro-aktif, antisipatif, inovatif, dinamis dan solutif.
Public
relations merupakan
sebagai perantara antara pimpinan organisasi dengan publiknya, baik dalam upaya
membina hubungan masyarakat internal maupun eksternal. Sebagai publik, mereka
berhak mengetahui rencana-rencana usaha suatu organisasi/perusahaan berdasarkan
keadaan, harapan-harapan, keinginan-keinginan publik sebagai sasarannya.
Kegiatan
utama dari Humas dalam mewakili top manajemen suatu lembaga atau organisasi
tersebut merupakan kegiatan two ways communication yang
merupakan ciri khas dari peranan public relations, karena salah
satu tugas PR adalah bertindak sebagai nara sumber informasi (source of
informations) dan saluran informasi (channel of informations).
Sejarah
Manajemen Humas
Menurut
sejarah munculnya istilah Manajemen Humas tersebut pada awalnya, ketika suatu metode public
relationstengah menghadapai suatu puncak krisis pada tahun 1906, dimana
terjadi pemogokan perburuhan secara total di industri pertambangan batu bara di
Amerika Serikat, sebagai akibatnya adalah terancamnya kelumpuhan total terhadap
industri batu bara terbesar di negara tersebut.
Pada
titik puncak krisis yang berlangsung tersebut, muncullah Ivy Ledbetter Lee,
seorang tokoh public relations/Humas pertama, yang berlatar
belakang seorang jurnalis dengan mengajukan manajemen humas sebagai salah satu
solusi atau sebagian jalan keluar untuk mengatasi krisis yang tengah terjadi di
industri batu bara di Amerika Serikat, sebagai dampak dari kasus pemogokan
total yang dilancarkan oleh pekerja dalam upaya menuntut hak-hak kesejahteraan
dan kenaikan upah yang layak dari pihak pemilik perusahaan.
Syarat
untuk pemecahan dari kasus krisis industri dan pemogokan buruh di industri
pertambangan batu bara tersebut, maka Ivy Lee mengajukan beberapa usulan atau
persyaratan yang bersifat revolusioner dan merupakan terobosan besar menyangkut
peranan PR/Humas untuk mampu mengatasi masalah besar pada waktu itu melalui
suatu konsepsi prinsip-prinsip dasar, yaitu:
Pertama:
1.
Membentuk manajemen humas
untuk mengatur arus informasi/berita
2.
Bekerja sama dengan pihak
pers
3. Duduk
sebagai top pimpinan perusahaan, dan langsung pengambil keputusan tertinggi (decision
makers dan policy makers). Dalam hal ini, Ivy Lee, ditunjuk sebagaiExecutive
Assistant to President Director dalam struktur manajemen perusahaan.
Kedua:
Diberi
wewenang penuh dalam melaksanakan fungsi dan peranan sebagai pejabat humas
untuk mengelola menajemen humas.
Ketiga:
Manajemen humas, yang nota bene terkait
dengan manajemen perusahaan industri pertambangan batu bara tersebut, harus
bersifat terbuka (open communication), baik kepada khalayak/publik,
pekerja, maupun pihak pers. Dengan mengacu pada Declaration of
Principles atau Prinsip-prinsip dasar.
Jadi
gabungan istilah “manajemen krisis dan humas” tersebut terkandung pengertian
tentang kemampuan praktisi humas (public relations officers) untuk
memimpin, melakukan peranan komunikasi dan mengelola saluran informasi (management
of communication) demi tercapainya pemahaman suatu permasalahan, untuk
mengatasi krisis (sense of crisis recovery), kepentingan publikasi dan menciptakan
citra posistif bagi lembaga/organisasi yang diwakilinya itu.
Pelaksanaan
komunikasi timbal balik antara lembaga/organisasi dan pihak public
relations pada suatu perusahaan yaitu dengan membentuk “manajemen
humas” baik secara teknis operasional maupun manajerialnya, maka pejabat humas
dan staffnya mempunyai tanggung jawab dan memiliki wewenang untuk menyusun
program acara (special events program and agenda setting) mulai dari
pengmpulan data, mendefinisi masalah, kemudian melakukan perencanaan, pelaksanaan,
komunikasi dan hingga mengadakan pengawasan/penilaian hasil yang dicapai baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Faktor
yang cukup penting dalam menetukan keberhasilan atau tidaknya tentang
pelaksanaan program acara atau aktivitas kerja Humas/PR yang telah disusun
tersebut, yaitu: “Bagaimana perencanaan kerja dan komunikasi dari Humas/PR (how
to communicator), peranan untuk pelaksanaannya, menyediakan komunikasi dua
arah timbal balik dalam penyampaian pesan (message), mengolah dan
menyalurkan informasi (communication channel) kepada publiknya (komunikan),
dengan tujuan untuk mencpai citra positif (effect) bagi organisasi yang
diwakilinya itu”. Hal ini dinamakan kemampuan dari aspek teknis operasional dan
manajerial dari PRO/pejabat humas bersangkutan, yakni dapat disebut sebagai
proses dalam melaksanakan fungsi-fungsi dan konsepsi dari “manajemen humas”
dalam suatu perusahaan sedang mengantisipasi dan menghadapi krisis.
Daftar Pustaka
1.
Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, Penerbit Grafiti, Jakarta,
1999.
2. James E. Grunig, Excellene in Public
Relations and Communications Management, Lawrence Erlbaum, New
Jersey, 1992.
3. Gary Davies, Rosa Chun, Rui Vinhas da Silva
dan Stuart Roper, Corporate Reputation dan Competitiveness, Routledge, 2003.
4.
Cutlip,
Center dan Broom, Effective Public Relations, Prenada Media Jakarta, 2006.
0 komentar:
Posting Komentar